
Di tengah hiruk pikuk kehidupan malam di Seminyak, beberapa orang berkumpul dalam satu ruang aman. Uma Seminyak malam itu menjadi ruang aman yang inklusif.
Selama seminggu, QLC Bali bersama Southeast Asia Cultural Festival (SEAQCF) menyelenggarakan perayaan seni queer untuk komunitas keberagaman gender di Indonesia yang bertema DreAMs.
DreAMs lahir dari dua kata, ‘Dreams’ dan ‘I am’ yang menggambarkan bahwa mimpi bukan sekadar angan, melainkan bagian tak terpisahkan dari keberadaan manusia. Pameran ini menampilkan mimpi para seniman, terlepas dari gender dan latar belakangnya.
Sembari menunggu pemutaran film dimulai, kami menengok karya-karya yang terpajang di ruang pameran Uma Seminyak. Ternyata bukan hanya gambar, prosa dan puisi pun terpajang di dinding.

Memasuki area pameran, beberapa sticky notes tertempel di dinding. Ternyata beberapa pengunjung menempelnya dalam area ‘Letakkan Mimpimu Setinggi Mungkin’. Para pengunjung diajak menuliskan harapan, doa, dan impian, meninggikannya seolah menggapai langit. Mimpi, harapan, dan doa ditempel setinggi mungkin, sedangkan mimpi buruk dibuang dan diinjak tanpa ragu. Area berbentuk segitiga merah dibuat sebagai tempat sampah mimpi buruk.
Melirik ke area kiri pameran, salah satu puisi panjang menarik mata. Puisi tersebut berjudul One Day, karya Ndari asal Indonesia. “Puisi ini bercerita tentang perasaan terperangkap dalam keharusan untuk bersama laki-laki, dan harapan untuk suatu hari bisa merasakan keberanian yang cukup untuk bersama perempuan dan menjalani hidup seperti yang diinginkan,” begitu kata-kata yang tertulis dalam keterangan karya.
Ndari seolah menggambarkan seorang perempuan yang kehilangan jati dirinya ketika terperangkap bersama laki-laki. Perempuan itu merasakan sakit di setiap langkah yang ia ambil bersama laki-laki. Dalam mimpi-mimpinya ia ingin memiliki keberanian bersama perempuan yang ia cintai. Bukan sekarang, tetapi suatu hari nanti. Namun, mimpi itu terus ia sebut dalam setiap doanya.
Hadir pula beberapa seni dari seniman Vietnam, Kamez Nguyen berjudul Breaking Through! Karya seninya berbentuk ilustrasi digital, memperlihatkan dua laki-laki yang menerobos pintu satu demi satu. Ilustrasi tersebut menggambarkan pasangan minoritas seksual yang berlari ke depan, menerobos rintangan, hingga tiba di tempat tujuan yang bermandikan cahaya.
Karya digital juga dihadirkan oleh Kerru, seniman asal Singapura dengan judul Oh, for the Love of Women! Karya itu memperlihatkan dua perempuan yang tengah memeluk dalam cinta. Banyak detail-detail yang dipadukan dalam karya ini, seperti gambar burung, kerang, bunga, surat, dan pasangan perempuan lain yang digambar lebih kecil.
Melalui karya ini Kerru ingin memberikan penghormatan kepada cinta dan perjuangan untuk hak-hak dan kebebasan minoritas gender di Singapura, negara yang masih mendiskriminasi isu-isu minoritas gender dalam wacana publik. Dalam keterangan karyanya, Kerru memadukan ikonografi minoritas seksual dengan motif-motif sejarah dan diksi-diksi Sapphic.
Masih banyak karya dari seniman lainnya yang ditampilkan dalam perayaan seni tersebut. Selain itu, ada pula pemutaran film dalam pembukaan pameran pada 15 Februari 2025. Film yang ditampilkan merupakan film dokumenter hingga fiksi dari beberapa negara di Asia Tenggara.
Lima film ditampilkan malam itu, yaitu The Shappo Project: Fragment 147 dari Filipina; The Visible dari Brunei Darussalam; I’m Enjoy Being A Girl dari Malaysia; Ullit dari Filipina; dan Juju VS The Possibilities of Life, Love and Death dari Myanmar.
Halaman Uma Seminyak disulap menjadi mini teater. Tikar pandan digelar agar pengunjung dapat menonton dengan lebih santai. Film berdurasi paling panjang menyita perhatian penonton, yaitu film I’m Enjoy Being A Girl dari Malaysia dengan durasi kurang lebih 38 menit.
“Film ini adalah bagian dari proyek yang sedang berjalan, Anita dan Ava. Fotografi sebagai alat pemulihan diri yang membahas bagaimana dua teman masa kecil mengeksplorasi identitas gender mereka melalui fotografi saat mereka bertransisi ke masa dewasa,” terang pembawa acara.
Film tersebut menampilkan gabungan foto dan beberapa video yang di baliknya diisi oleh suara dua orang laki-laki. Salah satunya adalah suara Anita yang menjawab beberapa pertanyaan tentang perjalanan hidupnya bersama sahabatnya, Ava.
Dalam film tersebut penonton dapat menyaksikan pencarian jati diri bersama Ava dari tahun ke tahun. Pada satu masa Anita dan Ava bersama komunitas transgender di Malaysia mengeksplorasi diri mereka dalam budaya negara mereka.
Penayangan film itu sesekali diselingi tawa penonton, terutama ketika Anita bernyanyi menirukan sebuah penampilan. Meski wajah Anita tidak muncul sepanjang film, dapat dirasakan bahagia dalam suaranya selama menceritakan perjalanannya.
Nonton bareng sempat tertunda karena hujan tiba-tiba datang. Namun, semangat penonton tidak turun, mini teater pindah ke ruangan pameran.
Pameran seni QLC Bali bersama SEAQCF ini masih bisa disaksikan hingga 23 Februari 2025 di Uma Seminyak. Info lebih lanjut dapat ditemukan di sosial media QLC Bali.