Banyak cara untuk merayakan Hari Valentine.
Jika anak-anak muda merayakan dengan pasangan, maka aktivis di Bali merayakannya dengan aksi Valentine for Menjangan. Selain berdoa bersama, sekitar 100 orang tersebut juga menolak rencana pembangunan di pulau tersebut.
Pulau Menjangan berada di kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Secara adiministratif pulau seluas 6.000 hektar ini masuk dua desa yaitu Desa Pejarakan dan Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Jaraknya sekitar 150 km dari Denpasar atau sekitar 20 km dari Gilimanuk.
Karena kekayaan alamnya, pulau ini masuk dalam kawasan konservasi TNBB. Luas kawasan TNBB yang meliputi dua kabupaten, Jembrana dan Buleleng, ini sekitar 19.000 hektar. Pulau Menjangan termasuk di dalam TNBB karena menjadi rumah bagi menjangan (Cervus timorensis), hewan yang dilindungi. Inilah asal mula nama Pulau Menjangan.
Dengan keindahan bawah lautnya, Pulau Menjangan menjadi tujuan wisata andalan terutama di Bali barat. Turis-turis ke sini untuk snorkling dan diving menikmati warna-warni terumbu karang ataupun ikannya. Bagi umat Hindu di Bali, Pulau Menjangan juga menjadi tempat sembahyang. Di sini terdapat empat pura penting yaitu Pura Kleting Sari, Pura Kebo Iwa, Pura Gajah Mada, dan Pura Segara Giri.
Keindahan Pulau Menjangan itu memikat PT Puri Tirta Propertindo untuk membangun vila dan resor di pulau ini. Perusahaan properti yang berkantor di Jakarta ini akan membangun seluas 10 hektar di Pos 1 Pulau Menjangan. Pos ini berada di bagian utara pulau.
Di titik tersebut mereka akan membangun 100 unit vila terdiri dari Ocean Front Villa sebanyak 28 unit, Bay View Unit 18 unit, Garden View Villa 12 unit, Green Forest Villa 12 unit, dan Menjangan Villa 15 unit. Ada pula kolam dan restoran terapung di sini.
Pada awalnya rencana tersebut mendapat dukungan dari warga. Majelis Desa Adat Sumberklampok, misalnya, menyatakan mendukung rencana tersebut sesuai surat tertanggal 13 Januari 2015. Dalam surat yang ditandatangi Kelian Desa Adat Jro Nengah Nadia, desa adat menyetujui dengan beberapa catatan.
Misalnya investor mentaati peraturan, memberikan kontribusi pada desa dan kabupaten, mempekerjakan minimal 70 persen warga lokal, mempertahankan keamanan dan ketertiban, serta melestarikan lingkungan maupun kesucian pura.
Dukungan juga datang dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Buleleng. Dalam surat tertanggal 21 Januari 2015, Ketua PHRI Buleleng Dewa Ketut Suardipa dan sekretarisnya Gede Heri Wijaya juga mendukung. Tapi dengan catatan serupa dengan Desa Adat Sumberklampok.
Namun, dukungan tersebut berubah menjadi penolakan setelah rencana PT Puri Tirta Propertindo muncul di media. Kelian Desa Adat Sumberklampok kemudian menarik dukungan tersebut. Begitu pula desa dinas. “Kami dari awal sudah menolak. Kami menarik kembali dukungan sebelumnya karena ada pembohongan,” kata Kepala Desa Sumberklampok Wayan Sawitrayasa.
Penolakan lebih luas digagas oleh Yayasan Manik Bumi, lembaga swadaya masyarakat (LSM) di bidang lingkungan yang berkantor di Singaraja. Melalui situs petisi Change, Manik Bumi mengirim petisi kepada Menteri Kehutanan dan Lingkungan Siti Nurbaya, Gubernur Bali Made Mangku Pastika, Bupati Buleleng Agus Suradnyana, dan Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna.
Petisi yang dibuat dua minggu lalu itu telah ditandatangani sekitar 540 orang hingga hari ini.
Pendiri Manik Bumi Juli Wirahmini mengatakan ada tiga alasan menolak rencana pembangunan tersebut. Pertama karena Pulau Menjangan adalah kawasan suci umat Hindu. Di sana terdapat empat pura yang dihormati umat Hindu. Pembangunan hotel dan vila dianggap akan mencemari kesucian pulau.
Kedua, rencana pembangunan tersebut melanggar Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Bali maupun Kabupaten Buleleng. Menurut Perda Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 50 dan Perda Kabupaten Buleleng No. 9 Tahun 2013 Pasal 71 RTRW, Pulau Menjangan adalah kawasan suci.
Ketiga, Juli melanjutkan, pembangunan resort dan vila bukan solusi untuk menyelamatkan alam di Pulau Menjangan. Pembangunan ini malah akan merusak alam karena di sana terdapat coral triangle Asia Tenggara dengan biota laut indah, habitat menjangan, dan hutan yang dilindungi.
“Kalau ada pembangunan di pulau yang kecil ini tentu saja akan menciptakan masalah baru,” kata Juli.
Karena itulah, bersama para warga dan pelaku pariwisata di Pulau Menjangan Yayasan Manik Bumi melakukan aksi Valentine for Menjangan 14 Februari lalu. Mereka turut bergabung dengan Relawan Peduli Pulau Menjangan yang aktif menolak rencana pembangunan di pulau tersebut.
“Melalui petisi ini, kami menolak rencana pembangunan resor, yang tentu saja kini dan nanti akan menjadi sebab hancurnya kawasan suci ini,” kata Juli. Dia menambahkan agar investor maupun pemerintah tidak menggunakan dalih demi kesejahteraan tapi justru meminggirkan keyakinan orang Bali. “Tolong hormatilah kearifan lokal dan tradisi beragama kami di Bali,” tegas Juli.
Sabtu lalu saat anak-anak muda merayakan Valentine, Juli bergabung dengan para relawan yang menolak rencana pembangunan di Pulau Menjangan. Dia turut bersembahyang bersama di Pura Dang Kahyangan, berjalan dari Pura ke Pos I di mana proyek akan dibangun, dan kemudian turut memungut sampah di pulau tersebut.
Terakhir, para peserta Valentine for Menjangan kemudian membacakan peryataan sikap menolak rencana pembangunan resor di Pulau Menjangan.
Pemkab Buleleng melalui Bupati Putu Agus Suradnyana sendiri menyatakan sudah menolak rencana tersebut. Menurut Suradnyana, pembangunan di Pulau Menjangan melanggar Perda RTRW Kabupaten Buleleng maupun Perda Provinsi Bali yang mengatakan bahwa Pulau Menjangan merupakan kawasan konservasi yang tidak boleh dibangun vila dan resor.
”Jadi yang menolak ini, bukan saya, tapi peraturan,” kata Suradnyana seperti ditulis Berita Bali. [b]