Molly, gajah betina berusia 45 tahun yang berada di Bali Zoo ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa pada Selasa, 17 Desember 2024 di Sungai Cengceng, Sukawati, Gianyar. Gajah Sumatera ini terseret arus akibat hujan deras pada Senin, 16 Desember 2024.
“Usaha pencarian Molly memakan waktu 15 jam sejak hilang pukul 03.30 WITA dan ditemukan 06.30 pagi di kemudian hari,” ungkap Emma Chandra, Public Relations Bali Zoo. Menurut keterangan pihak Bali Zoo, Molly saat itu bersama gajah lain bernama Tina sedang dipandu oleh mahout (pawang gajah) untuk kembali ke holding area setelah menyelesaikan kegiatan sosialisasi rutin. Rute perjalanan menempuh Sungai Wos yang biasanya dilewati oleh gajah di Bali Zoo.
“Air sungai sebelumnya tenang dan Tina sudah berhasil menyebrang. Dan ternyata Molly ingin segera menyusul. Ketika Molly sedang berada di tengah, debit air tiba-tiba naik,” ungkap Ratna Hendratmoko, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali dalam jumpa pers pada 17 Desember 2024. Hujan deras yang terjadi menyebabkan debit air sungai meningkat secara tiba-tiba dan menciptakan arus yang sangat deras. Hal tersebut menyebabkan Molly kehilangan keseimbangan dan terseret arus.
Mahout yang saat itu berada di lokasi berusaha untuk mengejar Molly, tetapi tidak berhasil. Mahout pun berupaya mencari pertolongan. Bali Zoo melakukan pencarian dengan berkoordinasi bersama BKSDA Bali, BPBD Gianyar, serta melibatkan masyarakat setempat. Pencarian dilakukan menyusuri aliran sungai dan area sekitarnya secara manual dengan bantuan pemantauan lapangan. Hingga akhirnya Molly ditemukan tidak bernyawa keesokan paginya pada pukul 17 Desember 2024.
Jarak antara Sungai Wos dan tempat Molly ditemukan berada 2,8 km jauhnya. Menurut keterangan pihak Bali Zoo, gajah sangat menyukai air dan sudah terbiasa bermain di Sungai Wos, terutama saat musim hujan seperti sekarang ini. “Kejadian kemarin itu musibah karena kita tidak pernah melihat debit air yang sebesar itu sebelumnya, bahkan hujan deras itu sangat umum terjadi. Semua binatang itu suka hujan,” ungkap Ade, penanggung jawab satwa di Bali Zoo.
Saat ini, pihak Bali Zoo bersama beberapa pihak lainnya fokus dalam proses evakuasi untuk membawa Molly kembali ke Bali Zoo. Proses evakuasi dilakukan dengan berhati-hati mengingat bobot Molly 2,5 ton, sehingga diperlukan alat berat untuk mengangkut tubuh Molly.
Sebelumnya, dua tim dokter dan paramedis telah diturunkan karena posisinya belum memungkinkan untuk melakukan assessment secara keseluruhan. “Yang baru tadi kami lihat adalah kemungkinan ada patah di kakinya. Kalau luka sendiri, luka fisik ada goretan di telinganya yang tadi mencuat di telinga kiri, tapi kecil, tidak terlalu signifikan,” ungkap Ade.
Ada kemungkinan perut Molly kembung karena kemasukan air dan kasus ini rentan terjadi pada gajah. Tanda-tanda kembung muncul ketika nafsu makan gajah menurun dan jumlah kotorannya sedikit. Selain itu, kondisi arus terlalu deras dan cuaca yang terlalu dingin dapat menyebabkan hipotermia.
“Nanti planningnya adalah pertama kami akan evakuasi dulu Molly dari TKP. Setelah itu kami akan coba buka sedikit untuk gasnya karena khawatir nanti meledak mungkin. Jadi kami harus toleh bagian perutnya. Tapi untuk penyebab kematian memang pure tenggelam,” ujar Ade. Upaya lain yang saat ini dilakukan adalah pemasangan rantai dan tali di tubuh Molly untuk mengantisipasi kenaikan debit air secara tiba-tiba. Bali Zoo juga tengah berkoordinasi dengan pihak desa terkait kemungkinan adanya penebangan pohon karena ada alat berat yang akan masuk.
Molly merupakan satu dari 15 gajah yang ada di kawasan konservasi Bali Zoo. Namun, dengan kepergian Molly, spesies gajah di Bali Zoo hanya tersisa 14. Molly merupakan titipan BKSDA Jawa Tengah yang datang ke Bali pada tahun 2013. Ia dikenal sebagai gajah yang baik dan bersahabat.