• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Sunday, October 26, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Berita Utama

Revolusi Musik Pop Bali yang Terhenti

Widyartha Suryawan by Widyartha Suryawan
5 November 2016
in Berita Utama, Budaya
0 0
1
Lolot Band termasuk perintis rock alternatif berbahasa Bali di Bali. Foto YouTube.
Lolot Band termasuk perintis rock alternatif berbahasa Bali di Bali. Foto YouTube.

Bob Dylan dinyatakan sebagai penerima Nobel Sastra 2016.

Banyak yang terperanjat ketika Swedish Academy mengumumkan penghargaan tersebut. Sebab, publik lebih mengenal Dylan sebagai musisi, pelantun lagu Blowin’ in the wind yang melegenda, bukan sebagai sastrawan.

Di sisi lain panitia nobel melihat karya-karya Dylan tidak sebatas bunyi; tetapi juga kuat, mendalam, dan puitis secara lirik. Seperti diumumkan dalam situs resmi nobelprize.org, Nobel Sastra diberikan kepada Dylan atas kontribusinya “for having created new poetic expressions within the great American song tradition”.

Penobatan ini membuat Dylan (Amerika Serikat) layak disandingkan dengan peraih nobel lain seperti Svetlana Alexievich (Belarusia), Mo Yan (Tiongkok), Alice Munro (Kanada) – bahkan dengan filsuf eksistensialis cum sastrawan Jean-Paul Sartre.

Tulisan ini tidak dalam rangka membahas sastra atau sastra-dalam-musik. Anggap saja pembuka di atas semacam selebrasi untuk turut merayakan pengumuman Dylan sebagai penerima Nobel. Lagi pula, saya menikmati lagu-lagu Dylan baru ketika kuliah. Beberapa lagunya menemani saya saat-saat mengerjakan skripsi. Saya tidak mungkin membahas Dylan mengingat tidak mengikuti perjalanan kariernya dari awal.

Tulisan ini justru mencoba melihat perkembangan musik pop Bali, jauh dari keriuhan Nobel. Lebih spesifik lagi, musik pop Bali yang saya maksud adalah lagu yang menggunakan bahasa Bali tetapi dikemas secara populer. Berbeda dengan lagu tradisi seperti sekar rare, sekar alit, sekar madya, ataupun sekar agung.

Saya masih ingat, di penghujung 1990-an hingga 2000-an awal, musik pop Bali sangat semarak dan digemari masyarakat. Semacam puncak kejayaan bagi musik pop Bali. Penggemarnya pun berasal dari berbagai kalangan, dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa.

Anak Bali 90-an tentu tidak asing mendengar nama-nama seperti Yong Sagita, Widi Widiana, Panji Kuning, Sri Dianawati, Bayu KW, Eka Jaya, Agung Wirasuta, dan sebagainya. Mereka adalah pelantun tembang pop Bali yang sempat digandrungi. Tidak hanya di desa-desa, tapi juga di kota-kota di Bali.

Tema yang diangkat dalam lagu-lagu pop Bali pada masa tersebut lebih banyak bicara seputar cinta; baik kebahagiaan maupun kegetirannya. Lagu Dokar Tresna (Delman Cinta) yang dipopulerkan Widi Widiana dan Sri Diana misalnya mengisahkan tentang pasangan kekasih yang memiliki kenangan naik dokar, transportasi tradisional yang sudah mulai susah kita temukan belakangan ini.

“…Ulian numpang dokar/ tresnane dadi tumbuh/ Beli merasa bagia teken pedewekan/ Dadi kenangan kayang buin pidan…” (“…Berkat naik dokar/ cinta kita tumbuh/ Aku merasa bahagia dengan diri sendiri/ Akan jadi kenangan sampai kapanpun…”

(Dokar Tresna, dipopulerkan oleh Widi Widiana & Sri Diana)

Potret Sosial

Meskipun pilihan kata dalam lagu tersebut tergolong sederhana, setidaknya lagu pop Bali juga menunjukkan potret sosial di Bali. Seperti kutipan lagu Dokar Tresna di atas, kita dapat melihat bagaimana generasi pada masa itu menjalin tali kasih dengan pasangan mereka. Pasangan kekasih dalam lagu tersebut dikisahkan sedang dilanda cinta berkat naik dokar.

Bila kita bandingkan dengan sekarang, tentu banyak hal sudah berubah. Selain dokar sudah kian sulit kita temukan, anak muda Bali saat ini sepertinya sudah jarang yang pacaran sembari naik dokar.

Bayu Kasta Warsa (Bayu Kw) beda lagi. Penyanyi berambut gondrong ini dikenal dengan karya-karyanya yang identik dengan kata sarinem. Kehadiran Bayu Kw pada awal 2000-an cukup memberikan warna baru karena lagu-lagu populernya berkisah tentang cinta laki-laki Bali dengan Mbakyu di pulau seberang; Banyuwangi.

Lagu Sarinem Neha Nehi misalnya. Dengan gaya menyanyinya yang khas, mengibas-ngibas rambut gondrong di atas kapal feri, lagu ini sebenarnya lagu patah hati, tetapi dibalut dengan nada yang nyerempet jenaka.

“…Oh sarinem neha nehi/ janjin adine tusing mebukti/ oh sarinem neha nehi/ tresnan beline kelem di Selat Bali…” (“…Oh sarinem neha nehi/ janjimu tidak terbukti/ oh sarinem neha nehi/ cintaku tenggelam di Selat Bali…”)

(Sarinem Neha Nehi, dipopulerkan oleh Bayu Kw.)

Revolusi

Di masa kejayaan itu, perkembangan lagu pop Bali tiba-tiba mengalami semacam revolusi, meskipun tidak sampai menghancurkan ‘status quo’ yang sebelumnya. Sekitar tahun 2003, Lolot Band tampil menggebrak sebagai band rock alternatif berbahasa Bali pertama.

Kehadirannya mendapat sambutan positif dari masyarakat dan para pencinta lagu Bali. Album perdananya, Gumine Mangkin, konon laris di pasaran. Pada masa awal kemunculannya, beberapa lagu seperti Artha Utama (Harta Utama), Luh Sari, dan Dagang Kopi Jegeg (Dagang Kopi Cantik) menjadi hits di album ini.

Lolot Band mengusung genere Bali Rock Alternative dan menjunjung logo bola-delapan yang ikonik. Kehadirannya dalam blantika musik pop Bali seolah membuat kemunculan beberapa kelompok musik dengan warna baru. Sebut saja Triple X, Bintang, So Band, dan sebagainya.

Dalam periode berikutnya, muncul beberapa seleb lagu pop Bali seperti Nanoe Biroe, AA. Raka Sidan, boyband Trio Januadi, hingga trio dangdut berbahasa Bali 3G.

Kalau ditilik ke belakang, beberapa penciptaan lagu pop Bali sebenarnya turut dalam rangka merespon isu-isu nasional. Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Udayana, Prof. I Nyoman Darma Putra, menulis makalah berjudul “Politik Lagu Pop Bali” yang termuat dalam buku Bali dalam Kuasa Politik (Buku Arti, 2008). Makalah tersebut menyoroti tema-tema politik yang diangkat dalam lagu pop Bali.

Tahun 1960-an muncul lagu Merah Putih yang diciptakan Gde Darna. Menurut makalah itu, tema-tema politik tidak begitu dieksplorasi pada masa Orde Baru karena kebijakannya yang sentralistik.

Barulah ketika Orde Baru tumbang, tema-tema politik mulai masuk, bahkan cukup semarak. Yong Sagita misalnya tahun 1998 muncul dengan lagu Kala Kali Zaman Orba yang mengkritik pemerintahan Orde Baru sekaligus secara terang-terangan menjadi garda pendukung Megawati.

Lalu, Lolot Band dengan lagu Bangsat-nya (2003), juga Bintang Band dengan lagu Nusuk-nya (2004) turut menyoroti politik kekuasaan yang sarat dengan KKN.

Satu yang kita pelajari adalah musik pop Bali telah memotret realitas sosial-politik-kultur masyarakat Bali dari waktu ke waktu. Lagu, dengan demikian, bisa saja menjadi pendamping teks sejarah untuk memahami Bali secara utuh.

Begitulah musik pop Bali pernah berjaya, dinikmati masyarakat, diputar di tempat-tempat umum, dan anak-anak mudanya bersahaja untuk sing along. Saat ini mungkin masih. Tapi tidak sesemarak dulu; kecuali salah satu musisi Bali diumumkan sebagai pemenang Nobel. [b]

Tags: BaliCitizen Journalism AwardMusik
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
Widyartha Suryawan

Widyartha Suryawan

Lulusan FISIP Universitas Udayana. Suka membaca dan lebih sering gelisah.

Related Posts

Adakah Sistem Peringatan Dini Banjir di Bali? Ini Simulasinya

Adakah Sistem Peringatan Dini Banjir di Bali? Ini Simulasinya

18 October 2025
Beban Ekologi Bertambah karena Pariwisata yang Eksploitasi Hulu Bali

Beban Ekologi Bertambah karena Pariwisata yang Eksploitasi Hulu Bali

15 October 2025

Ancaman Kesehatan Pasca Banjir di Bali

8 October 2025
Mengelola Dana Darurat Banjir Bali: Antara Potensi dan Transparansi

Mengelola Dana Darurat Banjir Bali: Antara Potensi dan Transparansi

20 September 2025
Sandrayati - arise*

Sandrayati Rilis ‘Arise’, Single Jelang Album Baru ‘INHABIT’

3 August 2025
Perjalanan Penyanyi Bali Legendaris Dealot

Perjalanan Penyanyi Bali Legendaris Dealot

17 June 2025
Next Post
Private: [Indepth Report] The Last Dragonfly

Ironi Habis Jual Sawah lalu Beli Beras

Comments 1

  1. agung edwin says:
    9 years ago

    karena tidak ada dukungan terhadap musisi bali dari luar bali… padahal komunitas bali di luar sana banyak terutama yg di kota2 besar ahanya sanggup menampilkan musisi bali di area komunitas saja seperti pura dan area komunitas … jarang hingga di luar publik … jika bicara masalah uang maka musisi dari negara miskin pun bisa terkenal karena memang dukungan dari komunitasnya di rantauan emang niat mempromosikan untuk non komunitas coba liat die antwoord dari afsel yg didukung oleh pembuat film chappie yg berdarah asli AFSEL tapi sukses di perfilman holywood ….. banyak orang kita yg berkutat dengan film nasional apa lagi pengusaha yg sanggup mempromokan karya asli musisi bali yg bukan berlabel nasional …. saya yg kalangan bawah pernah mempromokan nanoe biroe di salah satu stasiun radio bekasi di tahun 2007 yg saat ini sudah tutup walaupun dlu tidak di acc karena radio tersebut mengeluarkan syarat yg tidak bisa saya penuhi sebagai warga biasa yg bukan orang produksi label nanoe biroe juga ….. saya harap komunitas bali di luar sana terutama yg di kota besar dan di ibu kota turut konsisten mempromokan budaya modern bali bukan hanya tradisionalnya ….. terutama mereka yg memang memiliki kompeten di bidangnya ….. jangan hanya berkutat di lingkaran komunitas saja 🙂 salam pisss

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Menjadi Pembully dari Seorang Pelaku Bullying

Menjadi Pembully dari Seorang Pelaku Bullying

24 October 2025
Bali Akan Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Lagi. Mari Berkaca dari Negara Lain Dulu.

Bali Akan Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Lagi. Mari Berkaca dari Negara Lain Dulu.

24 October 2025
Konflik di TWA Gunung Batur

Tiga Petani Menggugat Dirjen KSDAE Kementerian Kehutanan atas Penetapan Pengecualian Wajib AMDAL Proyek Leisure Park

23 October 2025
Telinga yang Tidak Dijual di Pasar Saham: Perempuan Antara Karir dan Domestik

Telinga yang Tidak Dijual di Pasar Saham: Perempuan Antara Karir dan Domestik

23 October 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia