
Perda Nominee kabarnya akan ditetapkan pada masa jabatan Koster – Giri. Dalam debat perdana Pilgub Bali 2024, Giri Prasta memberikan pernyataan terkait Perda Nominee.
“Selanjutnya berbicara mengenai Perda Nominee, ibu bapak sekalian vila-vila ilegal itu bisa menggunakan wechat, di negaranya sendiri ia bisa melakukan transaksi dan ketika datang ke Bali ini dan dia bilang itu keluarganya, kedua itu PMA, penanaman modal asing itu susah untuk kita cari. Oleh karena itu, astungkara jika kami terpilih yang kami pastikan adalah Perda Nominee dan ini harus melibatkan kemenkumham, pemerintah provinsi, kabupaten/kota untuk merumuskan Perda Nominee ini, karena sebelum ada Perda Nominee, tidak ada yang bisa di Indonesia ini untuk menindaklanjuti kasus-kasus nominee,” ungkap Giri Prasta dalam debat perdana.
Lantas, apakah Perda Nominee penting ditetapkan di Provinsi Bali?
Memahami praktik nominee
Secara hukum, nominee merupakan sebuah penyelundupan hukum. Dosen Hukum Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM), Agung Wardana, menyebutkan bahwa nominee adalah perjanjian yang dibuat dengan cara meminjam nama orang lain untuk memberikan hak penguasaan properti kepada orang yang tidak berhak, dalam hal ini WNA.
“Kalau kita mengacu kepada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), di situ jelas bahwa warga negara asing tidak boleh memiliki hak milik atas tanah,” ungkap Wardana.
Beberapa orang memang mengklaim nominee sebagai bentuk asas kebebasan berkontrak. Dalam arti, setiap orang bisa membuat kontrak satu sama lain dengan siapa pun tentang berbagai macam hal. “Tapi asas kebebasan berkontrak itu bukan berarti bahwa orang bisa berkontrak tentang berbagai macam hal yang justru dilarang oleh UU,” ungkap Wardana.
Salah satu syarat berkontrak adalah adanya kausa yang halal atau substansi objek yang diperjanjikan bersifat halal. Artinya, kontrak tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Sementara itu, praktik nominee bertentangan dengan UUPA.
Selain digunakan dalam bisnis tanah dan properti, praktik nominee juga digunakan dalam Perseroan Terbatas dengan Penanaman Modal Asing (PT PMA) karena aktivitas bisnis tidak sepenuhnya bisa dimiliki oleh asing. Hal ini disampaikan Yuna Elis, advokat asal Bali. “Jadi, ketika WNA ini ingin membuka bisnis dengan kegiatan usaha itu seringkali terbatas di situ. Nah caranya adalah bagaimana orang asing ini yang udah kebelet gitu lah pengen punya bisnis di Indonesia, mereka pakai orang kepercayaan WNI untuk memegang saham atas nama mereka,” ungkap Yuna.

Penindakan praktik nominee
Salah satu kasus yang biasanya ditemui Yuna di firma hukumnya adalah ketika WNA tidak memiliki hak milik di Indonesia, mereka akan meminjam nama orang lokal Indonesia untuk memegang hak atas namanya. “Jadi yang tertera di sertifikat hak pemiliknya let’s say adalah WNI, tapi mereka punya perjanjian di belakang bahwa si beneficial owner (pemilik manfaat) itu adalah si WNA ini gitu,” terang Yuna.
Dalam hukum perdata, nama yang tertera di dalam dokumen-dokumen keperdataan merupakan pemilik sah. Meskipun di belakang dokumen tersebut terdapat perjanjian-perjanjian yang menyatakan bahwa pemiliknya adalah WNA, hukum perdata hanya akan melihat kebenaran yang dinyatakan di dalam sertifikat.
Pada tahun 2020, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10 Tahun 2020 yang mengatur tentang nominee. Melalui SEMA tersebut, Mahkamah Agung dengan tegas menyatakan bahwa kepemilikan atas tanah secara hukum berada di tangan nama yang ada di sertifikat. Kalau pun tanah tersebut dibeli dari uang WNA, ketika terjadi sengketa antara WNA dengan nama yang ada di sertifikat, maka pengadilan akan memutuskan bahwa tanah itu dimiliki oleh WNI yang namanya ada di sertifikat.
Praktik nominee juga seolah menjadi kesempatan bagi WNI nakal mengambil keuntungan dari WNA. Seperti salah satu kasus yang pernah didampingi oleh Yuna, sebut saja WNA tersebut AD dan WNI sebagai DB. AD dan DB memiliki hubungan pertemanan yang cukup dekat. AD yang sudah lama tinggal di Bali ingin memiliki aset berupa rumah di Bali.
DB menyarankan AD untuk membeli aset atas namanya karena WNA tidak bisa memiliki tanah di Indonesia. Akhirnya AD dan DB membangun sebuah resort kecil. DB bahkan menyarankan AD untuk menyewakan resort tersebut dengan DB sebagai pengelola. Hal itu pun disetujui oleh AD. Pada suatu hari, AD menemukan fakta bahwa sertifikat tanah atas nama DB telah digadaikan.
“Walaupun secara formil ada dokumen SHM atas nama dia (DB) gitu kan. Ya tapi secara materiil, secara fakta yang terjadi kita bisa buktikan juga bahwa uang segala macam pembelian tanah dan pembangunan resort itu berasal dari si bule,” ujar Yuna. Pengadilan dimenangkan oleh AD, tetapi yang dibawa ke pengadilan adalah adanya iming-iming dari DB yang membuat AD percaya.
Perda nominee untuk menindak praktik nominee
Giri Prasta dalam pernyataannya menyebutkan bahwa Perda Nominee digunakan untuk menindaklanjuti kasus-kasus nominee. Meski begitu, Agung Wardana menyebutkan bahwa perda ini tidak diperlukan. Penindakan kasus nominee bukan kewenangan Pemerintah Provinsi, melainkan Pemerintah Pusat melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Tinggal kemudian kalau Pemerintah Provinsi Bali menemukan adanya praktik hukum ini tinggal dilaporkan ke BPN dan kemudian ditegakkan hukumnya,” ungkap Wardana. Kalau pun Pemprov Bali yang menindak, Pemprov tidak memiliki kewenangan untuk membekukan sertifikat karena yang bisa membekukan sertifikat hanya BPN.
Kasus nominee bisa masuk ke pengadilan hanya jika terdapat sengketa antara kedua belah pihak. Wardana menjelaskan jika tidak ada sengketa, seharusnya di situlah intelijen dari Pemprov Bali bekerja untuk menelusuri dan menindaklanjuti dengan melaporkan ke BPN.
Yuna pun pesimis Perda ini bisa terealisasi karena bentuknya sangat lokal, padahal nominee berupa tanah diatur oleh Undang-Undang. Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa aturan saat ini saja sudah cukup untuk menindaklanjuti nominee. “Menurut saya cuma penegakannya saya yang harus ditegakkan dan implementasinya,” ujar Yuna. Ia juga menjelaskan bahwa hierarki Perda jauh sekali di peraturan perundang-undangan dan seharusnya tidak boleh bertentangan dengan UU.
Menetapkan Perda Nominee artinya Pemprov Bali mengakui adanya hubungan hukum yang bernama nominee. Secara tidak langsung, pemerintah mengamini adanya nominee dengan berbagai macam persyaratan. “Jangan sampai nominee ini lazim digunakan di Bali. Justru ini akan merusak sistem hukum pertanahan di Indonesia,” pungkas Wardana.