Bagi sebagian orang, berwisata ke Bali Barat jadi perjalanan yang jauh. Namun, bersama Melali ke Desa, mematahkan pernyataan-pernyataan itu. Pada 4 Maret 2023, Melali ke Desa menempuh perjalanan wisata yang tak ekstrim yaitu Melali ke Desa Candikusuma, Jembrana. Perjalanan melali total 10 jam itu kami mulai dari Denpasar, dan kembali ke Denpasar pada hari sama.
Persimpangan pertama tiba di Pantai Bale Bengong Desa Candikusuma. Bersama Kaling Banjar Moding Kaja, Kadek Erayanta, Babinsa Desa Candikusuma, Dewa Rai dan alumni KJW Moniyarka dan Dek Yudi. Melali ke Desa Cadikusuma dipandu oleh Nanoq Da Kansas. Setelah berkenalan dan bercerita akhirnya Om Nanoq membuka percakapan tentang asal usul sejarah Desa Candikusuma. Konon Ida Pedanda Sakti Wawurauh tiba di Desa Candikusuma bersama istri yang sedang hamil besar dan seorang putri, yang disambut oleh dua orang warga yang bernama Pan Bulus dan Indrakusuma.
Penelusuran kami mulai dari situs peninggalan VOC di Bali Barat. Sebuah candi berbentuk segitiga oleh warga setempat diberi nama Candi Puncak Manik. Konon dibuat oleh orang Belanda yang mempunyai perkebunan di areal tersebut pada tahun 1897. Akibat terlalu banyaknya gangguan binatang buas dan banyaknya korban jiwa dari para pekerja, akhirnya dibuatlah candi tersebut sebagai media pemujaan dan persembahan sampai saat ini.
Dari Pantai Candikusuma kami langsung menuju kebun kakao I Ketut Sudomo yang berada di Dusun Moding. Di kebun kami belajar tentang jenis-jenis kakao. Bagaimana perawatannya dan bagaimana pangsa pasarnya. Sehabis itu kami mencicipi buah kakao matang yang baru dipetik. Menuju kebun kakao Sudomo, kami disambut alat musik tradisional Jegog. Sudomo juga terlibat sebagai salah satu perintis kesenian Jegog di Banjar Moding, Candikusuma.
Usai dari kebun kakao Sudomo, kita menuju rumah cokelat (coklat CK). Cokelat CK adalah industri kecil yang melibatkan ibu-ibu rumah tangga. Mereka mengolah secara kreatif hasil kebunnya sendiri agar mempunyai daya jual yang lebih tinggi. Di sana kami juga belajar proses pembuatan coklat dari kakao permentasi. Mulai tahap roasting, penggilingan, pencampuran bahan baku, hingga menjadi coklat dan cara pengemasan.
Dari cokelat CK kita menuju Dusun Senja. Sampai di sana kita sudah ditunggu dadong (nenek) yang sudah menyiapkan lawar klungah, jukut komoh dan be mepanggang. Di Dusun Senja kami makan siang dengan menu yang disiapkan dadong. Sehabis makan kami ngopi ngopi santuy dengan kuskussa keseleo (ubi kukus) dan biu raja. Sambil bercerita tentang pengalaman-pengalaman kita di desa yang mungkin belum tentu mereka pernah alami.
Sambil mendengar Om Nanoq bercerita tentang Dusun Senja. Kegiatan-kegiatan yang ada di Dusun Senja salah satunya adalah Festival Dusun. Kegiatan tahunan di Dusun Senja, merupakan satu-satunya festival yang ada di desa.
“Banyak pelajaran yang saya dapat dari kegiatan ini, mulai dari sejarah, budaya, dan yang paling utama adalah teman baru,” kata I Putu Agus Budi Arta, warga Moding. Rute terakhir adalah rute menuju Denpasar. Mampir di Rompyok Kopi, Komunitas Kertas Budaya, tempat nongkrong anak muda yang suka sastra, berpuisi dan main teater. Diasuh oleh I Wayan Udiana, nama lahir Om Nanoq, sastrawan terkenal Bali yang setia berkarya dari kampungnya, Jembrana.
Romyok Kopi adalah rumahnya, ada panggung sastra di dalam dan menu-menu minuman yang diraciknya bersama istri. Salah satunya yang kami coba adalah Es Kuning, pelepas dahaga. Diracik dari sirup jeruk, soda, dan susu. Segar sekali sambil diskusi soal gerakan sastra di Bali Barat. Anak-anak muda yang tidak bisa menikmati bioskop di Negara, masih bisa membuat karya aduhai. Ternyata Jembrana sing (tidak) joh, tidak jauh kalau tahu cara menikmati perjalanannya.