Gerombolan Pemburu Batu akan berpameran bersama di Bentara Budaya Bali.
Kelompok kreator lintas bidang yang menyebut diri Gerombolan Pemburu Batu (Bol Brutu) tersebut akan mengetengahkan karya-karya visual yang selama ini termarjinalkan.
Pembukaan pameran bertajuk “Abhayagiri: Situs-Situs Marginal di Pegunungan”akan dilakukan Minggu petang ini di Bentara Budaya Bali (BBB), Jl. Prof. Ida Bagus Mantra No. 88A, Ketewel.
Kelompok Bol Brutu asal Yogyakarta ini terdiri dari perupa, akademisi, peneliti, pengamat sosial budaya. Mereka antara lain Kris Budiman, Putu Sutawijaya, Apriadi Ujiarso, Boen Mada, Cuk Riomandha, Darwi Made, Edy Hamzah, Ida Fitri, Linggar Saputra Wayan, Ninuk Retno Raras, Nur Cahyati Wahyuni, Vembri Waluyas, Wahyu Wiedy Aditantra.
Menurut Kris Budiman, dalam tulisannya, marginalitas dapat dibatasi di sini sebagai kondisi petilasan yang relatif masih terpinggirkan atau tersingkirkan. Dimensi spasialnya terutama dilihat dari lokasinya yang relatif masih sulit dijangkau atau jaraknya yang jauh dari pusat, entah itu pusat ekonomi, politis, ataupun pusat-pusat perkembangan arus-utama yang lain.
“Pameran ini merupakan sebuah upaya untuk mengapresiasi situs-situs purbakala yang termarjinalkan dan belum mendapatkan apresiasi semestinya,” ungkap akademisi Universitas Gadjah Mada ini.
Situs-situs dari zaman klasik (Abad VIII-XV) menjadi fokus pameran kali ini. Adapun karya-karya visual Bol Brutu tentang situs-situs marginal tersebut dapat dinikmati oleh umum hingga 20 Februari 2016 mendatang.
Tajuk “Abhayagiri”, yang bermakna ‘gunung atau bukit yang damai’, meminjam nama Situs Ratu Boko di Yogyakarta—sebagaimana disebutkan dalam sebuah prasasti bertarikh 792 M yang mengungkap peristiwa pembangunan sebuah bangunan suci di atas bukit, Abhayagiri Vihara, oleh Rakai Panangkaran.
Dengan demikian, frasa selengkapnya dapat dimaknai sebagai ‘vihara di atas bukit yang damai, bebas dari bahaya’.
Melalui logika metonimik, substansi vihara ini dapat kita ganti dengan candi atau situs kepurbakalaan; sementara giri, tepatnya: abhayagiri, di sini mewakili kawasan atau suasana pegunungan.
“Abhayagiri” bukanlah eksibisi perdana dari kelompok yang didirikan oleh Kris Budiman, Cuk Riomandha, Ery Jabo dan Putu Sutawijaya ini, sebelumnya Bol Brutu telah menyelenggarakan berbagai pameran seperti How Brutu Are You, Bergana Boleh Saja yang digelar di berbagai kota. Kelompok ini juga sempat merilis buku bertajuk Arca dan How Brutu Are You.
Menurut Putu Aryastawa, penanggungjawab teknis pameran BBB, pameran ini senapas dengan semangat kuratorial Bentara Budaya yang memberi ruang kepada seni-seni atau program kultural klasik, tradisi maupun modern yang “terpinggirkan” atau belum memperoleh apresiasi serta publikasi semestinya.
“Pameran oleh Bol Brutu termasuk dalam kelompok seni yang selama ini belum mendapat apresiasi tersebut,“ ungkapnya. [b]