Kedai kopi itu dipenuhi oleh anak muda. Mereka datang dan beberapanya segera memeluk orang lainnya, seolah mereka telah lama tidak bertemu. Beberapa dari mereka mengucap selamat sembari memeluk kawannya setelah tangannya bersalaman selama beberapa detik.
Ketika petang mulai tiba, mereka mulai berkumpul di depan panggung. Beberapa dari mereka sontak bergoyang secara perlahan ketika musik mulai mengalun. Serupa moshpit yang tenang, mereka hanya menggoyangkan kaki dan tubuh mereka secara halus, ke kanan dan ke kiri, mengikuti alunan lagu Dialog Dini Hari yang tenang.
Selepas Dialog Dini Hari, mereka tetap berkumpul di depan panggung. Seolah-olah ada yang sangat mereka tunggu-tunggu selain Dialog Dini Hari yang legend. Nyatanya, mereka segera sorak sorai ketika band-band hasil ‘didikan’ Dadang-Dialog Dini Hari muncul di atas panggung secara satu persatu. Mereka adalah band-band hasil ledakan skena musik Bali yang dihimpun oleh Pohon Tua Creatorium (PTC) untuk tidak berakhir menjadi letupan-letupan kecil dari sebuah skena musik Bali. Pohon Tua adalah nama Dadang untuk proyek solonya.
Tiga band yang besar di Bali itu memperkenalkan album baru mereka di Berbagi Kopi, Peguyangan, Minggu (13/08). Mereka adalah Matilda Universe, Soulfood, dan Astera. Ketiga album dari masing-masing band adalah hasil godokan PTC melalui program Regenerasi Bernyali selama beberapa bulan ini.
Dadang Pranoto, frontman Dialog Dini Hari dan gitaris Navicula, sekaligus menjadi produser dan kurator dalam project ini menjelaskan bahwa program ini telah dijalankan sejak akhir tahun lalu, seperti mengkurasi lagu, memilih band, hingga datang ke setiap gigs yang tersebar di Bali. Setelah semua proses dilewati, akhirnya hanya 3 band yang tersisa untuk dapat bergabung dalam project ini.
Program yang disebutnya ‘meyadnya’ ini diinisiasi oleh PTC mulai berjalan pada awal Februari, dengan dukungan IM3. Semua proses seperti produksi, memilih lagu untuk direkam, hingga workshop akhirnya dijalankan sejak bulan tersebut. Uniknya, salah satu dari beberapa workshop yang ditawarkan kepada 3 band ini adalah workshop tentang cara menulis press release. Bagi Dadang, mereka haruslah mandiri, independen, dan berdikari untuk bisa mengurusi segala persoalan dalam band mereka.
Sementara itu, Saylow sang Project Manager juga menekankan bahwa kehadiran Regenerasi Bernyali ini adalah sebentuk respon terhadap geliat musik anak muda di Bali. Musisi kerap kali berkutat dengan masalah-masalah produksi, seperti biaya produksi, masuk studio rekaman, equipment, hingga akses informasi tentang bagaimana melakukan rekaman secara profesional. Itulah yang berusaha diakomodir oleh Regenerasi Bernyali dan Pohon Tua Creatorium.
“Ini seperti menikah. Dalam 6 bulan ini, temen-temen band dipaksa memproduksi album. Jadi, mereka sudah tidak lagi memikirkan di mana cari uang buat rekaman, bagaimana harus menyewa seorang produser yang mengawasi proses rekaman di studio. Itu yang berusaha kita provide di program Regenerasi Bernyali,” ujar Saylow.
Album-Album Mengasah Nyali
Dari ketiga band yang masih beruntung karena memiliki nyali, Astera adalah band yang memiliki waktu paling singkat untuk proses produksi album mereka. Astera baru bergabung dengan Regenerasi Bernyali pada akhir Maret dan telah mulai proses produksi pada bulan April. “Di sanalah makna bernyali diuji,” ujar Candra perwakilan Astera.
Singkatnya waktu produksi mereka nyatanya tidak menyurutkan niat mereka untuk membentuk suatu album bertajuk Better Days. Mengusung 11 lagu alternatif pop dengan melodi gitar pop yang seolah-olah berusaha membangkitkan semangat para pendengarnya untuk tidak takut pada kegagalan. Astera melalui Better Days percaya hari baik pasti akan datang.
Sementara itu, Matilda Universe pede dengan album mereka, Cosmotopia. Album Cosmotopia sendiri memiliki arti bahwa lagu-lagu dalam album ini sangatlah luas dalam aspek produksi musik dan sempurna, sehingga harapannya para pendengar dapat mencintai album ini. Band ini mengemas 10 lagu dalam album Cosmotopia.
Terakhir, Soulfood yang asik membawakan album Amesigenalew yang bahagia dari segi musik. Membuat para pendengarnya sontak bergoyang dengan alunan musik lagu Amesigenalew yang bertempo cepat dan ada rap di tengah-tengahnya. Total 9 lagu dibawakan dalam album Amesigenalew yang sulit dibaca karena memang diambil dari Bahasa Amharic yang berarti ‘Terima Kasih’.
Ada pola yang unik dari ketiga album ‘bernyali’ ini: mayoritas lagu-lagu pada setiap album menggunakan Bahasa Inggris dalam penyampaiannya. Padahal beberapa perwakilan band, seperti Ewa dari Matilda sempat menyatakan bahwa kesulitan membuat lirik-lirik dalam Bahasa Inggris. Bahkan, pada album Cosmotopia dan Better Days, tidak ada bahasa selain Bahasa Inggris. Apakah Regenerasi Bernyali dan PTC memang sengaja memaksa mereka untuk menggunakan Bahasa Inggris?
Kecuali Soulfood membuat satu lagu E Dimmah dalam album terbaru mereka yang seluruh liriknya menggunakan Bahasa Madura. Ketika mendengarkan lagu itu, suasana pantai langsung terbayang dalam otak saya. Mungkinkah begini asiknya pantai Madura?
Rudolf Dethu, seorang jurnalis musik juga menyadari bahwa Bahasa Inggris lebih ‘kaya’, lebih banyak memiliki istilah, sehingga lebih mudah untuk menunjukkan ekspresi ketika bernyanyi. Selain itu, bagi Dethu, tesaurus atau istilah-istilah Bahasa Indonesia tidak banyak diketahui, sehingga pilihan kata ketika menggunakan Bahasa Indonesia sebenarnya cukuplah sempit.
Regenerasi Bernyali adalah Blueprint
Regenerasi Bernyali adalah sebuah inisiatif untuk tidak membiarkan ledakan-ledakan skena musik Bali hanya menjadi letupan-letupan kecil nantinya. Haruslah ada sebuah organisasi atau orang-orang yang memiliki energi untuk mengakomodir kepentingan para musisi-musisi baru di Bali.
“Sebenarnya yang kita kerjakan ini adalah blueprint, sebuah bagan besar bagaimana sebuah band bisa memproduksi materi musik, ngomongin distribusi, ngomongin publikasi, gambaran besarnya ada di program ini,” ujar Saylow.
Bagi Saylow, program ini haruslah tetap berjalan dan menjadi program yang berkelanjutan sehingga dapat mengakomodir ledakan-ledakan skena musik Bali menjadi ledakan yang lebih besar lagi. Bahkan, Saylow mengatakan bahwa model workflow Regenerasi Bernyali sangat terbuka untuk diikuti oleh komunitas atau orang lain, demi keberlangsungan skena musik Bali dan Indonesia pada umumnya.
“Tentu saja program ini harus berjalan lagi, harus sustain. Model workflow seperti ini, kami terbuka untuk ditiru siapa saja. Misalkan di luar Bali, ada yang mencontoh apa yang dilakukan PTC, silahkan. Begitu juga temen-temen di Bali, “oke aku ga mau gabung PTC, aku mau bikin model kaya begini”, silakan. Jadi setidaknya skena musik tau dan paham bahwa hal seperti ini sangat bisa dilakukan,” tutup Saylow.