Pariwisata seperti candu memabukkan.
Bila kenikmatannya merasuki jiwa dan seketika dihentikan, maka dia membuat sang penikmatnya menggelepar ketagihan. Persis seperti itu yang terjadi pada pariwisata Bali termasuk Nusa Penida yang berkembang dengan pesat sejak tahun 2014.
Perkembangan Nusa Penida, gugusan pulau di Kabupaten Klungkung, Bali banyak dikunjungi karena memiliki objek wisata alam yang indah. Pariwisata Nusa Penida berkembang dengan pesat membuat masyarakat kecanduan mendapat uang dengan mudah. Seketika semua beralih profesi menjadi pengusaha dan pelaku pariwisata.
Kebun yang tadinya ditanami singkong dialih fungsikan menjadi penginapan. Warga yang tadinya menjadi buruh bangunan kemudian belajar menyopir menjadi pengantar wisatawan. Ada juga yang tadinya punya pengalaman minim di bidang memasak ditambah belajar di YouTube lalu membuka restoran.
Yang punya modal dan keberanian lebih membeli kapal cepat (speed boat) dan membuat beach club. Celakanya para pengusaha lokal itu hampir semuanya akses dana ke bank. Ketika terjadi virus corona yang menyebabkan tak ada wisatawan sama sekali, semuanya “menggelepar”.
Perkembangan pariwisata di Nusa Penida menyisakan sejumlah masalah. Perkembangan begitu pesat membuat pembangunan infrastruktur kalah cepat. Misalnya saja jalan raya baru belakangan diperbaiki. Air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sering mati. Pelabuhan yang representatif pun belum ada.
Begitu pula daya dukung lingkungan. Pengelolaan sampah masih belum memadai. Sampah sering terlihat menumpuk di beberapa lokasi dan ladang masyarakat. Selain masalah itu, tak kalah pelik tentang sumber daya manusia yang masih minim. Tentang bagaiamana keterampilan (skill), sikap (attitude), dan pengetahuan (knowledge) yang masih minim. Bila dibiarkan akan menurunkan citra baik suatu destinasi.
Tawaran
COVID-19 yang mewabah ke seluruh dunia menyebabkan semua perekonomian lumpuh termasuk sektor pariwisata. Demikian pula pariwisata Nusa Penida yang baru enam tahun menggeliat. Bila tidak dilakukan pembenahan keberlanjutan, pariwisata Nusa Penida dikhawatirkan keberadaannya. Untuk itu wabah COVID-19 ini bisa menjadi momentum untuk introspeksi bersama.
Secara sadar kita harus akui ada kesalahan pengelolaan pariwisata Nusa Penida. Setelah adanya kesadaran bersama, baru kita benahi bersama-sama. Konsep pengelolaan tiga pulau satu manajemen perlu dilakukan dengan momentum matinya pariwisata akibat virus corona.
Caranya adalaha dengan membentuk satu Badan Pengelola Pariwasata Nusa Penida. Tugasnya mengelola objek wisata, sumber daya manusia, infrasruktur dan sosial budaya masyarakat.
Sedangkan para penginapan yang terbelit utang tak bisa membayar utang di bank bisa melakukan negoisasi dengan bank. Mereka bisa membentuk holding atau perusahan induk yang menaungi seluruh penginapan di Nusa Penida dengan penjamin investor yang pro pemberdayaan masyarakat dan pariwisata berkelanjutan. Mungkin bisa koperasi atau atau apalah istilahnya yang menyuntikan dana segar agar bisa bayar utang dan perbaikan manajemen secara keseluruhan.
Tentunya pemilik tetap pemilik penginapan saham senilai akurasi tim penilai. Kemudian ada pengelola yang profesional sehingga melatih sumber daya manusia (SDM), memperbaiki standar properti dari pendanaan baru dan terutama karena perusahaan induk yang mengelolanya satu, maka perang harga tidak terjadi.
Demikian pula jumlah kamar di Nusa Penida diatur oleh holding sehingga tidak ada lagi istilah kelebihan kamar. Bila ada wabah seperti virus corona ini terjadi pun semua akan siap. Tak ada kelabakan lagi
Begitupula speed boat dan pemilik kendaraan pengantar tamu. Bisa masing-masing menyatukan diri membuat perusahaaan bersama. Istilahnya membuat perusahaan induk berdasarkan bisnis utamanya. Sehingga tak ada istilah kebanyakan boat yang menyebabkan kekurangan penumpang. Perang harga juga bisa dihindari. Demikian pula sopir. Tak ada saling membanting harga dan standar mobil. SDM juga bisa disamakan dan diperbaiki.
Bila tawaran itu bisa dilakukan, masalah manajemen pulau telah diatur Badan Pengelola Pariwisata, sedangkan perusahaan-perusahaan akomodasi sejenis bisa menggabungkan diri untuk menghindari kejadian gagal bayar bank. Selain itu perang harga dan standardisasi kualitas pelayanan pun akan bisa dibenahi sehingga kualitas pariwisata Nusa Penida akan lebih baik lagi setelah pandemi. [b]