Belasan aktivis kembali menggelar aksi terkait pembangunan jalan di atas perairan.
Aksi yang diikuti aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali, Frontier, maupun individu tersebut diadakan di depan kantor Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Bali Rabu kemarin. Peserta aksi memprotes pembangunan jalan di atas perairan (JDP) Nusa Dua – Ngurah Rai – Benoa. Massa aksi menuntut BLH Bali menindak tegas dan memberikan sanksi terhadap pelanggaran Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) oleh pelaksana proyek pembangunan JDP.
Di depan kantor BLH Provinsi Bali, peserta aksi membentangkan spanduk serta foto-foto kerusakan lingkungan akibat pengurugan menggunakan batu kapur (limestone) pada pembangunan JDP. Pembangunan JDP yang akan menghubungkan Nusa Dua – Ngurah Rai – Benoa sejak awal didesain dengan metode pemasangan tiang pancang. Namun, praktik di lapangan justru terbalik.
Demi target percepatan penyelesaian pembangunan JDP untuk menyambut pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Pacific Economic Cooperation atau Kerja sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) 2013 di Bali, pelaksana proyek mengurug air laut dengan batu kapur yang jelas-jelas melanggar AMDAL. Pengurugan dengan batu kapur juga menyebabkan kerusakan lingkungan, merusak keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati di kawasan tersebut.
Konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pelaksana proyek pembangunan JDP yaitu PT Jasa Marga, PT Pelindo III, PT Angkasa Pura I, PT Pengembangan Pariwisata Bali, PT Wijaya Karya, PT Adhi karya, dan PT Hutama Karya. Mereka seharusnya memberikan contoh yang patut ditiru perusahaan swasta dalam melaksanakan pembangunan. Ironisnya, mereka justru melakukan pelanggaran terhadap AMDAL yang dibuat. Pelaksana proyek yang sudah mendapat berkali-kali teguran untuk menghentikan kegiatan pengurugan tetap membangkang dengan masih melakukan pengurugan hingga saat ini.
“Jika proyek oleh BUMN yang seharunya dengan mudah dikontrol terus melanggar dan terkesan dibiarkan seperti ini, lalu bagaimana dengan proyek oleh perusahaan swasta,” tandas Gilang Pratama, humas aksi.
Suriadi D dalam orasinya menuntut pemerintah Provinsi Bali menindak dan memberikan sanksi tegas kepada pelaksana proyek yang masih melakukan pengurugan. Selain itu Deputi Direktur Walhi Bali ini menyatakan apabila Amdal yang sudah ada tersebut direvisi maka sama saja melegalisasi pelanggaran berupa pengurugan dengan batu kapur yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Sementara itu Sekjen Frontier Bali, A. Haris dalam orasinya juga mempertanyakan kinerja BLH. Badan yang seharusnya melakukan pengawasan terhadap pembangunan JDP ini terkesan membiarkan sehingga pelaksanaan pembangunan JDP yang terbukti melanggar Amdal masih tetap berlanjut.
Dalam tuntutannya massa aksi juga menuntut BLH Provinsi Bali untuk mengumumkan hasil studi tentang pencemaran akibat pengurugan dalam pembangunan JDP untuk meningkatkan peran masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam pasal 70 UU PPLH No 32/2009. Mereka juga meminta BLH memberikan rekomendasi kepada gubernur untuk membatalkan keputusan gubernur tentang kelayakan lingkungan hidup rencana pembangunan JDP.
Selain itu, mengingat pembangunan JDP juga menyangkut kepentingan umum dan kepentingan kelestarian lingkungan hidup, maka peserta aksi juga menuntut untuk dilibatkannya masyarakat secara aktif sebagaimana diatur dalam pasal 25, pasal 26, pasal 70 UU PPLH No 32/2009 mengenai keterlibatan masyarakat dalam upaya pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup.
Setelah menyampaikan pernyataan sikap, perserta aksi juga menyerahkan surat keberatan atas pengurugan dan rencana revisi amdal pembangunan JDP kepada Ketua BLH Provinsi Bali Nyoman Sujaya, yang juga disampaikan kepada Gubernur Bali dan juga dinas Kehutan Provinsi Bali. Setelah itu peserta aksi membubarkan diri dengan tertib. [b]