Oleh Arief Budiman
Untuk Gusti Ayu/Terimakasih untuk namamu/Yang telah melindungi tabiatmu.
Pada suatu ketika, di salah satu tulisan di blog saya dikirimi komentar. Miring dan agak kasar. Spam comment kata teman saya. Tapi tidak juga. Dia –si pemberi komentar- telah mempergunakan kebebasannya berekspresi seperti halnya kebebasan saya membuat tulisan di blog saya itu. Yang belum match adalah komentarnya tidak sebanding dengan arti tulisan saya dan independensi sebuah blog.
Dengan mencoba bijaksana, dan berkali menghela nafas, saya balas commentnya dengan mulai menulis, “Terima kasih atas komentarnya, tapi sayang Anda belum paham mengapa saya menulis di blog saya sendiri, bukan di media masa macam Kompas. Alangkah baiknya jika Anda sendiri punya blog dan mencoba mengekspresikan apa yang ada di benak Anda di
sana. Jadi kita di
sana belajar tentang menceritakan pikiran yang tak tersalurkan.” (Wualah, kok dalem banget sih balasannya) Lalu saya send ke email addressnya. Lega…Ternyata tidak! Emailnya bounchback karena si alamat ternyata fiktif alias email pengirim comment itu karangan belaka. Saya heran, di zaman yang semua orang menuntut hak dan perbaikan hidup masih ada yang senengnya sembunyi sembunyi. Tapi-lagi-lagi-saya bersabar setelah ingat ada yang jauh lebih sadis dari itu jika kita lihat comment di blog http://ipdnmania.wordpress.com/Malah lewat kejadian ini saya tambah semangat menulis di blog. Saya menganggap blog adalah modern version dari sharing yang sangat diperlukan oleh manusia yang hidup di zaman kini. Maksudnya hal-hal yang biasanya dianggap remeh temeh ternyata menjadi sesuatu yang menarik untuk saling diketahui. Saya jadi ingat istilah moment of truth untuk hal ini.Pertamakali saya membaca berita mengenai kelemahan maskapai Adam Air jauh hari sebelum terjadi tragedi besar hilangnya pesawat di sebuah blog ekspatriat yang tinggal di Jakarta http://bialoglowy.blogspot.com Ia menulis mengenai pengalamannya naik pesawat Adam Air dan kengeriannya merasakan pengalaman itu sampai ia melakukan investigasi pribadi mengenai risalah pesawat di maskapai penerbangan Indonesia lengkap dalam tabel data pembelian dan tahunnya. Dalam blognya ia telah berbagi dengan mengingatkan kita akan keselamatan menggunakan dan memilih maskapai penerbangan. Saya sempat menceritakan hal ini pada beberapa teman hingga beberapa waktu kemudian terjadi musibah besar itu. Namun, bagi saya, bukan berita itu yang membuat saya kagum pada blognya. Pada tulisan lain Ia menyampaikan bahwa giatnya berblog adalah karena penolakan media konvensional (baca: Koran) memuat tulisannya. Dengan kata lain tulisannya tidak lolos sensor sang editor yang barang tentu belum ada kesempatan dimuat (sebuah kelaziman menurut saya). Semenjak itu Ia menulis terus tanpa takut tulisannya ditolak karena selalu dimuat di blognya sendiri. “Akulah sang editor!”Kisah itu diperkuat lagi dengan temuan saya yang lain di blog seorang jurnalis
Bandung http://budhiana.blogspot.com dalam tulisannya “The end of journalism” merujuk kepada berita di The Economist yang mengatakan tahun 2040 adalah kematian suratkabar. Sangat menarik disampaikan pada tulisannya, bahwa kini masanya konsep citizen journalism di mana setiap orang bisa mereportase apa yang dia dengar, atau dia lihat. Pendeknya seseorang dapat menulis, menjadi editornya dan menerbitkannya. Setiap orang adalah media.Inilah menariknya blog bagi saya. Perjalanan internet yang saya kenal semenjak 1994 saya yakini menyimpan sejuta potensi dan misteri yang perlu dieksplorasi. Seperti awalnya blog dipakai sebagai jurnal atau personal website atau ada yang menyebutnya online diary yang muncul diantara komunitas terbatas, kini telah meluas menjadi media komunikasi yang memiliki karakter istimewa. Terimakasih kepada mereka yang dalam kecintaannya mengoprek teknologi ini menjadi sangat berjiwa. Adalah Jorn Barger pada tahun 1997 yang memakai istilah weblog yang menjadi muasal kata blog yang diperkenalkan oleh Peter Merholz April 1999 dari candanya memecah kata weblog menjadi we blog pada side bar blognya http://peterme.com. Setelah itu dengan cepat blog diadopsi sebagai noun dan verb (“to blog,” meaning “to edit one’s weblog or to post to one’s weblog“).Kini di seluruh penjuru dunia telah jutaan blog lahir dan mengalami metamorfosa dalam ekspresi dan fungsinya. Dari sesuatu yang sangat personal hingga yang sangat umum menjadi medium baru berkomunikasi.
Para seniman dan desainer membuat artblog atau workblog, komunitas foto dan fotografer membuat photoblog, para penyuka musik membuat podcast, kumpulan video disebut vblog dan banyak lagi disamping hal yang spesifik seperti medicalblog, politicalblog, fashionblog, dll. Maraknya blog ini ditunjang dengan hadirnya penyedia jasa blog hosting service dan blog software yang kebanyakan menyediakan jasanya secara cuma-cuma.Saya sendiri, dengan sebuah antusiasme mencoba mengenal karakteristik blog secara teknis dan fungsi untuk dapat saya gunakan secara tepat. Sebagai latihan barangkali telah 10-an blog saya buat dan sebagian besar tidak pernah saya publish namanya kepada teman-teman. Saya hanya menaruh ekspresi itu nun di dunia maya sana. Saya beranggapan sesi latihan ini penting sebagai jalan menemukan alasan yang paling pas untuk punya blog. Seperti berjuta orang di dunia yang ber-blog mereka –secara independent-memilih sendiri apa yang menjadi minatnya. Pakde Totot teman saya http://pakde.com misalnya, Ia mengekspresikan blognya sebagai “Celebrating Life. Inilah cara saya menghormati kehidupan”, Tiara Lestari yang sempat heboh itu membuat jurnal pribadinya sebagai media PRnya di http://tiaralestari.blogspot.com/ setelah orang-orang menemukan blog ini dan membaca isinya apa kira-kira opininya?Ada lagi blog yang membuat positioning dengan smart http://beritaseni.wordpress.com/ sebagai Kantor Berita Seni
Indonesia (Indonesian Art News Agency) tentunya yang pertama. Seribu satu ekspresi boleh-boleh saja kita kemas di blog. Masih banyak blog bagus dan ber-jatidiri jika kita punya cukup waktu menjelajah dunia maya.Yang menarik adalah bagaiamana saya belajar banyak dari dunia blog. I really impress. Belajar memahami orang lain (secara diam-diam) tanpa harus mengganggu privacy-nya, punya banyak teman baru dan saya lebih menerima bahwa isi kepala orang lain itu luar biasa hebat-hebat. Jadi lebih respect, lebih bisa beda lebih open mind, dan yang paling top adalah bisa tambah pinter. Mari kita ngeblog supaya kita tambah pinter….dan lebih dewasa…juga merdeka. (daleeem bangeeet!!!) Ps:Jangan lupa populerkan juga etika berblognya ya bang!
Dunia blog bagi saya merupakan ranah bagi individu untuk mengekspresikan, mengaktualisasikan, dan mengkomunikasikan gagasan yang ada dalam pikiran masing-masing blogger. Dunia blog menyatukan sebuah komunitas, menyatukan etnis, dan juga ideologi. Banyak blog yang muncul mengemban nilai-nilai primodialisme etnisitas, dan juga ideologi. Dan lain sebagainya.
Namun demikian, satu hal yang paling menarik, dalam pandangan saya, blog telah berkembang menjadi bagian yang sangat tidak mungkin dipisahkan dari kehidupan sosial masyarakat kelas menengah ke atas, dan konsekuensi dari ini, kita aakan menjumpai pula, kelak, sifat asosial dari sebagian masyarakat yang menghabiskan waktunya di depan komputer. Hubungan tidak lagi melekat dari tatapan mata yang dasyat, tapi telah ditukat dengan “benda” yang bergerak dengan kamera web, dan lain-lain.
Konsekuensi yang demikian itu jelas tak sehat dalam kehidupan sosial budaya yang menuntut interaksi rasa sosial yang mendalam… hanya itu
Salam
Good writing!!! Isi pikiran yg baik membahas ttg per-blog-an. Buat saya Blog adalah baik sebagai tempat utk mengapresiasikan diri lewat tulisan-tulisan apa yg kita rasa, pikirkan, beropini, dsb serta merupakan apresiasi art yg lain tanpa melupakan bahwa kita pun sbg mahluk sosial perlu juga untuk bersosialisasi diri.
Intinya keseimbanganitu pun perlu dijaga dan dipelihara.
Salam dr USA,
Fida Abbott
Saya suka blog, karena saya sering mikir2 ga jelas waktu naik motor, atau ketika melamun sendirian di kamar. Hehehehe… Daripada dipendam mending ditulis aja kali ya? 🙂
“The end of journalism”
Aku gak tau apakah benar dunia jurnalistik akan mati, malah menurutku dengan kehadiran blog atau media alternatif, jurnalistik akan semakin berkembang.
Setiap orang adalah pewarta, aku pikir bukan untuk kematian “journalism”-nya tapi kematian untuk pengusahanya [yang pengen monopoli] hehehhehehe. Dan apakah usaha surat kabar [atau berbahan kertas] itu akan mati? Itu kalo modalnya gak kuat pasti mati deh hehehehe….kalo kuat ya jalan terus. Tentu dengan segala inovasi penyampaian informasinya.
O ya, sejak penemuan kertas pertama, kita ampe sekarang masih butuh kertas. Apalagi ampe tahun 2040 yang sebentar lagi. Kayaknya si budhiana itu asal comot aja deh hihihihihi. biar terkesan kontroversial.
Sekarang tinggal bagaimana si “citizen journalism” itu, melalui blog atau apalah namanya, mampu menyuguhkan informasi yang bertanggung jawab. Dan kebayang dong, usaha seseorang yang ingin menaikkan kredibilitas dalam urusan penyampaian informasi, taruhan, pasti cape banget!
salam hangat
frino