Mari berdoa untuk yang terbaik, tetapi bersiaplah untuk yang terburuk.
Mitigasi artinya mengurangi dampak buruk. Bisa dari bencana alam dan peristiwa lain. Sejumlah peristiwa bencana alam besar memperlihatkan semakin berdaya warga melakukan mitigasi, risikonya bisa jauh berkurang.
Nah, saat ini Bali menghadapi kesiapsiagaan karena Gunung Agung sudah dinyatakan di level tertinggi untuk harus waspada. Level IV, awas, alert. Apakah warga di daerah rawan bencana atau di luar itu sudah mengetahui. Apa sistem peringatan dini yang harus direspon?
Berikut hal yang dirangkum dari perjalanan pembelajaran beberapa hari ini. Silakan tambah atau koreksi di kolom komentar, ya.
Pertama, peringatan evakuasi di kawasan rawan bencana (KRB).
Warga sudah diminta meninggalkan tempat tinggal jika berada dalam radius 9-12 km dari kawah. Otoritas perlu memasang tanda-tanda di area masuk radius kawasan rawan bencana.
Sudah adakah? Apa yang dilakukan untuk yang bolak balik menengok rumah?
Kedua, peringatan dini.
Kongres Badan Meteorologi Dunia memberikan kesimpulan, sistem peringatan dini tak cukup lagi menyelamatkan semua. Harus didukung tanggap di hilir, meningkatkan respon masyarakat.
Dalam konteks mitigasi apa peringatan dini berbasis teknologi dan tradisional yang disiapkan? Bagaimana antisipasi jika listrik terputus?
Bagaimana sosialisasinya? Warning Receiver System (WRS)? Sistem alarm/sirene seperti apa? Kita harus memastikan jalur evakuasi bencana tidak terhambat kendaraan pribadi.
Ketiga, sumber informasi.
Pastikan semua informasi yang kita peroleh berasal dari sumber-sumber resmi. Biar tidak termakan hoax.
Karena itu perlu pastikan apakah sudah punya referensi sumber informasi yang kredibel soal situasi terkini. Apa akun media sosial pemerintah/BPBD? Radio frekuensi berapa? No telepon darurat? Jika sistem komunikasi online terputus, bagaimana informasi ini digemakan?
Empat, siapkan tas darurat.
Walau tak masuk dalam kawasan rawan bencana, tidak ada salahnya menyiapkan satu tas darurat berisi hal paling penting seperti surat-surat, uang tunai, baju, dan sedikit makanan.
Pastikan tas darurat selalu siap kapan saja.
Kelima, solidaritas warga.
Dalam situasi apa pun, solidaritas warga untuk korban adalah kunci. Gelombang bantuan sangat penting, tapi bagaimana ini didistribusikan? Bagaimana alur pemerataan logistik ke tiap pos, apa yang bisa dilakukan untuk pengawasan penggunaannya?
Keenam, database.
Warga bisa merangkum serpihan data seperti pengungsi dan sumbangan jika belum ada database yang membantu mengarahkan penyaluran donasi. Juga mencatat dan merangkum data yang ditemukan di lapangan, jadi bisa menjadi cek ricek data lain. Di masa depan, data-data ini amat berguna untuk dianalisis.
Ketujuh, jangan panik.
Bicara gampang tapi pelaksanaan susah. 🙂
Banyak fakta yang membuktikan kepanikan lebih sering jadi sumber musibah dibanding bencana itu sendiri. Misalnya kecelakaan di jalan, kehilangan keluarga, dan lainnya.
Demikian. Mari terus siapkan diri jika akhirnya Gunung Agung erupsi sambil tetap berdoa agar dia segera kalem kembali. [b]