Sobat Budaya Berdiri pada 2 Juli 2014 di Kota Bandung.
Yayasan ini bertujuan untuk membangun dan mengembangkan Perpustakaan Digital Budaya Indonesia serta mendorong upaya pelestarian budaya Indonesia.
Selain itu, Sobat Budaya juha melakukan penelitian, promosi, pendidikan, partisipasi dan apresiasi masyarakat sebagai bagian dari pengembangan budaya Indonesia.
Sobat Budaya berangkat dari kepedulian terhadap budaya Indonesia yang sangat beragam. Keragaman budaya Indonesia seringkali kurang terawat akibat kehilangan pendukung budayanya atau klaim negara lain.
Maka dari itu, Sobat Budaya hadir untuk menghimpun data budaya Indonesia melalui Gerakan Sejuta Data Budaya (GSDB).
Data-data budaya yang telah terkumpul akan dimasukkan ke dalam perpustakaan digital berbentuk website budaya-indonesia.org. Selanjutnya, Sobat Budaya akan mendaftarkan data-data budaya tersebut ke World Intellectual Property Organization (WIPO) sebagai bentuk perlindungan budaya dari klaim, serta untuk kepentingan penelitian selanjutnya.
Penggalangan dukungan GSDB dilakukan dengan membentuk komunitas Sobat Budaya di berbagai daerah di Indonesia. Ada sekitar 30 daerah telah menyatakan dukungan terhadap gerakan ini, salah satunya Bali.
Komunitas Sobat Budaya Bali baru terbentuk pada Agustus 2014. Keberadaan komunitas ini untuk membantu pendataan budaya di Bali. Bentuk kegiatannya berupa ekspedisi, penelitian dan pendataan budaya.
Pada Agustus 2014, Bali terpilih menjadi tujuan pertama peliputan ekspedisi Sobat Budaya dan RCTI untuk program kerja sama “Mencari Indonesia”.
Program “Mencari Indonesia” bertujuan untuk mempublikasikan elemen-elemen budaya Indonesia yang menarik namun tidak terekspos, dapat memberikan khazanah dan inspirasi yang kuat bagi masyarakat, namun dalam situasi genting karena terancam punah atau diklaim oleh negara lain.
Ekspedisi Bali dalam program “Mencari Indonesia” berlangsung pada 6-10 Agustus 2014. Ekspedisi ini turut menghadirkan Ayushita Nugraha, salah satu artis yang juga mendukung gerakan ini.
Ada beragam jenis konten yang akan diliput, yaitu ornamen, arsitektur, tarian, alat musik, ritual, naskah dan prasasti.
Kerajinan perak di Desa Celuk menjadi konten pertama. Kerajinan perak di Desa Celuk telah menjadi daya tarik wisata domestik dan mancanegara. Ada sekitar 1.000 pengrajin perak di desa tersebut. Pada tahun 2008 sudah lebih dari 800 motif kerajinan perak asal Bali yang di klaim oleh warga negara asing.
Hal itu mengakibatkan banyak permasalahan di antaranya, perajinan yang mau melakukan ekspor produk ke luar negeri harus berurusan dengan hukum karena tuduhan plagiarisme dan masyarakat harus berkarya ditengah kecemasan ancaman hukuman.
Berikutnya, konsep arsitektur Asta Kosala-Kosali di Puri Ubud. Ubud dikenal dengan berbagai daya tarik wisata sehingga berdampak pada munculnya penginapan modern. Pada dasarnya Bali telah memiliki konsep tradisional dalam bidang arsitektur “Asta Kosala-Kosali”.
Puri Ubud menjadi suatu ikon Ubud masih menerapkan konsep itu meski digempur oleh pesatnya pariwisata.
Selain Puri Ubud, daya tarik lain adalah kelompok seni tari dan tabuh bernama Sekaha Gunung Sari Desa Peliatan. Kelompok seni ini telah berdiri sejak 1927. Secara turun-temurun, Sekaha Gunung Sari masih melestarikan gaya tari dan tabuh gamelan yang khas Desa Peliatan.
Konten lain adalah organisasi subak di kawasan Jatiluwih. Kawasan Jatiluwih merupakan salah satu kawasan yang dikukuhkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD). Selain keindahan hamparan teraseringnya, subak menjadi hal yang vital dalam pengairan sawah.
Namun, subak masih kurang mendapat perhatian pemerintah meskipun telah dinobatkan menjadi WBD.
Kemudian, perjalanan berlanjut ke museum lontar Gedong Kirtya Singaraja. Lontar merupakan manuskrip daun lontar dalam bahasa Bali dan huruf Romawi yang berisi berbagai cerita dan sejarah terkait dengan kehidupan Bali pada masa lampau.
Selain Gedong Kirtya, ada pula Masjid Agung Jami di Singaraja yang menyimpan sebuah Mus’haf Al Qur’an yang ditulis sendiri oleh salah satu keturunan Raja Buleleng. [b]