Masyarakat Bali Kuno dalam Memuliakan Air
Berbicara perihal Gianyar, kabupaten ini tidak hanya terkenal dengan hasil seni, kerajinan, dan atraksi budayanya saja. Secara historis Gianyar menyimpan berbagai tinggalan kepurbakalaan yang sangat melimpah, mulai dari peninggalan masa prasejarah hingga masa klasik Hindu-Budha dapat dijumpai di berbagai desa di Kabupaten Gianyar. Hampir seluruh dari peninggalan-peninggalan tersebut sampai saat ini masih disakralkan oleh masyarakat di sekitarnya.
Salah satu tinggalan purbakala yang cukup banyak dijumpai di wilayah Kabupaten Gianyar adalah candi. Tinggalan candi-candi di Gianyar memiliki pola yang cukup unik, kebanyakan dari candi-candi tersebut dipahatkan pada tebing batu cadas di aliran sungai. Pola ini sepertinya mengikuti pakem dari kitab India Kuno yaitu manasara silpasastra dan silpaprakasa yang menyebutkan salah satu syarat dari berdirinya sebuah kuil atau bangunan suci haruslah berdekatan dengan sumber air.
Pola lain yang tidak kalah uniknya adalah adanya bangunan pendamping yang berupa ceruk. Bangunan tersebut difungsikan untuk bertapa, sehingga kompleks percandian di Gianyar tidak hanya digunakan sebagai tempat pemujaan saja tetapi juga sebagai tempat untuk menuntut ilmu.
Beberapa situs purbakala yang memiliki pola seperti yang sudah disampaikan di atas adalah Candi Tebing Gunung Kawi, Candi Tebing Kerobokan, Gua Garba, dan Candi Tebing Tegallinggah yang terdapat di sepanjang aliran Sungai Pakerisan. Candi Tebing Kelebutan dan Gua Gajah yang terdapat di aliran Sungai Petanu. Terakhir adalah Candi Tebing Jukut Paku yang terdapat di aliran sungai Wos.
Nampaknya, pada masa Bali Kuno air telah memiliki peran yang fundamental tidak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan jasmani tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan rohani oleh masyarakatnya. Hal itu tapak jelas dari upaya-upaya pemuliaan air yang dilakukan oleh masyarakat pada masa tersebut dengan memanfaatkan daerah aliran sungai sebagai tempat suci pemujaan.
Bagaimana dengan saat ini?
Timbul tanda tanya besar terkait permasalahan air yang terjadi di Bali. Pergolakan ekologi khususnya air menjadi masalah yang mencuat belakangan ini, permasalahan tersebut timbul akibat perkembangan aktivitas pariwisata yang begitu pesat. Eksploitasi sumber daya alam untuk mengakomodir kegiatan pariwisata menjadi tantangan serius yang sedang dihadapi Bali saat ini. Alih fungsi lahan persawahan, lahan hijau, dan lain sebagainya menjadi fasilitas penunjang pariwisata akan berdampak pada menurunnya kualitas maupun kuantitas air.
Kawasan daerah aliran sungai pun sering kali menjadi sasaran empuk dalam pembangunan fasilitas pariwisata seperti vila dan sejenisnya. Pemandangan yang ditawarkan menjadi salah satu poin mengapa para pelaku pariwisata mengubah daerah tersebut menjadi fasilitas pengeinapan.
Berdasrkan penelitian yang dilakukan oleh (Esti dkk, 2016) dari Universitas Mahasaraswati mengenai kualitas air di Daerah Aliran Sungai Pakerisan, dalam penelitian tersebut mengambil tiga sampel yang terdiri dari daerah hulu (di sekitar Pura Mengening, Desa Manukaya), daerah tengah (di Banjar Pacung, Desa Pejeng Kelod), dan di hilir (di Banjar Medahan, Desa Medahan). Dari tiga sampel yang diambil menunjukan pencemaran yang terjadi di daerah hulu disebabkan oleh aktivitas mandi dan mencuci pakaian yang dilakukan oleh masyarakat di sungai. Namun, di daerah tengah dan hilir pencemaran yang terjadi didominasi oleh limbah industri yang di dalamnya mencakup vila dan hotel.
Melihat hasil penelitian tersebut, menurut saya daerah hulu relatif lebih aman dari pencemaran inustri karena adanya candi-candi yang masih disakralkan oleh masyarakat setempat. Dapat dibayangkan dampak yang terjadi apabila leluhur kita tidak membangun candi atau bangunan pemujaan di daerah aliran sungai tersebut. Melalui peninggalan yang diwariskan oleh para leluhur sudah sepantasnya kita merefleksikan kembali permasalahan-permasalahan seputar air yang saat ini sedang kita hadapi bersama.
Referensi:
Surata, K., Vipriyanti, U., Ismail, D., Martiningsih, E., & Sustrawan, A. PENGELOLAAN DAS TUKAD PAKERISAN BERKELANJUTAN DAN BERBASIS BUDAYA.