Menjelang Pemilu 2024, Dewan Pers mengadakan workshop peliputan Pemilu 2024 di Hotel Swiss-Belresort Watu Jimbar, Sanur, pada Senin (31/07). Workshop tersebut dihadiri oleh pemimpin redaksi dari berbagai media di Bali. Dalam acara tersebut hadir 5 pembicara yang masing-masing menyampaikan materi berbeda terkait Pemilu 2024 yang dibagi ke dalam 2 sesi berbeda.
Pada sesi pertama, materi disampaikan oleh tiga pembicara, yaitu Tri Agung Kristanto sebagai perwakilan Dewan Pers, I Dewa Agung Gede Lidartawan sebagai Ketua KPU Bali, dan Wayan Wirka sebagai Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu Bali. Sementara materi pada sesi kedua disampaikan oleh Agung Astapa sebagai Ketua KPID Bali dan Wahyu Dhyatmika sebagai pemateri dari Tempo.
Tri Agung menyampaikan materi terkait peran pers dalam demokrasi, yang di dalamnya tersebut Pemilu. Dalam materinya, Tri Agung juga menjelaskan prinsip-prinsip peliputan Pemilu, seperti independensi pers dan wartawan, imparsialitas, keberimbangan, hingga berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik. Tri Agung juga menjelaskan bahwa sikap netral atau ketidakberpihakan wartawan menjadi penting dalam Pemilu.
Sementara itu, Ketua KPU Bali Gede Lidartawan menjelaskan aturan-aturan yang diberlakukan dalam proses kampanye Pemilu dengan harapan para wartawan dapat turut menjadi watchdog dalam proses tersebut. Materi yang disampaikan Gede Lidartawan adalah ringkasan dari Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu. Ia juga ingin mengajak Parpol untuk mengurangi penggunaan alat berbahan plastik dalam kampanye, seperti baliho. Bagi Gede, hal tersebut tidak esensial.
Tidak jauh berbeda dari Gede Lidartawan, materi terakhir pada sesi satu disampaikan oleh Wayan Wirka sebagai perwakilan Bawaslu Bali dengan materi mengenai UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang di dalamnya memuat hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama proses Pemilihan Umum. Bahkan, Wayan Wirka juga sependapat dengan Gede Lidartawan terkait green election, seperti pengurangan baliho, hingga penggunaan bahan-bahan ramah lingkungan untuk kampanye Pemilu.
Sementara itu, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Bali (KPID Bali) Agus Astapa menyampaikan hal-hal teknis terkait kampanye Parpol yang dilakukan di media-media siaran, seperti TV dan Radio. Ia menyampaikan bahwa stasiun TV hanya dapat menampilkan maksimal 30 detik iklan kampanye, sementara radio memiliki waktu 60 detik pada setiap stasiun radio setiap harinya. Selain itu, Agus Astapa juga menyampaikan beberapa hal yang menjadi objek pengawasan penyiaran, antara lain pengawasan konten siaran, pengawasan terhadap perlindungan kelompok rentan, pengawasan iklan, pengawasan standar teknis siaran, pengawasan terhadap pelanggaran hukum, hingga pembinaan dan pengembangan industri penyiaran di Indonesia.
Terakhir, materi oleh Wahyu Dyatmika terkait penerapan jurnalisme data dalam peliputan Pemilu menjelaskan tentang pentingnya jurnalisme data sebagai cara peliputan yang dapat menjelaskan kedalaman isu dan menjelaskan konteks secara lebih mendalam. Wahyu juga menyajikan beberapa contoh liputan jurnalisme data terkait Pemilu yang dilakukan baik di dalam negeri maupun di dalam negeri, seperti The Guardian yang memperlihatkan swing states pada Pemilu Inggris 2005 atau situs Bijak Memilih yang membuat tentang profil setiap calon yang disertai dengan isu dan kepentingan tiap partai atau kandidat. Tidak hanya itu, Wahyu juga menyuguhkan beberapa laman yang mungkin berguna bagi para audiens dalam mencari data, seperti bpk.go.id terkait data hasil audit BPK, elhkpn.kpk.go.id terkait data kekayaan para pejabat publik, atau Satu Data Indonesia terkait data-data secara umum yang dapat membantu membangun konteks liputan.