Seorang peternak ayam untuk keperluan upacara kewalahan melayani permintaan aneka jenis ayam banten di rumahnya di Dusun Pekarangan, Desa Ngis, Karangasem. Terlebih saat musim ngaben massal Juli-Agustus 2022 ini.
Lebih dari dua tahun pandemi Covid-19, pada 2022 ini, warga Bali mulai menghelat upacara massal yang melibatkan seluruh banjar, desa, atau klan. Salah satu peluang ekonomi yang jarang dikembangkan adalah budidaya hewan upakara.
Kadek Andari dan Nengah Geria, pasangan peternak babi, ayam, dan sapi ini sangat sibuk mengurus ternak sambil ngayah persiapan dan selama Ngaben massal di banjarnya. Terlebih hampir tiap hari ada pembeli hendak mencari aneka ayam banten. Banyak yang tidak bisa dipenuhi.
Tak hanya ayam untuk keperluan banten yang laris, juga sejumlah jenis hewan lain. Ternyata jenis satwa dalam upacara di Bali cukup banyak. Ada yang dimakan setelah dilungsur, ada juga yang hanya sebaga simbol. Biasanya karena satwa langka atau dilindungi.
Misalnya Penyu Hijau. Salah satu pusat penangkaran penyu dan taman edukasi adalah TCEC Serangan. Bali jadi salah satu pusat perdagangan penyu ketika tidak ada pengaturan penggunaan, untuk konsumsi dan upacara agama. Kini, Penyu Hijau adalah satwa dilindungi. Para pihak kemudian berupaya mengurangi perdagangan ini dengan menentukan cara perolehan dan ukuran penyu yang bisa digunakan. Di sebuah kolam khusus, ada tukik atau anak penyu yang dibesarkan, dan disediakan untuk upacara dengan syarat tertentu.
Nah, jenis-kenis satwa lain dipaparkan dalam makalah Jenis Hewan Upakara dan Upaya Pelestariannya oleh Komang Budaarsa dan Ketut Mangku Budiasa, Grup Riset Kajian Nutrisi Ternak Nonruminansia Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang disampaikan pada seminar hewan upakara-Fapet Unud, 29 Oktober 2013.
Dalam makalah ini juga ditulis hitung-hitungan kebutuhan hewan banten yang luar biasa di Bali. Sebagai ilustrasi, di Bali terdapat 1.488 desa adat (Pers.com MDP Bali, 2013), masing-masing mempunyai minimal mempunyai tiga pura (kayangan tiga), sehingga jumlah kayangan tiga = 3 × 1.488 = 4.464 buah. Jika diasumsikan setiap kayangan tiga ngodalin 2 kali setahun, maka dalam setahun akan terjadi 2 × 4.464= 8.928 odalan.
Setiap odalan minimal akan mecaru abrumbunan, maka untuk keperluan odalan di pura kayangan tiga saja setahun diperlukan ayam berumbun 8.928 ekor. Belum lagi upacara yang lain, di antaranya: odalan di pura kahyangan jagat, pura swagina, pura paibon, melaspas rumah, bangunan, atau ngeruwak, dan lain-lain.
Mereka membagi kebutuhan satwa dalam beberapa kelompok, yakni:
Hewan suku pat
Yang dimaksud suku pat adalah hewan yang berkaki empat. Hewan suku pat umumnya dari kelas mamalia. Ciri umum dari mamalia antara lain: mempunyai kelenjar susu (Glandula mamae) pada hewan betina, mempunyai rambut (bukan bulu) pada seluruh tubuhnya, serta mempunyai kemampuan bergerak sangat cepat. Hewan upakara suku pat ini lebih banyak dari golongan ruminansia diantaranya: sapi, kerbau, kambing, namun ada juga dari nonruminansia, contohnya babi dan anjing.
Soroh Kedis
Kedis yang dimaksud di sini adalah hewan dari bangsa burung atau aves atau unggas. Aves atau burung termasuk hewan berdarah panas dan berkembangbiak dengan telur. Sampai saat ini dikenal sekitar 8.000 spesies burung di seluruh dunia, yakni 20% dari hewan bertulang belakang. Indonesia memiliki sekitar 1.500 spesies burung. Sebagaian besar hewan bangsa burung yang digunakan sebagai hewan upakara adalah jenis unggas yang sudah didomistikasi dan dibudidayakan. Contohnya ayam, itik angsa dan lain-lain.
Isin alas
Isin alas yang dimaksud di sini adalah hewan yang didapat atau habitat hidupnya di hutan. Tidak dibedakan apakah hutan yang dimaksud adalah hutan lindung, hutan industri, kebun raya atau swaka marga satwa. Hewani isin alas ini umumnya mempunyai daya tahan hidup (survive) yang baik. Hal ini diperlukan mengingat di hutan berlaku hukum rimba, yang kuat yang menang. Dibutuhkan pertahanan yang tangguh untuk bisa selamat dari predator. Hewani isin alas ini mencakup kelas hewan Vertebrata, mulai mamalia, burung, dan reptil.
Isin tukad
Isin tukad adalah segala jenis hewan upakara yang diambil atau habitat hidupnya di sungai. Hewan tersebut termasuk kelas Crustasea dan hewan bertulang belakang yakni ikan (Pisces). Kepiting dan udang adalah kelas Crustasea yang paling sering digunakan. Sedangkan dari bangsa ikan yang umum digunakan antara lain: ikan nyalian, lele, deleg (ikan gabus) dan lain-lain.
Isin carik
Hewan upakara isin carik yang dimaksud adalah hewan yang diambil atau habitatnya di sawah. Hewan isin carik ini mencakup serangga (insekta), ampibi, ikan dan moluska. Sekarang dengan intensifnya pemakaian insektisida dan pencemaran air sungai yang mengairi sawah, hewan-hewan tersebut semakin sulit ditemukan.
Isin pasih
Hewan upakara isin pasih adalah hewan yang diambil atau habitatnya ada di laut. Hewan upakara ini berupa ikan dan penyu. Banyak sekali jenis ikan yang hidup di laut, namun hanya ikan tertentu saja yang digunakan. Demikian juga penyu, tidak semua jenis penyu yang digunakan. Apalagi bebrapa jenis penyu keberadaanya sudah langka.
Gumatat-gumitit
Hewan upakara gumatat gumitit adalah sebutan untuk hewan yang kecil-kecil, umumnya dari golongan serangga (insekta). Hewan yang digunakan bisa berupa hewan dewasa, bisa juga dalam bentuk larva dari hewan tersebut. Namun, serangga juga makin berkurang karena cemaran di sumber air.
Nah, apakah Bali bisa memenuhi kebutuhan satwa upacaranya sendiri? Jika tidak, berarti ada masalah lingkungan atau inovasi untuk budidayanya.