Jumat itu 27 Mei 2022, dua belas orang tamu (12) yang berasal dari berbagai lembaga ikut memeriahkan kegiatan uji coba paket ekowisata cooking class di Catur Desa yang berlangsung dari pukul 10 pagi. Para peserta terbagi di tiga lokasi, yaitu di Desa Gobleg, Desa Umajero, dan Desa Gesing, tiga dari empat desa kawasan Adat Dalem Tamblingan.
“Rasa pedas, asin, manis, gurihnya itu keluar, benar-benar terasa di lidah. Mungkin karena gak pake mecin, jadi rasa-rasa itu keluar semua, gak ketutup sama mecin. Enak banget.” Indana mengungkapkan hal tersebut setelah memakan hasil masakannya. Indana, bersama tiga orang temannya adalah peserta ujicoba paket Cooking Class di Desa Gobleg.
Ia juga menambahkan bahwa bahan-bahan untuk masakan dipetik langsung dari kebun, diolah dengan cara yang cepat dan mudah serta penuh kegembiraan, disajikan di tempat yang tenang dan sejuk, menjadikan semua yang dimakan terasa semakin mantap dan mengesankan. Valen, salah seorang peserta di Desa Umejero, memperkuat cerita Indana.
Makanannya terasa sangat enak karena juga diproses dengan alat-alat tradisional dengan cara dicacah dan diuleg. Memasaknya juga menggunakan tungku dengan kayu kopi. Nonik, salah seorang peserta di Desa Gesing mengatakan, pada awalnya lidah pantainya memberontak dengan rasa-rasa baru yang didapatkan, namun semakin lama semakin bisa merasakan keanekaragaman dan kekayaan rasa masakan Bali.
Hutan dan Danau Tamblingan oleh masyarakat Adat Dalem Tamblingan (ADT) di Catur Desa (Desa Gobleg, Desa Munduk, Desa Gesing, Desa Umajero) dinamakan Alas Mertajati, sumber kehidupan yang sesungguhnya. Air dari hutan dan danau inilah yang kemudian mengalir ke tanah-tanah pertanian dan perkebunan di bawahnya, hingga ke laut. Sumber kehidupan ini telah memberikan keanekaragaman hayati yang beragam, termasuk juga pada variasi kuliner tradisional yang kaya akan rasa dan manfaat.
Ada beberapa peserta yang mengatakan bahwa produk ini agak sulit ditawarkan untuk wisatawan massal, terutama yang ada di Bali Selatan karena lokasinya yang cukup jauh dari pusat keramaian pariwisata Bali. Selain itu, ada banyak hotel yang memiliki paket cooking class yang rasanya juga sangat enak dengan aktivitas yang beragam, serta harganya terjangkau dan bervariasi. Namun peserta lainnya berpendapat justru hal ini yang perlu dikembangkan, yaitu wisata alternatif yang berkualitas serta benar-benar dimiliki oleh masyarakat dan berkeadilan sosial.
Ujicoba paket Cooking Class merupakan bagian dari upaya mengembangkan Alas Mertajati Tamblingan sebagai hutan lestari berbasis tradisi. Upaya ini telah dilakukan sejak tahun 2018, diawali dengan memetakan batas wilayah dan potensi di dalamnya, ditujukan untuk mendapatkan kembali hak pengelolaan masyarakat Adat Dalem Tamblingan atas Hutan dan Danau Tamblingan. Dalam upaya mewujudkan tujuan tersebut, masyarakat Adat Dalem Tamblingan di Catur Desa bekerja sama dengan Yayasan Wisnu serta didukung oleh Dedicated Grant Mechanism Indonesia (DGMI) melalui The Samdhana Institute.
Dalam prosesnya, tercipta lembaga pengelola hutan dan danau yang dinamakan Baga Raksa Alas Mertajati (Brasti). Jro Made Adi, wakil ketua Brasti mengatakan bahwa Cooking Class dan upaya lain yang dilakukan tidak semata ditujukan untuk mengembangkan Catur Desa menjadi daerah wisata, melainkan menjadikan Alas Mertajati sebagai pusat belajar, menyebarluaskan informasi akan nilai penting Hutan dan Danau Tamblingan bagi kehidupan. Informasi ditujukan bukan hanya bagi masyarakat Adat Dalem Tamblingan, melainkan juga bagi masyarakat lain di Bali dan global karena Danau Tamblingan dan sekitarnya merupakan sumber air bagi 1/3 wilayah Bali
Wahyu, sebagai Ketua Sri Sedana, bidang ekonomi konservasi di Brasti, menegaskan bahwa kegiatan wisata yang dibuat, seperti cooking class dan treking bukan ditujukan untuk mengikuti keinginan turis atau mengundang turis sebanyak-banyaknya, melainkan sebagai upaya menjaga Alas Mertajati dan adat di Catur Desa. “Paket dan produk-produk yang dihasilkan ditujukan untuk menginformasikan perjuangan kami atas hutan adat dengan seluas-luasnya, karena hutan adat ini tidak hanya penting untuk kami, melainkan juga untuk Bali. Tamu-tamu yang datang ke sini adalah bonus dari upaya pelestarian yang sudah dan akan kami lakukan. Inilah kami. Jadi kalau ada tamu yang datang, apa yang kami miliki, itulah yang kami tawarkan, sesuai apa adanya.“
Kegiatan Cooking Class ini selanjutnya dikelola dan akan disempurnakan oleh Sri Sedana, dengan bantuan pemasaran dari Jaringan Ekowisata Desa (JED), sebuah lembaga yang fokus pada pengembangan ekowisata berbasis masyarakat. Saat ini JED berkolaborasi dengan lebih dari sepuluh (10) kelompok ekowisata berbasis masyarakat di 10 lokasi di seluruh Bali. Hubungi JED melalui info@jed.or.id jika Anda tertarik mengetahui lebih banyak tentang aktivitas yang ditawarkan. Informasi mengenai lokasi ekowisata berbasis masyarakat di Bali juga dapat di akses di www.jed.or.id