![](https://balebengong.id/wp-content/uploads/2025/01/KEK-kura-kura.png)
Sinar mentari begitu menyengat, waktu menunjukkan pukul 11 WITA. Air laut tampak tenang, membelah areal Jalan Pulau Serangan dan Jalan Kura Kura Bali. Seorang lelaki paruh baya sibuk membersihkan sekarung ganggang laut.
Sang surya kian meninggi. Senin (11/09) semakin panas, tapi lelaki itu tak kunjung beranjak. “Bahasa kita di sini ini bulung kamen,” ujarnya setengah berteriak mencoba menjelaskan lantaran jarak tepian daratan dengan perairan yang terpaut 2 meter lebih.
Haji Mul, nama lelaki itu. Sebelum mengumpulkan ganggang laut, Haji Mul adalah seorang petani rumput laut. Terkadang dirinya menangkap ikan bersama nelayan lainnya, tetapi rumput laut adalah penghidupan utama Haji Mul.
Namun itu dulu. Sejak pihak PT Bali Turtle Island Development (PT BTID) membatasi akses masuk ke kawasan proyek Kura Kura Bali, Haji Mul pun banting setir menjadi pengepul ganggang laut atau dalam bahasa Bali disebut bulungkamen. “Iya karena keterbatasan akses, ini kan mau lagi pembangunan nih. Menurut saya harus ada solusi,” ujar Haji Mul. BTID adalah nama perusahaannya, sedangkan Kura-Kura Bali nama atau brand kawasannya.
Berdasarkan ingatan Haji Mul, PT BTID membatasi akses masuk ke wilayah proyek sejak tahun 2017. Masa itu kian dipersulit dengan kondisi budidaya rumput laut saat itu kian merosot.
Tahun 2015, Haji Mul mengupayakan berbagai cara agar rumput laut terselamatkan.
![](https://balebengong.id/wp-content/uploads/2025/01/KEK-kura2.jpg)
Haji Mul membersihkan ganggang laut dari lumpur yang menempel. Seberang Haji Mul adalah lahan KEK Kura Kura Bali
Rumput laut yang berusia 2 hingga 3 minggu pada bagian pucuknya muncul bercak putih seperti nasi. Bercak putih itulah akhirnya menggerogoti rumput laut dan perlahan-lahan mati. Penasaran karena rumput lautnya terus mati, salah satu rekan Haji Mul membawa sampel air laut untuk diuji laboratorium, hasilnya kandungan air yang telah tercemar mempengaruhi daya hidup rumput laut.
Pengelola proyek juga merubuhkan rompok Haji Mul dan petani rumput laut lainnya karena ada dalam kawasan. Padahal, saat itu Haji Mul dan rekannya tengah mengupayakan perbaikan habitat rumput laut. Sambil menunggu sirkulasi pertumbuhan rumput laut yang coba ia tanam kembali.
Rompok yang sudah menjadi lokasi strategis mengolah rumput laut hingga siap jual itu, kini habis tak tersisa. “Memang tidak ada perjanjian. Akhirnya rompok kami dirobohkan semua,” terang Haji Mul.
Saat ini, pihak PT BTID memberikan akses bagi nelayan melalui pendataan dan pemberian kartu identitas akses khusus nelayan. Namun, bagi Haji Mul dan kawanan nelayan lainnya, masih ada yang menghambat. Sebab, akses itu tidak termasuk izin untuk membawa angkutan roda empat untuk mengangkut hasil panen, dan lainnya.
Sejak itu, Haji Mul merasa jenuh. Semangat untuk kembali menanam rumput laut kian surut. Patok dan perlengkapan lainnya untuk menanam rumput laut merepotkan diangkut dengan sepeda motor. Alhasil, kini ia memilih pengepul ganggang laut. Berbekal karung besar dan sampan kecil, Haji Mul harus bergerak agar mampu menemukan ganggang laut dengan kualitas unggul.
Menurut ayah dua anak ini, ganggang laut terbaik dapat diperoleh di pesisir dalam lokasi pembangunan Kura Kura Bali. Namun, Haji Mul merasa sangat kewalahan apabila harus bolak- balik menggunakan sepeda motor saat mengangkut ganggang laut. “Model kayak gini kita panen banyak begini, bagaimana caranya kita angkut pakai sepeda motor? Kan ga bisa,” keluh Haji Mul.
Bagaimana sebenarnya status kewilayahan Kura Kura Bali?
PerubahanLahandiSeranganTahun1998dan2023denganGoogleEarthPro(geser button).
Kawasan Kura Kura Bali adalah kelanjutan proyek pasca reklamasi, salah satu pengelolanya grup Gajah Tunggal. Setelah lama mangrak pasca reklamasi awal tahun 2000, PT BTID kian menggiatkan penggarapan Kura Kura Bali, sebab statusnya kini merupakan salah satu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Indonesia yang disetujui langsung oleh Presiden Joko Widodo melalui dokumen Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2023 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus Kura Kura Bali.
![](https://balebengong.id/wp-content/uploads/2025/01/lurah-serangan-640x355.jpg)
LurahSerangan,IWayanKarma.
Secara administrasi, kawasan Kura Kura Bali merupakan bagian dari Kelurahan Serangan, Denpasar Selatan, Denpasar. Hal ini diungkapkan langsung oleh Lurah Serangan, I Wayan Karma. “Sebenarnya dia nggak lepas. Namun, persoalannya Kura Kura Bali seolah hadir terpisah dengan Kelurahan Serangan,” ujar Karma yang diwawancarai pada Jumat (08/09) di Kantor Lurah Serangan.
Pendataan dari Masterplan Pengembangan Desa Wisata Serangan 2022, luas Kelurahan Serangan adalah 585,09 hektar. Masterplan tersebut menyatakan bahwa lahan tersebut terdiri dari luasan lahan PT BTID seluas 491,2 hektar. Pasca sah keberlakuan PP Nomor 23 Tahun 2023, luas lahan PT BTID melalui proyek KEK Kura Kura Bali bertambah menjadi 498 hektar.
Masterplan yang diterbitkan BAPPENAS ini juga menyebutkan bahwa luasan lahan tersebut telah berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT BTID.
Batas delineasi KEK Kura Kura Bali mengacu pada PP Nomor 23 Tahun 2023 menyatakan bahwa Kelurahan Serangan sebagai batasan pada arah utara. Sebelah timur, selatan, dan barat berbatasan dengan Selat Badung. Pasal 4 PP tersebut menyatakan pula usaha di KEK Kura Kura Bali terdiri atas sektor pariwisata dan industri kreatif. Apabila mampir ke situs Kura Kura Bali, ada berbagai fasilitas yang akan dibangun seperti kampus, tempat ngopi, Marina, Hotel, dan lain sebagainya.
Lurah Serangan menambahkan selama ini beberapa kegiatan seperti kunjungan pejabat,
menteri, rapat pembahasan Marina, dan penataan wilayah di Kura Kura Bali pihaknya jarang dilibatkan. “Semestinya kalau dia bagian daripada Kelurahan Serangan dan desa adat semestinya kita ikut dilibatkan,” terang Karma.
Jika warga hendak masuk KEK Kura Kura Bali, akan ditanyai kepentingannya oleh satpam yang berjaga. Publik belum bisa masuk menyusuri daratan hasil reklamasi itu, kecuali nelayan terdaftar hanya ke lokasi budidaya atau pekerja proyek. Atau hanya menuju kedai kopi, dengan menyebut nama Stabucks.
![](https://balebengong.id/wp-content/uploads/2025/01/zakki-hakim-komunikasi-KEK-kura2-480x360.jpg)
Kepala Manajer Komunikasi dan Humas Kura Kura Bali, Zakki Hakim
Namun, sebelum memasuki tempat ngopi tersebut. Satpam KEK Kura Kura Bali kan mengecek jok kendaraan. Setelah masuk dan sampai di depan tempat ngopi, terdapat satpam khusus yang mengecek tas. Menurut Kepala Manajer Komunikasi dan Humas Kura Kura Bali, Zakki Hakim, alasan pembatasan akses masuk demi keamanan karena masih pembangunan.
Zakki yang ditemui pada Jumat (08/09) di UID Bali Campus atau areal Starbucks menunjukkan museum mini dengan koleksi simbol seni dan budaya Bali bertajuk Bali Abode Gallery, didesain oleh Pincky dan Dea Sudarman. Ia mengungkapkan pihak Kura Kura Bali selalu berkoordinasi dengan pihak Kelurahan Serangan. “Kita hubungannya sih saya mau klaim bahwa hubungannya bagus, setiap Jumat kita bersih-bersih bareng,” jelas Zakki.
Menurut Zakki, perencanaan proyek Kura Kura Bali semula mengikuti standar biasa yakni
dengan adanya IMB dan persyaratan lainnya. Sejak status Kura Kura Bali menjadi KEK, perencanaannya menjadi kebijakan satu pintu melalui sistem OSS, yang langsung diurus pemerintah pusat.
“Kalau dalam perencanaan masterplan Itu dengan Dewan Nasional karena itu harus persetujuan oleh Walikota Wali Kota, Bappeda Kota, dinas-dinas terkait. Tapi informasinya juga pasti sampai ke Kelurahan dan biasanya di dalam beberapa tempat itu juga hadir dan secara informal mereka datang langsung,” papar Zakki. Ia meyakinkan bahwa pembangunan dan segala aktivitas dalam Kura Kura Bali berdasarkan atas landasan Tri Hita Karana. Menurutnya konsep pembangunan di kawasan ini juga akan memberi akses untuk UMKM selain usaha pendidikan, dan wisata pesisir.
Dewan Nasional yang disebutkan Zakki terdiri dari beberapa kementerian, yang terlibat dalam perencanaan sekaligus evaluasi setiap kawasan ekonomi khusus di Indonesia. Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus menerima pengajuan Kura Kura Bali sebagai KEK karena dinilai telah memenuhi persyaratan dalam aturan seperti Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Dengan mengantongi persetujuan tertulis dari Gubernur Bali dan Wali Kota Denpasar sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 202I tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus. Melalui pengkajian dan persetujuan Dewan Nasional, usulan PT BTID mengelola Kura Kura Bali sebagai KEK dapat direkomendasikan penetapannya kepada Presiden.
Penetapan tersebut dilanjutkan pada tahapan rencana aksi pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Kura Kura Bali. Rencana itu disusun oleh PT BTID bersama dengan Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus, kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi Bali, dan Pemerintah Daerah Kota Denpasar.
Pembangunan Kura Kura Bali diiringi dengan target investasi yang harus diperoleh hingga tahun 2052 mencapai 104,4 triliun. Target itu terbagi menjadi investasi kawasan sebesar Rp7,9 triliun rupiah, investasi lahan senilai Rp6,6 triliun rupiah, dan investasi pelaku usaha (tenant) sebesar Rp89,9 triliun rupiah.
MoU Terakhir tahun 1998
Segala bentuk hak dan kewajiban kewilayahan antara PT BTID dan Masyarakat Kelurahan
Serangan tertuang dalam Perjanjian Nomor: 046/BTID-MoU/1998 Tentang Pelestarian dan Pengembangan Pariwisata di Kawasan Pulau Serangan. Perjanjian yang telah 25 tahun lamanya itu tidak secara jelas menyebutkan hak masyarakat Serangan dalam pemenuhan akses di kawasan proyek.
Pasal 4 ayat (2) perjanjian tersebut menyebutkan bahwa PT BTID sebagai pihak pertama berkewajiban mengatur penggunaan lahan, masalah penggunaan penguasaan, dan kepemilikannya bersama pemerintah daerah.
Lurah Serangan menilai dalam MoU tersebut lahan tetap dapat diakses masyarakat. Pihaknya berencana berkoordinasi dengan pengurus desa untuk rencana pembaharuan MoU.
Hak Warga dalam MoU
![](https://balebengong.id/wp-content/uploads/2025/01/MOU-KEK-kura2-442x360.jpg)
Pasal bermasalah dalam MoU PT BTID dengan Masyarakat Serangan. Sumber: Kelurahan Serangan
Saat Lurah Serangan memberikan salinan MoU tersebut, Pasal 9 mengenai partisipasi masyarakat Serangan cukup menyita perhatian. Pasal 9 huruf d misalnya, menyebutkan bahwa masyarakat serangan sebagai pihak kedua tidak akan menghambat dan menghalang-halangi PT BTID dalam bentuk apapun sehubungan dengan usaha PT BTID mewujudkan dan merealisasikan proyek sepanjang tidak melanggar ketentuan dari instansi terkait.
Bagian hak masyarakat Serangan dan publik tidak dijelaskan dengan detail dalam MoU tersebut. Beberapa fasilitas yang dijanjikan untuk masyarakat adalah Turtle Exhibition, Pasar Ikan, kanal wisata, dan lainnya.
Pintu masuk menuju Kura Kura Bali dengan penjagaan. Karena aksesnya masih dibatasi, gerakan google earth hanya sampai pintu gerbang Jl Kura-Kura Bali.
Seperti dalam MoU dijanjikan pemenuhan fasilitas untuk nelayan dan usaha pangan lainnya di Serangan, tetapi KEK Kura Kura Bali menargetkan bidang pariwisata dan industri kreatif sebagai kegiatan usaha prioritas. Industri kreatif yang dimaksud adalah kegiatan usaha untuk meningkatkan nilai tambah hasil dari eksploitasi kekayaan intelektual berupa kreativitas, keahlian, dan bakat individu menjadi suatu produk komersial. Kegiatan yang dihimpun dalam industri kreatif menurut PP Nomor 23 Tahun 2023 antara lain industri content multimedia, industri teknologi komunikasi, industri kerajinan dan barang seni, serta industri fashion.
Lurah Serangan menyampaikan sejumlah hal perbaikan selain komunikasi. Karma meminta agar pihak BTID lebih aktif berkoordinasi dengan Kelurahan Serangan serta memfasilitasi akses publik. “Memfasilitasi daripada akses termasuk mobil untuk mengangkut dan armada dari
panen budidaya rumput laut maupun karang, yang dibawa dan ditempatkan di kawasan Pura Sakenan,” jelas Karma.
Ia juga menyoroti agar perekrutan tenaga kerja di Kura Kura Bali mendapatkan porsi seimbang. “Masyarakat Serangan agar ada di bidang manajemen dan tidak hanya menjadi tenaga kebun dan keamanan atau satpam saja,” ujarnya.
Untuk pemenuhan hak nelayan yang dijanjikan dalam MoU di antaranya menikmati sejumlah fasilitas dan akses, namun masih terhambat dalam mobilitas. Seperti budidaya rumput laut. “Nah areal sana itu bagus sekali (di dalam BTID), cuman sayang aksesnya terbatas,” ungkap Haji Mul. Kini saat harga rumput laut bersaing di pasaran, Haji Mul hanya bisa mengandalkan ganggang lautnya untuk menghidupi keluarga kecilnya.
situs mahjong