Program Sandyakala Sastra telah menginjak seri yang ke-39.
Pada Sandyakala Sastra #38 sebelumnya dihadirkan diskusi dan pembacaan puisi “10 Tahun Seri Puisi Jerman” yang mengetengahkan puisi-puisi karya Rainer Maria Rilke. Kali ini, Sandyakala Sastra akan memperbincangkan seputar kehidupan sastra daerah, khususnya sastra Bali modern.
Program bertajuk “Nasionalisme dan Pemuliaan Bahasa Daerah” ini akan diberlangsung pada Jumat (14/3) di Bentara Budaya Bali (BBB).
Sebagai pembicara diskusi adalah Wayan Westa, budayawan dan sastrawan Bali mumpuni yang pada tahun 2014 memperoleh penghargaan Sastra Rancage atas karyanya Tutur Bali (2013). Lelaki kelahiran Klungkung, 27 Januari 1965 ini akan membahas pula perihal kecenderungan tematik yang kerap hadir dalam karya-karya sastra Bali modern, termasuk bagaimana sesungguhnya keberadaan sastra-sastra daerah di tanah air kini.
Boleh dikata, apresiasi terhadap karya sastra Bali modern terbilang masih terbatas, hanya sebagai kajian di perguruan tinggi untuk makalah, acuan skripsi atau tesis, serta bahan bacaan di sekolah-sekolah, belum mampu menarik minat publik secara luas.
“Dengan adanya diskusi ini, kami harap akan lebih menarik minat masyarakat luas untuk lebih bisa menikmati dan mendukung keberadaan karya sastra Bali modern,” ujar Putu Aryastawa, staf BBB.
Pada tahun 2013, sastra Bali modern telah mencatat satu capaian mengembirakan. Hal ini ditandai dengan terbitnya 19 judul buku, mulai dari novel, kumpulan puisi maupun cerpen, yang memperkaya khasanah susastra.
Karya-karya tersebut rupanya memiliki kecendrungan tematik yang sama.
Dialog ini akan mengulas pula lebih mendalam bagaimana upaya-upaya pemuliaan bahasa daerah dikaitkan dengan semangat nasionalisme yang sedini awal kemerdekaan digaung-kumandangkan ke segenap penjuru tanah air. Apakah upaya pemuliaan bahasa daerah bertolak belakang dengan semangat mengembangkan kebangsaan dan nasionalisme Indonesia, atau justru sebaliknya?
Lahir di Klungkung, 27 Januari 1965, I Wayan Westa menyelesaikan pendidikan di FKIP Universitas Dwijendra Denpasar, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Bali. Tahun 1989-1993 mengajar SLUA Saraswati Klungkung, dosen di sejumlah perguruaan tinggi swasta. Menekuni dunia jurnalistik, tulisannya tersebar di sejumlah media; Mingguan Karya Bhakti, Harian Nusa, Bali Post, Kompas, dan Radar Bali. Tahun 2000-2009 bekerja sebagai Redaktur Majalah Gumi Bali SARAD. Tahun 2010-2012 dipercaya sebagai Pemimpin Redaksi Majalah SABDA.
Sebelumnya, dalam rangka Program Pemetaan Bahasa Nusantara, tahun 1999 ia bekerja di The Ford Foundation. Menyunting sejumlah buku diterbitkan Yayasan Obor Indonesia, Wulan Sedhuwuring Geni (Antologi Cerpen dan Puisi Daerah), Seribu Kunang-Kunang di Manhatan (Terjemahan dalam 13 Bahasa Daerah), dan Sunari (Novel Basa Bali karya Ketut Rida). Rabindranath Tagore, Puisi Sepanjang Zaman, Penerbit Yayasan Darma Sastra, 2002. Menulis buku Tutur Bali, diterbitkan Yayasan Deva Charity, Utrecht, The Netherlands. [b]