• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Tuesday, June 24, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Kabar Baru

Meneladani Hidup dari Buruh Gendong

Riris Aditia N by Riris Aditia N
23 October 2016
in Kabar Baru, Sosok
0 0
1
Mbok Yah sedang mengangkut sebuah peti mangga di Pasar Giwangan, Yogyakarta. Foto Riris Aditia Ningrum.
Mbok Yah buruh gendong di Pasar Giwangan, Yigyakarta sedang mengangkut peti mangga. Foto Riris Aditia Ningrum.

Menjadi buruh gendong bukanlah cita-cita Sumaryah (65).

Namun, hal itu tak lantas membuat perempuan yang akrab disapa Mbok Yah itu mengeluh dalam menjalani pekerjaannya sebagai buruh gendong. Sudah lebih dari 24 tahun, nenek asal Gonodean, Yogyakarta ini menawarkan jasanya.

Nampak di depan lapak buah pasar Giwangan, Yigyakarta, seorang perempuan tua terhuyun-huyun menggendong sebuah peti besar berisi mangga. Ia bukan seorang kuli bertubuh besar atau kekar. Ia adalah perempuan tua yang punggungnya mulai membungkuk. Separuh rambutnya memutih karena uban.

Namun, peti seberat 70 kg tersebut diangkutnya dengan tertib hingga peti kelima. Sesudahnya, perempuan itu menerima imbalan senilai Rp 15.000 dari pedagang yang meminta jasanya. Tak banyak memang. Tapi Mbok Yah amat bersyukur karenanya.

Keadaan keras yang menimpa Mbok Yah telah menjadikan dirinya tegar dalam menghadapi ujian hidup. Sekitar tahun 1962, saat Mbok Yah tengah hamil tiga bulan, ia ditinggal pergi suaminya ke Sumatera dan tidak kembali lagi. Hal itulah yang memaksanya menjadi buruh gendong hingga kini.

Menurutnya, menjadi buruh gendong lebih menghasilkan daripada berdagang. “Saya dulu pernah berjualan jamu di pasar, tapi untungnya sedikit. Belum lagi harus bayar pajak buat pasar. Kalau menjadi buruh gendong kan nggak perlu bayar pajak,” tutur Mbok Yah yang ditemui di sela-sela waktu kerjanya.

Jauh dari Keluarga

Tak lama setelah ditinggal pergi suaminya, Mbok Yah menikah lagi dan dikaruniai seorang anak. Demi menyekolahkan kedua anaknya, Mbok Yah membantu suami yang bekerja serabutan dengan tetap bekerja sebagai buruh gendong di Pasar Giwangan. Hal ini membuat mbok Yah jauh dari keluarganya yang berada di Gonodean.

Mbok Yah memilih untuk berhemat dengan menyewa kamar kos dekat pasar daripada harus pulang pergi ke rumah dengan uang transport yang tak sedikit.

Nampak kamar kos Mbk Yah dekat Pasar Giwangan
Nampak kamar kos Mbk Yah dekat Pasar Giwangan. Foto Riris Aditia Ningrum. 

Di sebuah kamar seluas 2×3 meter, Mbok Yah menjalani hari-harinya sendirian. Dinding kamar tersebut terbuat dari bahan triplek yang dicat hijau muda. Di dalamnya terdapat dua buah almari berisi makanan dan pakaian ganti. Lampu yang terpasang di kamar tesebut baru bisa dinyalakan menjelang malam, sekitar pukul 18.00 WIB. Suasana kamar pun nampak gelap ketika sore hari, terutama saat mendung atau hujan.

“Biasanya, setiap hari Minggu saya pulang menjenguk anak-anak. Tapi, kalau uang yang saya dapat sedikit, saya nggak jadi pulang,” kata Mbok Yah sambil menerawang jauh ke langit-langit kamar.

“Saya sudah lama tidak kumpul dengan keluarga, jadi ya jarang kangen. Anak-anak juga sudah terbiasa ditinggal sejak kecil. Kan saya ke sini juga untuk bekerja. Agar mereka bisa sekolah, bisa punya kehidupan yang lebih baik dari saya,” lanjutnya.

Menjadi Teladan

Pekerjaan Mbok Yah sebagai buruh gendong tak selamanya mulus. Nasib mujur yang mempertemukannya dengan banyak pelanggan justru mengundang rasa iri dari buruh gendong lainnya. Mbok Yah pun sering menerima cibiran dari teman-temannya.

“Namanya juga sama-sama cari uang. Kalau temannya dapat lebih banyak, ada juga yang iri. Ada yang mencibir, sampai-sampai berbuat yang tidak baik. Ada juga buruh gendong lainnya yang tidak suka kalau saya dapat pelanggan lebih banyak,” ujar Mbok Yah.

“Dulu, saya pernah beternak ayam pada seorang majikan. Hasil kerja saya cukup bagus, sampai ayamnya mencapai 60 ekor lebih. Tapi, ada yang iri melihat hasil kerja saya. Sampai-sampai, ayam-ayam tersebut dikasih racun dan mati semua,” kenangnya.

“Tapi saya sabar saja. Biar saja orang-orang jahat pada saya, yang penting saya tidak jahat pada mereka,” lanjut Mbok Yah.

Kerja keras Mbok Yah akhirnya terbayarkan. Kedua anaknya telah lulus dari sebuah SMK di Yogyakarta, dan kini telah hidup dari keringatnya masing-masing. Anak pertamanya, Edi Sucipto (30), kini memiliki usaha jual beli mobil bekas dan telah memiliki 2 orang anak. Sementara anak keduanya, Zulmari (24), kini bekerja sebagai pelukis lepas di sekitar kawasan Malioboro, Yogyakarta.

Kendati demikian, Mbok Yah enggan meninggalkan pekerjaannya sebagai buruh gendong. Ia akan tetap bekerja keras, walau usia dan tenaganya tak lagi dapat diandalkan. [b]

Tags: #citizenjournalismawardCitizen Journalism AwardCJAward 2016SosokYogyakarta
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
Riris Aditia N

Riris Aditia N

Blogger, Freelance Writer, Student of Communication Science

Related Posts

Memanen Air Hujan dan Biogas, Teknologi Tepat Guna bagi Petani Bali yang Terabaikan

Memanen Air Hujan dan Biogas, Teknologi Tepat Guna bagi Petani Bali yang Terabaikan

16 June 2024
Ini Kisahmu: Ni Pollok Gadis Bali

Ini Kisahmu: Ni Pollok Gadis Bali

14 July 2023
Ketut Ismaya

Mantan Preman dan Suka Dukanya

2 December 2020
Menggunakan Kesenian untuk Mengatasi Krisis Lingkungan

Menggunakan Kesenian untuk Mengatasi Krisis Lingkungan

1 December 2020
Mendengar Franky, Membangun Asa di Masa Pandemi

Mendengar Franky, Membangun Asa di Masa Pandemi

18 April 2020
“Juru Ukur Tanah” yang Mengoleksi Sepatu Mahal

“Juru Ukur Tanah” yang Mengoleksi Sepatu Mahal

6 June 2019
Next Post
Massa Padati Konser Mini Tolak Reklamasi

Massa Padati Konser Mini Tolak Reklamasi

Comments 1

  1. Kalila Media Info says:
    2 years ago

    sangat bermafaat artikelnya

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Sampah tak Terpilah, Subsidi Pupuk Organik bikin Jengah

Bali dan Aroma Asap Pembakaran Sampah

24 June 2025
Nikmat Suasana Ngopi di Teba Tengah Kota

Nikmat Suasana Ngopi di Teba Tengah Kota

23 June 2025
Feral Stripes – “Silicon Opera” Distopia dalam Tujuh Babak

Feral Stripes – “Silicon Opera” Distopia dalam Tujuh Babak

22 June 2025
Aksi Bali Mengkritisi Kebijakan Bias Gender dan Tolak RUU TNI

Gerakan Kesadaran Neurodiversitas untuk Keberagaman dan Melawan Stigma

21 June 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia