
Hampir setahun berlalu semenjak pungutan wisatawan asing (PWA) diberlakukan di Provinsi Bali. Hingga 31 Desember 2024, total penerimaan PWA telah mencapai Rp318.208.200.000. Angka ini kabarnya telah melampaui target yang ditetapkan pada APBD sebesar Rp250 miliar.
PWA diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pungutan Bagi Wisatawan Asing untuk Pelindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali, dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pembayaran Pungutan Bagi Wisatawan Asing. Melalui regulasi tersebut, sejak 14 Februari 2024, setiap wisatawan asing yang berkunjung ke Bali akan dikenakan PWA sebesar Rp150.000.
Penerimaan PWA yang cukup besar kerap menjadi tanda tanya di masyarakat terkait pemanfaatannya. Atas dasar tersebut, Ombudsman RI Perwakilan Bali menggelar pertemuan dengan berbagai pihak terkait untuk membahas tata kelola pengelolaan pelayanan kepariwisataan budaya Bali untuk wisatawan asing di Provinsi Bali pada 23 Januari 2024.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Bali, Sri Widhiyanti, menyampaikan kajian yang telah dilakukan pihaknya. Ia menyoroti praktik PWA yang belum optimal hingga saat ini. “Ternyata baru terkumpul Rp318 miliar yang seharusnya mungkin bisa lebih dari ini karena ternyata masih 30% sampai 40% ya terkait pemasukan ini. Jadi belum optimal dari semua wisatawan yang hadir ke Bali itu kemudian membayar pungutan ini,” ungkap Sri.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, Dewa Made Indra, yang hadir dalam pertemuan tersebut menyampaikan bahwa terdapat beberapa pengecualian dalam PWA. Pada tahun 2024 terdapat 3.340 permohonan exemption (pengecualian) yang diterima, tetapi yang diterima hanya 2.133 permohonan. Dewa menyebutkan jumlah wisatawan asing yang masuk ke Bali tidak dapat dibandingkan dengan total penerimaan PWA.
“Karena memang Perda kita mengatur exemption, pengecualian. Jadi ada pihak-pihak yang boleh memohon exemption. Bukan hanya individu saya, yang memohon di instansi juga banyak. Contoh misalnya WWF (World Water Forum), WWF belum mulai sudah ada permohonan, mohon semua peserta WWF digratiskan,” terang Dewa.
Pasal 6 Pergub Bali Nomor 2 Tahun 2024 memang mengatur pengecualian PWA, sebagai berikut:
(1) Wisatawan Asing yang dikecualikan untuk membayar Pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), meliputi:
a. Pemegang visa diplomatik dan visa dinas;
b. Crew pada alat angkut;
c. Pemegang Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS) dan Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP);
d. Pemegang visa penyatuan keluarga;
e. Pemegang visa pelajar;
f. Pemegang golden visa; dan
g. Pemegang jenis visa lainnya.
(2) Alasan pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitan dengan urusan kedinasan, kewarganegaraan, dan/atau kemanfaatan bagi pembangunan Bali atau Negara Indonesia.
Sayangnya, Perda saat ini belum mengatur sanksi terkait wisatawan yang tidak membayar pungutan. Dewa menyebutkan bahwa masih ada WNA yang belum mengetahui adanya PWA. “Belum tahu ya bukan berarti tidak ada sosialisasi, tapi sosialisasi tidak mungkin menjangkau seluruh penduduknya. Tapi pelan-pelan pasti akan tahu dari mulut ke mulut,” imbuhnya.
Kajian yang dilakukan Ombudsman RI Perwakilan Bali juga menyoroti pemanfaatan penerimaan PWA, salah satunya pemanfaatan untuk pelestarian lingkungan. “Contohnya di sini dipertanyakan berapa sih alokasi penyelamatan Danau Batur. Nah ini juga menjadi satu pertanyaan bahwa sebenarnya masyarakat juga berharap banyak dari anggaran yang didapat dari wisatawan asing,” jelas Sri.
Pemanfaatan penerimaan PWA sangat terbatas karena telah diatur dalam Perda Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pungutan Wisatawan Asing untuk Pelindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali. PWA hanya akan digunakan untuk dua hal, yaitu pemeliharaan budaya dan penanganan persoalan sampah.
Penerimaan PWA pada tahun 2024 belum dimasukkan dalam APBD karena penyusunan APBD dilakukan sebelum PWA diterapkan, sehingga penerimaan PWA akan mulai dianggarkan dalam APBD pada tahun 2025. “Untuk sampah ini kami sudah anggarkan bantuan keuangan khusus (BKK) kepada 8 kabupaten/kota. Mengapa tidak sembilan? Karena Badung pendapatannya jauh lebih besar dari provinsi,” ungkap Dewa. Setiap kabupaten mendapatkan alokasi BKK sebesar Rp5 miliar untuk sampah, kecuali Denpasar mendapatkan Rp10 miliar.
Dalam pertemuan dengan Ombudsman RI Perwakilan Bali, Dewa mencoba melakukan perhitungan anggaran untuk sampah dan budaya. Anggaran untuk budaya diperkirakan cukup besar karena budaya di Bali dikelola oleh desa adat. BKK untuk desa adat diperkirakan mencapai Rp450 miliar dengan anggaran Rp300 juta per desa adat. Belum lagi diakumulasikan dengan anggaran untuk subak, pura, dan kabupaten/kota.
“Jadi baru yang kecil-kecil begitu saja sudah jauh melampaui,” ungkap Dewa. Ia menyebutkan bahwa dana yang diterima melalui PWA tidak dapat dianggarkan untuk hal-hal selain budaya dan sampah karena tidak sesuai dengan kewenangan yang ditetapkan, termasuk untuk pelindungan kawasan Danau Batur yang sebelumnya disampaikan oleh Sri.
Dewa mengatakan pemerintah akan mengoptimalkan penerapan maupun pemanfaatan PWA pada tahun 2025. “Revisi atau perubahan Peraturan Daerah tentang Pungutan Wisatawan Asing saat ini sedang dibahas bersama DPRD yang akan kita sempurnakan,” pungkasnya.