Minggu kemarin berbagai komunitas mengadakan pasar bersama.
Pasar Produk Komunitas ini merupakan pameran bersama produk kreatif dan ramah lingkungan hidup yang diproduksi berbagai komunitas di Bali. Lokasinya di Taman Baca Kesiman, Denpasar.
Agenda ini sekaligus dalam rangka meluncurkan produk beras merah sehat Kelompok Tani Manik Mas yang didukung WALHI Bali dan SGP-GEF.
Selain Kelompok Tani Manik Mas bersama WALHI Bali dengan produk beras merah sehat, di dalam pasar produk komunitas yang digagas WALHI Bali juga terlibat organisasi dan komunitas lain seperti Teras Mitra dengan produk kreatif jaringannya, Sanggar Anak Tangguh & Plasticology dengan karya seni hasil daur ulang sampah plastik, Uma Wali dengan produk beras sehatnya.
Ada pula Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) dengan kerajinan daur ulang dari sampah plastik, Lengis Tandusan Bunga Desa dengan produknya minyak kelapa tradisional. Selain itu juga ada pos informasi & bahan-bahan kampanye dari Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa.
Made Krisna Dinata, ketua panitia Pasar komunitas menjelaskan, ada empat tujuan diadakannya pasar produk berbasis komunitas. Pertama, memperkenalkan produk berbasis komunitas yang ramah lingkungan hidup kepada konsumen secara lebih luas. Kedua, mempublikasikan kerja dan karya dari komunitas-komunitas yang aktif belajar dan berkomitmen menerapkan pola produksi alternatif dan kreatif yang ramah lingkungan hidup.
Ketiga, meningkatkan kesadaran konsumen untuk mendukung aktivitas produksi dan produk-produk berbasis komunitas. Keempat, membangun jaringan produsen berbasis komunitas yang ada di Bali.
Pasar Produk Komunitas juga diramaikan oleh panggung musik yang diisi oleh The Hydrant, Relung Kaca Project, The Bullhead, The Ledorz, Made Mawut, Woodfucker dan DJ Kaset Enggohoi//Nova.
Kelompok Tani Manik Mas sendiri adalah kelompok petani yang tersebar di tiga subak di wilayah Desa Babahan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan yaitu Subak Uma Dui, Subak Aya Babahan, dan Subak Uma Utu. Subak Uma Utu merupakan subak utama yang menjadi pertanda dimulainya musim tanam padi Bali.
“Beras merah produksi Kelompok Tani Manik Mas yang hari ini dilaunching dihasilkan dari Subak Uma Utu,” kata Gilang, Koordinator Program.
Menurut Gilang hampir seluruh hasil panen yang dihasilkan oleh petani dijual kepada tengkulak dalam bentuk gabah. Dalam beberapa situasi, petani bahkan menjual hasil pertaniannya sebelum masa panen dilakukan. Hal ini menyebabkan sebagian besar proses produksi petani hanya berhenti maksimal sampai pada gabah.
Akibatnya, potensi pendapatan petani hanya berakhir sampai pada gabah. Nilai tambah dari proses pertanian padi akan lebih besar ketika padi diproses sampai menjadi beras dan kemudian dijual dalam bentuk beras.
Pada masa panen tahun 2015 ini, WALHI Bali bersama SGP-GEF mengajak Kelompok Tani Manik Mas untuk melanjutkan proses produksi pertanian sampai menjadi beras. Padi yang ditanam, dan gabah yang dipanen oleh kelompok tani, tidak dijual habis kepada tengkulak.
Sebagian gabah yang dipanen oleh petani, diproses lebih lanjut oleh kelompok tani untuk dijadikan beras merah dan dibungkus dengan mencantumkan logo dari kelompok tani Manik Mas. “Ini adalah inisiatif tahap awal dalam membentuk kemandirian petani, dan kami berharap ini akan semakin membesar ke depannya,” papar Gilang.
Dalam satu tahun terakhir, WALHI Bali bersama kelompok Tani Manik Mas di Babahan, Penebel, Tabanan melakukan kerja sama untuk mengembangkan praktik pertanian ramah lingkungan hidup dengan cara-cara organik. Desa Babahan sebagai wilayah kerja kelompok tani Manik Mas, merupakan kawasan hulu yang memengaruhi bagaimana kualitas dan ketersediaan sumber air bagi kawasan hilir di Bali.
Selain memberikan produk pertanian yang lebih sehat, penerapan pertanian yang ramah lingkungan hidup akan mengurangi pencemaran air dan lahan di kawasan hulu sehingga memberikan kontribusi positif terhadap upaya pelestarian dan perbaikan kualitas sumber air yang mengalir ke kawasan lain di Bali.
WALHI Bali dan SGP-GEF mengajak Kelompok Tani Manik Mas untuk menerapkan pola-pola pertanian sehat. Petani menanam bibit lokal padi Bali, menggunakan pupuk organik MOL (mikroba olah lokal), dan memanfaatkan potensi alam untuk melawan hama. Hal ini akan mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida kimia di lahan pertanian.
Dalam proses tersebut, WALHI Bali terlibat untuk melakukan pelatihan pembuatan pupuk organik MOL dan pemanfaatan potensi alam untuk mendukung pertanian sehat. WALHI Bali juga melakukan rembug bersama petani soal pola pertanian sehat dan ramah lingkungan seperti yang telah dilakukan oleh para petani pendahulu.
“Kami juga terlibat dalam proses produksi hasil pertanian yakni ikut terlibat dalam memproses gabah menjadi beras dan mengemasnya,” tambah Gilang.
Pada acara Pasar Produk Komunitas, Suriadi Darmoko, Direktur Eksekutif WALHI Bali, juga menyerukan kepada pemerintah untuk mendukung upaya peningkatan pendapatan petani dengan memfasilitasi para petani untuk mengolah hasil pertaniannya sampai menghasilkan satu produk. Contohnya memfasilitasi petani memproses gabah menjadi beras dan kemudian petani menjual beras sehingga secara ekonomi akan meningkatkan pendapatan petani.
WALHI juga mendorong pemerintah untuk melakukan perlindungan lahan pertanian. Dengan meningkatnya pendapatan petani melalui pengurangan biaya pengolahan lahan dan peningkatan pendapatan dari penjualan hasil pertanian maka dalam jangka panjang akan terwujud lahan pertanian pangan berkelanjutan karena ada jaminan kesejahteraan menjadi petani.
Lahan yang menjadi sumber penghidupan petani harus dilindungi. Melakukan perlindungan lahan pertanian juga termasuk menghentikan pengambilan air yang menjadi sumber pengairan bagi sawah-sawah dan menghentikan praktik alih fungsi lahan pertanian.
Perlindungan lahan pertanian ini untuk menjaga keberlangsungan kebudayaan Bali yang selama ini menjadi tulang punggung pariwisata dan perekonomian Bali. “Bangun Bali subsidi petani,” pungkasnya. [b]