Konferensi pers UWRF di ARTOTEL Sanur. Foto oleh: I Gusti Ayu Septiari
Festival sastra tahunan, Ubud Writers & Readers Festival (UWRF), kembali hadir dengan edisi ke-21 pada 23-27 Oktober 2024. Lebih dari 70 penulis, seniman, aktivis, akademisi, dan pegiat kebudayaan Bali akan meramaikan festival ini, berbagi panggung dan menjadi bagian dari lebih dari 250 pembicara yang dihadirkan dari berbagai penjuru Indonesia dan dunia, mulai dari India, Australia, Korea Selatan, Palestina, Amerika Serikat, hingga Malta.
UWRF tahun ini mengambil tema ‘Satyam Vada Dharmam Chara: Speak the Truth, Practice Kindness’, terinspirasi dari epik Mahabharata dan dikaitkan dengan konsep filosofi Hindu Bali ‘Tri Pramana’, menekankan pentingnya mengamalkan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan melalui Bayu (kemampuan untuk hidup), Sabda (kemampuan untuk bersuara), dan Idep (kemampuan untuk berpikir). Sebagai festival sastra, UWRF ingin mendorong peran penulis dalam mempromosikan kedua nilai ini melalui karya-karyanya.
Dalam konferensi pers yang diselenggarakan 10 Oktober 2024 di ARTOTEL Sanur, hadir beberapa pembicara perempuan yang akan mengisi UWRF, salah satunya Oka Rusmini. Ia menyampaikan bagaimana karya-karya penulis perempuan Bali seperti dirinya menjadi bentuk interpretasi modern dari tema ini. “Ia tidak hanya sekadar menyampaikan kebenaran, tetapi juga mengajak pembaca untuk berempati, berrefleksi, dan bertindak. Karya-karyanya menjadi cerminan dari semangat zaman yang terus berubah, di mana nilai-nilai kebenaran dan kebaikan terus relevan, namun cara kita memahami dan mengimplementasikannya terus berkembang”, ujarnya. Saat festival nanti, penulis bernama lengkap Ida Ayu Oka Rusmini ini akan mengisi sesi Bali Through Her Eyes yang akan mengeksplorasi perspektif dan pengalaman perempuan Bali dalam melihat dan memaknai pulau ini.
Selain perempuan, topik penting lain yang juga disorot oleh UWRF adalah terkait pembangunan berlebihan di Bali. Sesi bertajuk Overdevelopment in Bali akan menghadirkan aktivis dan Anggota DPD RI Niluh Djelantik, arsitek dan dosen Universitas Warmadewa I Nyoman Gede Mahaputra, dan akademisi lingkungan dari Universitas Gadjah Mada, Agung Wardhana. Akan ada juga diskusi Bali Net Zero Emissions Coalition: A Collaborative Effort to Transform Climate Ambition into Action, Building Ubud Low Emission Zone through A Walkable Village, dan To Sustainable Future and Beyond: Ensuring a Just EV Transition for Bali’s people yang diselenggarakan atas kolaborasi dengan WRI Indonesia dan Koalisi Bali Emisi Nol Bersih.
Turut hadir pula Carma Mira, penulis dan dosen sastra Jawa Kuno kelahiran Getakan, Klungkung. “Menulis dengan bahasa Bali adalah salah satu bentuk komitmen saya untuk melestarikan dan merawat kekayaan budaya Bali… Saya sebagai salah satu penutur bahasa Bali ingin ikut berkontribusi dalam memperkaya khazanah sastra Bali.” ujarnya. Beberapa program yang akan ia isi adalah Balinese Palm-Leaf Manuscript Crafting Experience, sebuah lokakarya penulisan lontar Bali, dan Mesatua Bali, Fun with Balinese Stories di mana ia akan membawa dan mempromosikan cerita-cerita Bali kepada anak-anak usia 6-8 tahun.
Sedangkan Pranita Dewi, penyair Bali yang puisi-puisinya telah diterbitkan dan diterjemahkan ke Bahasa Prancis, Bahasa Inggris, dan Bahasa Thailand, akan meramaikan panggung-panggung pembacaan puisi di UWRF tahun ini, mulai dari Women’s Poetry Slam, Poetry Night at Casa Luna, hingga 2024 Festival Poetry Slam. “Sebagai festival yang sudah berusia 21 tahun, tentu festival ini mempunyai dampak yang sangat besar sebagai wadah untuk masing-masing penulis yang telah lahir, atau justru yang baru lahir untuk berjejaring satu sama lain,” ungkapnya.
Tahun ini, UWRF juga akan memberikan persembahan bagi dua tokoh besar Bali, yakni Cok Sawitri dan Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus. Cok Sawitri adalah seorang penulis, novelis, penyair, penulis naskah, dan seniman pertunjukan asal Sidemen, Karangasem. Ia berpulang pada 4 April 2024, meninggalkan warisan yang berharga bagi lanskap seni dan budaya Bali. Dalam Tribute to Cok Sawitri, penari dan koreografer Ayu Anantha Putri, penyair, esais, editor, dan kurator seni Warih Wisatsana, seniman tari dan dosen Ida Ayu Wayan Arya Satyani (Dayu Ani), koreografer kelahiran Turki Jasmine Okubo dan jurnalis Wayan Juniartha akan memberikan penghormatan bagi Tokoh Seni Pilihan Tempo 2018 untuk kategori Seni Pertunjukan ini.
Sementara itu, Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus adalah akademisi kelahiran Peguyangan, Denpasar. Ia dikenal sebagai The Father of Balinese Studies karena kontribusinya terhadap ilmu pengetahuan dan pelestarian budaya Bali, salah satunya melalui karya-karya dan pendirian institusi-institusi akademik yang kemudian menjadi pusat pemikiran terkemuka di bidang ini. Putranya, I Gusti Ngurah Nitya Santhiarsa, akan membuka malam penghormatan untuknya, diikuti oleh penulis dan profesor sastra Indonesia Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., dan Oka Rusmini.
Janet DeNeefe, Pendiri & Direktur UWRF, menyampaikan bahwa dua tokoh ini telah meninggalkan warisan yang begitu mendalam bagi Bali dan masyarakatnya. “Melalui persembahan ini, kami ingin memberikan penghormatan sekaligus perayaan bagi sosok Cok Sawitri dan Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus. Sebagai festival yang lahir dan besar di Bali, kami juga ingin turut memastikan bahwa warisan-warisan keduanya tetap hidup dan, harapannya, dapat terus menginspirasi generasi-generasi muda Bali ke depan,” ujarnya.
Nama-nama Bali lain yang akan turut mengisi program-program ini mencakup Wayan Jengki Sunarta, Made Adnyana Ole, Bagus Ari Saputra, Ni Nyoman Ayu Suciartini, Tan Lioe Ie, Kadek Sonia Piscayanti, Putu Juli Sastrawan, Nirartha Bas Diwangkara, Sugi Lanus, Wayan Wardika, dan banyak lagi.