Sejatinya festival adalah ruang untuk menjalin dan memperkuat ikatan sosial, saling bertukar cerita dan kenangan. Festival film pendek internasional, Minikino Film Week (MFW) bekerja sama dengan media jurnalisme warga, BaleBengong & Melali membuka kesempatan bagi kalian yang ingin merasakan pengalaman yang kaya akan pengetahuan. Minikino dan Melali menawarkan program “Melali ke Desa bersama Minikino” pada hari Kamis, 14 September 2023 bertujuan ke Desa Les dan Sabtu, 16 September 2023 ke Desa Penatahan dan Desa Adat Pagi sekaligus menikmati layar tancap suguhan MFW.
Melali dalam Bahasa Bali artinya jalan-jalan. Nah, ini adalah perjalanan melihat, mendengar, dan merasakan kegiatan sehari-hari warga di desa-desa. Rute melali dibuat dan dipandu warga, jaringan Kelas Jurnalisme Warga (KJW) BaleBengong.
Minikino Film Week sendiri dari tahun ke tahun, aktif menyelenggarakan Pop-up Cinema, atau istilah lokalnya Layar Tancep atau Misbar (Gerimis Bubar). Sebuah bioskop keliling yang mengelilingi pulau, menjangkau desa-desa di Bali. Kegiatan ini menyatukan semua orang untuk merayakan Festival Film Pendek Internasional di lingkungan yang unik, mengalami Bali dari sisi lain. Tahun ini, Pop-up Cinema akan digelar di Desa Adat Pagi, Tabanan pada hari Sabtu, 16 September 2023.
Desa yang menjadi tujuan kita melali kali ini punya keistimewan, pengetahuan, sekaligus tantangan yang bisa dibagikan. Kamu bisa pilih ingin melali ke mana, sambil simak kegiatan apa saja yang akan dilakukan di desa-desa tersebut. Atau mau melali ke semua desanya juga, boleeeh.
Melali ke Desa Les, Buleleng
Satu hari sebelum pembukaan MFW yaitu hari Kamis, 14 September 2023, “Melali ke Desa” akan berangkat ke Desa Les. Desa ini merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng. Desa Les menjadi salah satu desa yang memiliki berbagai macam destinasi pariwisata. Air terjun, pura, wisata bahari, wisata pembuatan garam tradisional serta produk-produk lokal lainnya yang ada di Desa Les menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung kembali ke Desa Les.
Desa Les dikenal juga sebagai salah satu desa tertua di Bali. Di desa ini kamu akan mendengar kekayaan kisah dan cerita lokal dari budaya Bali Lama. Kamu juga bisa bertemu petani arak lontar. Mengupas lebih dalam apa itu tuak? Apa itu lau? Dan bagaimana arak berperan dalam ritual, sosial dan budaya. Juga bertemu dengan Kepala Dusun Butiyang untuk mendengar bagaimana kultur sosial masyarakat di bukit dengan masyarakat di bawah Desa.
Di tengah perjalanan juga tim Melali akan mengajak kamu bertemu Wa Mardi di Yangudi. seorang pengabdi pertanian coklat, vanili dan seniman gong pipa di Yangudi. Kamu akan mendapat kearifan lokal yang melihat praktik bertani adalah suatu wajib. Sambil melihat-lihat kebun yang berdampingan dengan Lebah Trigona yang berdampingan dengan alam sekitar.
Jika perut mulai keroncongan, mari bertemu Nyoman Wiryadama, penekun gula juruh lontar dan mencoba membuat sadapan nira kelapa dan menikmati kudapan khas orang bukit (singkong rebus cereret gula juruh). Disambung santap siang dengan menu khas pesisir Les dan jukut blook coboran.
Seusai membahagiakan perut, di akhir hari, kamu akan diajak basah-basahan (kalau mau) ke pantai Pantai Panyumbahan. Berkunjung ke ladang garam, majukungan (naik perahu), dan mandi di laut (bawa baju ganti kalau mau). Perjalanan ke Desa Les ini tidak diikuti dengan Pop-Up Cinema karena lokasinya yang jauh dengan Desa pagi. Tapi jangan khawatir, kalau kamu ingin sekali nonton film-film pendek di Pop-Up Cinema. Ikut lagi yuk melali ke Desa Penatahan hari Sabtu, 16 September 2023.
Melali ke Desa Penatahan, Tabanan.
Desa Penatahan memiliki cerita tentang warga yang menjadi pendamping sebaya (paralegal) untuk menangani kasus kekerasan. Berangkat dari kepedulian warga menyoal kesetaraan gender, berkembanglah ragam program pemberdayaan untuk warga Desa Penatahan yang sudah terbalut dalam kegiatan keseharian warganya.
Berada di tengah hamparan sawah. Melalui jalan setapak sawah, bubur bali akan menyambut kita bertemu dengan paralegal di Kubu Bali Women Crisis Centre WCC. Menyetarakan isi kepala tentang kedudukan perempuan Bali dalam hukum adat Bali. Bagaimana hukum adat Bali memposisikan perempuan? Paralegal Penatahan mengajak kita berbagi pengalaman penanganan kasus perempuan Bali.
Setelah itu kita melanjutkan perjalanan menuju Pemandian Air Panas Desa Penatahan. Menikmati berkah air panas alami dari Gunung Batukaru. Juga cerita tentang sumber mata air panas alami yang dikelola oleh warga sejak tahun 1999 dan sampai saat ini masih dijaga kelestariannya. Berada di tengah perumahan warga, pemandian air panas yang dikelola di tingkat keluarga adalah warisan dari generasi ke generasi sejak tahun 1990. Meski sumber mata airnya berada di tengah-tengah sungai dengan suhu air normal, namun air tidak mempengaruhi suhu air panas. Mencoba berendam langsung di Yeh Panes adalah pengalaman yang seru, karena banyak manfaat mandi di air panas.
Lalu kita akan mencoba membuat eco dupa yang menjadi sumber pemberdayaan perempuan Desa Penatahan. Pelatihan eco dupa ini juga menjadi salah satu pelatihan pemberdayaan ekonomi kreatif untuk komunitas perempuan BWCC. Praktek bersama eksplorasi aroma di dupa hingga pengemasan. Jika ingin berjalan sedikit lebih lanjut dan menunggu sampai petang, perjalanan bisa dilanjutkan menuju Desa Pagi untuk menonton Pop-Up Cinema bersama warga.
Film-film pendek yang akan ditayangkan di Pop-up Cinema merupakan film yang dapat diakses oleh semua usia. Asal negara dari film-film pendek ini juga beragam, mulai dari Kroasia, Jerman, Indonesia, Belgia, India, Swedia, hingga Republik Ceko. Film-film yang dipilih, bisa jadi sajian penutup hangat dari perjalanan panjang yang penuh wawasan ke Tabanan (daftar film selengkapnya bisa dicek di: https://minikino.org/filmweek/2023-venues/).
Bukan Perjalanan Biasa
“Membangun literasi lokal adalah semangat yang sejalan antara Minikino dengan Balebengong”, ujar I Made Suarbawa, direktur layar tancep Minikino. “Perbedaannya hanya terletak di medium. Balebengong menggunakan medium jurnalistik, sedangkan Minikino lewat film pendek.”
“Melali ke Desa” lahir dari inisiatif Balebengong untuk menggiatkan jurnalisme warga. Tempat-tempat yang menjadi destinasi melali adalah lokasi pelatihan jurnalisme warga, yang dipantik untuk menyalakan kembali pengetahuan lokal di daerahnya. Jurnalisme warga akhirnya melahirkan potensi desa dan menjadikan warga lokal sebagai pemandunya.
Minikino di sisi lain, melalui Pop Up Cinema, membuka ruang untuk menonton dan literasi film. Minikino ingin mengajak warga dari lokasi berkegiatan bersama menyuguhkan layar tancep dapat memiliki kemampuan berpikir kritis atas tontonannya. Desa yang memiliki ketertarikan lebih lanjut dapat bekerjasama dengan Minikino untuk mengadakan pelatihan pengenalan proses produksi film. Memberdayakan warga dengan konteks, teknologi, dan tutur naratif yang dimiliki warga lokal.
Dua semangat ini yang menjadikan “Perjalanan Melali ke Desa bersama Minikino” bukan sekedar wisata turisme semata. Jadi tunggu apa lagi, mai milu melali!