• Tanya Jawab
  • Mengenal Kami
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Kontributor
    • Log In
    • Register
    • Edit Profile
Saturday, September 30, 2023
  • Login
  • Register
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong.id
No Result
View All Result
Home Kabar Baru

Meneladani Hidup dari Buruh Gendong

Riris Aditia N by Riris Aditia N
23 October 2016
in Kabar Baru, Sosok
0 0
1
Mbok Yah sedang mengangkut sebuah peti mangga di Pasar Giwangan, Yogyakarta. Foto Riris Aditia Ningrum.
Mbok Yah buruh gendong di Pasar Giwangan, Yigyakarta sedang mengangkut peti mangga. Foto Riris Aditia Ningrum.

Menjadi buruh gendong bukanlah cita-cita Sumaryah (65).

Namun, hal itu tak lantas membuat perempuan yang akrab disapa Mbok Yah itu mengeluh dalam menjalani pekerjaannya sebagai buruh gendong. Sudah lebih dari 24 tahun, nenek asal Gonodean, Yogyakarta ini menawarkan jasanya.

Nampak di depan lapak buah pasar Giwangan, Yigyakarta, seorang perempuan tua terhuyun-huyun menggendong sebuah peti besar berisi mangga. Ia bukan seorang kuli bertubuh besar atau kekar. Ia adalah perempuan tua yang punggungnya mulai membungkuk. Separuh rambutnya memutih karena uban.

Namun, peti seberat 70 kg tersebut diangkutnya dengan tertib hingga peti kelima. Sesudahnya, perempuan itu menerima imbalan senilai Rp 15.000 dari pedagang yang meminta jasanya. Tak banyak memang. Tapi Mbok Yah amat bersyukur karenanya.

Keadaan keras yang menimpa Mbok Yah telah menjadikan dirinya tegar dalam menghadapi ujian hidup. Sekitar tahun 1962, saat Mbok Yah tengah hamil tiga bulan, ia ditinggal pergi suaminya ke Sumatera dan tidak kembali lagi. Hal itulah yang memaksanya menjadi buruh gendong hingga kini.

Menurutnya, menjadi buruh gendong lebih menghasilkan daripada berdagang. “Saya dulu pernah berjualan jamu di pasar, tapi untungnya sedikit. Belum lagi harus bayar pajak buat pasar. Kalau menjadi buruh gendong kan nggak perlu bayar pajak,” tutur Mbok Yah yang ditemui di sela-sela waktu kerjanya.

Jauh dari Keluarga

Tak lama setelah ditinggal pergi suaminya, Mbok Yah menikah lagi dan dikaruniai seorang anak. Demi menyekolahkan kedua anaknya, Mbok Yah membantu suami yang bekerja serabutan dengan tetap bekerja sebagai buruh gendong di Pasar Giwangan. Hal ini membuat mbok Yah jauh dari keluarganya yang berada di Gonodean.

Mbok Yah memilih untuk berhemat dengan menyewa kamar kos dekat pasar daripada harus pulang pergi ke rumah dengan uang transport yang tak sedikit.

Nampak kamar kos Mbk Yah dekat Pasar Giwangan
Nampak kamar kos Mbk Yah dekat Pasar Giwangan. Foto Riris Aditia Ningrum. 

Di sebuah kamar seluas 2×3 meter, Mbok Yah menjalani hari-harinya sendirian. Dinding kamar tersebut terbuat dari bahan triplek yang dicat hijau muda. Di dalamnya terdapat dua buah almari berisi makanan dan pakaian ganti. Lampu yang terpasang di kamar tesebut baru bisa dinyalakan menjelang malam, sekitar pukul 18.00 WIB. Suasana kamar pun nampak gelap ketika sore hari, terutama saat mendung atau hujan.

“Biasanya, setiap hari Minggu saya pulang menjenguk anak-anak. Tapi, kalau uang yang saya dapat sedikit, saya nggak jadi pulang,” kata Mbok Yah sambil menerawang jauh ke langit-langit kamar.

“Saya sudah lama tidak kumpul dengan keluarga, jadi ya jarang kangen. Anak-anak juga sudah terbiasa ditinggal sejak kecil. Kan saya ke sini juga untuk bekerja. Agar mereka bisa sekolah, bisa punya kehidupan yang lebih baik dari saya,” lanjutnya.

Menjadi Teladan

Pekerjaan Mbok Yah sebagai buruh gendong tak selamanya mulus. Nasib mujur yang mempertemukannya dengan banyak pelanggan justru mengundang rasa iri dari buruh gendong lainnya. Mbok Yah pun sering menerima cibiran dari teman-temannya.

“Namanya juga sama-sama cari uang. Kalau temannya dapat lebih banyak, ada juga yang iri. Ada yang mencibir, sampai-sampai berbuat yang tidak baik. Ada juga buruh gendong lainnya yang tidak suka kalau saya dapat pelanggan lebih banyak,” ujar Mbok Yah.

“Dulu, saya pernah beternak ayam pada seorang majikan. Hasil kerja saya cukup bagus, sampai ayamnya mencapai 60 ekor lebih. Tapi, ada yang iri melihat hasil kerja saya. Sampai-sampai, ayam-ayam tersebut dikasih racun dan mati semua,” kenangnya.

“Tapi saya sabar saja. Biar saja orang-orang jahat pada saya, yang penting saya tidak jahat pada mereka,” lanjut Mbok Yah.

Kerja keras Mbok Yah akhirnya terbayarkan. Kedua anaknya telah lulus dari sebuah SMK di Yogyakarta, dan kini telah hidup dari keringatnya masing-masing. Anak pertamanya, Edi Sucipto (30), kini memiliki usaha jual beli mobil bekas dan telah memiliki 2 orang anak. Sementara anak keduanya, Zulmari (24), kini bekerja sebagai pelukis lepas di sekitar kawasan Malioboro, Yogyakarta.

Kendati demikian, Mbok Yah enggan meninggalkan pekerjaannya sebagai buruh gendong. Ia akan tetap bekerja keras, walau usia dan tenaganya tak lagi dapat diandalkan. [b]

Tags: #citizenjournalismawardCitizen Journalism AwardCJAward 2016SosokYogyakarta
ShareTweetSendSend
Anugerah Jurnalisme Warga 2021
Riris Aditia N

Riris Aditia N

Blogger, Freelance Writer, Student of Communication Science

Related Posts

Ini Kisahmu: Ni Pollok Gadis Bali

Ini Kisahmu: Ni Pollok Gadis Bali

14 July 2023
Ketut Ismaya

Mantan Preman dan Suka Dukanya

2 December 2020
Menggunakan Kesenian untuk Mengatasi Krisis Lingkungan

Menggunakan Kesenian untuk Mengatasi Krisis Lingkungan

1 December 2020
Mendengar Franky, Membangun Asa di Masa Pandemi

Mendengar Franky, Membangun Asa di Masa Pandemi

18 April 2020
“Juru Ukur Tanah” yang Mengoleksi Sepatu Mahal

“Juru Ukur Tanah” yang Mengoleksi Sepatu Mahal

6 June 2019

I Made Suatjana, Penemu Font Bali Simbar dan Peramu Kalender Bali

6 May 2019
Next Post
Massa Padati Konser Mini Tolak Reklamasi

Massa Padati Konser Mini Tolak Reklamasi

Comments 1

  1. Kalila Media Info says:
    3 weeks ago

    sangat bermafaat artikelnya

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Melali Melali Melali

Temukan Kami

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Cerita Pohon: Dadap, Super Tree yang Terlupakan

Cerita Pohon: Dadap, Super Tree yang Terlupakan

10 September 2023
Berhitung Angka dalam Bahasa Bali

Berhitung Angka dalam Bahasa Bali

5 June 2013
Rencana Pembangunan Hidden City Ubud dan Kerisauan Warga

Rencana Pembangunan Hidden City Ubud dan Kerisauan Warga

5 September 2023
Jangan Terlambat, Lindungi Anak Sekolah dari Kerentanan Bencana di Karangasem

Jangan Terlambat, Lindungi Anak Sekolah dari Kerentanan Bencana di Karangasem

26 July 2023
Membongkar Kesalahpahaman tentang Kasta di Bali

Membongkar Kesalahpahaman tentang Kasta di Bali

4 June 2012
Gemuruh di Bali Utara: Hulutara, Irama Utara, Beluluk (Bagian 1)

Gemuruh di Bali Utara: Hulutara, Irama Utara, Beluluk (Bagian 1)

2
Meneladani Hidup dari Buruh Gendong

Meneladani Hidup dari Buruh Gendong

1
Karut Marut di Jalan Terus Berlanjut

Karut Marut di Jalan Terus Berlanjut

2
Kisah Pohon di Bali: Lateng, Penjaga Hutan

Kisah Pohon di Bali: Lateng, Penjaga Hutan

1
Mengenal Pura Bukit Gumang, Salah Satu Pura Dang Kahyangan Desa Bugbug

Mengenal Pura Bukit Gumang, Salah Satu Pura Dang Kahyangan Desa Bugbug

29 September 2023
Bayang-Bayang Lindi Menghantui Warga di Sekitar TPS Denpasar

Bayang-Bayang Lindi Menghantui Warga di Sekitar TPS Denpasar

29 September 2023
Apakah GWK sudah jadi Landmark Bali?

Apakah GWK sudah jadi Landmark Bali?

28 September 2023
Ruang Apresiasi Film nan Inklusif dari MFW9

Ruang Apresiasi Film nan Inklusif dari MFW9

27 September 2023
Baksos di Panti Asuhan Dharma Jati II

Baksos di Panti Asuhan Dharma Jati II

26 September 2023

Kabar Terbaru

Mengenal Pura Bukit Gumang, Salah Satu Pura Dang Kahyangan Desa Bugbug

Mengenal Pura Bukit Gumang, Salah Satu Pura Dang Kahyangan Desa Bugbug

29 September 2023
Bayang-Bayang Lindi Menghantui Warga di Sekitar TPS Denpasar

Bayang-Bayang Lindi Menghantui Warga di Sekitar TPS Denpasar

29 September 2023
Apakah GWK sudah jadi Landmark Bali?

Apakah GWK sudah jadi Landmark Bali?

28 September 2023
Ruang Apresiasi Film nan Inklusif dari MFW9

Ruang Apresiasi Film nan Inklusif dari MFW9

27 September 2023
BaleBengong.id

© 2020 BaleBengong: Media Warga Berbagi Cerita

Informasi Tambahan

  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Peringatan
  • Panduan Logo
  • Bagi Beritamu!

Temukan Kami

No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip

© 2020 BaleBengong: Media Warga Berbagi Cerita

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
OR

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In