Orang bijak sering bilang: persiapan matang adalah setengah jalan menuju menang. Preparasi bakal makin “berbahaya” dan kian sensasional jika dilakoni oleh darah baru yang bernyali. Begitulah adicita dari Regenerasi Bernyali.
Semua bermula dari rasa bahagia Pohon Tua melihat skena musik muda di masa sekarang di Pulau Dewata yang begitu bergejolak, meledak-ledak. Barangkali merupakan manuver paling bising dan meraung-raung dalam sejarah kancah indie Bali. Namun, di saat bersamaan, Pohon Tua pun sadar bahwa jika dinamika positif ini dibiarkan bergulir liar tanpa arah, bukan tak mungkin hanya berakhir sekadar letupan-letupan kecil, karya-karya hebat namun sporadis. Bergelora sebentar lalu sirna. Agar fluktuasi ini berujung terstuktur dan rapi, bertransformasi menjadi entitas tangguh di industri kreatif, langkah jitu yang mesti diambil adalah dengan mencipta koridor dan mengarahkan: skena musik muda dirangkul, diajak bersinergi, didampingi dan diperciki bara api kala berkreasi. Diputuskan untuk menggamit tiga band yang dianggap ultra cemerlang sebagai peserta pelatihan.
Ide brilian yang berfondasi gerakan kolektif ini oleh Pohon Tua kemudian disodorkan ke IM3—dan ternyata disambut baik. IM3 menganggap proposal sudah matang, langsung bisa dieksekusi.
Tiga nama dari Bali yang akhirnya terpilih menjalani inkubasi di sesi Regenesi Bernyali adalah Soulfood, Astera, dan Matilda. Selama enam bulan mereka bakal digodok mengikuti rupa-rupa pengembangan sumber daya rock ’n’ roll. Mulai dari sketching, mentoring mengenal identitas visual, distribusi karya fisik dan digital, workshop dan masterclass, proses rekaman, pembuatan video musik, hingga kesempatan untuk tampil secara live di Bali.
Pekan lalu, 30 Mei 2023, program paling awal telah mulai digelar berupa lokakarya dan kelas master. Bertempat di Uma Pohon, Denpasar, yang teduh, tiga pesohor skena membagikan puspa ragam kiat dan siasat. Rudolf Dethu menegaskan seberapa adiluhung porsi literasi dan busana, sang ujung tombak propaganda. Kill The DJ berbagi kisi-kisi cara cerdik melahirkan karya yang punya ciri sendiri sekaligus peka pada situasi sekitar sehingga finalnya berjibun cuan. Sementara Iga Massardi memotivasi audiens lewat kisah pribadi ala “rags to riches”, bahwa tak perlu buru-buru meluncurkan karya. Miskin sebentar bukan masalah. Justru pastikan dulu materinya kuat, pantas ditunggu publik, dan ketika tiba waktunya: labrak saja skena. Seperti yang dipraktikkan oleh Barasuara, yang terbukti jaya wijaya.
Rudolf Dethu – Music Journalist