Paramuda termasuk kawan penyandang disabilitas bergabung dalam literasi dan aksi Siberkreasi Class 2020 di Denpasar, Bali.
Sebanyak 150 orang peserta dan panitia Siberkreasi Class 2020 memadati Rumah Sanur, Denpasar pada 27 Januari 2020. Para peserta melebihi target 100 orang sehingga ruangan semi terbuka ini terlihat penuh. Dua orang Juru Bahasa Isyarat menjadi jembatan komunikasi pada kawan Tuli.
Sacha Stevenson, Youtuber dari Kanada yang fasih berbahasa Indonesia ini bercerita tentang pengalamannya melihat dampak penyebaran konten yang kurang valid di Bali. Ketika itu ada video viral seorang bule menabrak orang, dikejar banyak orang, lalu dihakimi. Menurutnya data korban dilebih-lebihkan, jauh dari kenyataan.
Video viral penghakiman massa juga tersebar luas di beberapa akun info dan medsos sekitar 26 Januari. Seorang laki-laki muda dipukul dan ditendang beramai-ramai oleh banyak orang, disebut sebagai pencuri helm. Fakta dari kepolisian menyatakan ia bukan pencuri helm, namun naas, korban sudah meninggal akibat kekerasan yang diterimanya.
Beberapa hal ini dibahas dalam sesi talkshow Siberkreasi Class 2020. Selain penyebaran hoaks dan mudahnya warga menghakimi, juga didiskusikan cara produksi konten-konten yang lebih bermakna. Sacha menyebut ia senang membuat konten cara belajar Bahasa Inggris dengan cara menyenangkan. “Harus entertaining, editingnya harus bagus, ada thumbnail, tapi tetap educate,” seru perempuan yang kerap terlihat di sejumlah film televisi dan mukim di Bali.
Di awal 2020 ini, Siberkreasi menginisiasi program baru, yakni “Siberkreasi Class” yang hadir untuk mengajak netizen Indonesia memahami pentingnya etika di dunia siber serta mampu memanfaatkan teknologi untuk memproduksi konten positif yang berguna bagi masyarakat luas. Inisiasi tersebut tentunya tidak terlepas dari keadaan yang mulai cukup mengkhawatirkan dengan masifnya perkembangan informasi dan teknologi yang tidak diimbangi dengan pemahaman literasi digital. Akibatnya, lahir mentalitas “sumbu pendek” saat melihat berita di media sosial dan internet.
Kegiatan Siberkreasi Class ini berlangsung pada Senin, 27 Januari 2020, di Rumah Sanur Creative Hub, Sanur, Bali. Dibuka oleh Prof Dr. Henri Subiyakto, Staf Ahli Menteri Bidang Hukum, dan Ida Bagus Ludra sebagai Kabid IKP Diskominfo Provinsi Bali. Dengan mengangkat tema “Be Social Media Peacemaker”, acara ini digelar dalam bentuk Gelar Wicara (Talkshow) dan Lokakarya (workshop).
Henri mengatakan perkembangan media digital yang marak saat ini sudah selayaknya diimbangi dengan literasi digital yang perlu dijalankan di semua lini masyarakat. Salah satunya dengan menggandeng komunitas-komunitas kreatif serta masyarakat untuk menyebarkan gagasan, meningkatkan kemampuan untuk memproduksi konten positif, dan mengeksekusi gerakan masif untuk meningkatkan kebijakan dalam bermedia sosial.
Gelar wicara ini menghadirkan Yosi Mokalu, ketua umum Siberkreasi, sebagai moderator panelis gelar wicara yang diisi oleh Akhyari Hananto (GNFI), Sacha Stevenson (kreator konten), Luh De Suriyani, (aktivis dan penggiat Literasi Digital BaleBengong), serta Putri Alam (Google Indonesia).
Ada sejumlah apresiasi dan program yang diberikan perusahaan medsos pada pembuat konten seperti Youtube for Change. Yosi, personil Project Pop adalah salah satu peraihnya dan berbagi pengalamannya dari London saat diundang mengikuti program. Misalnya reaching-out, menjangkau follower yang suka komen ngawur, dengan siasat komunikasi tertentu.
Selain gelar wicara, terdapat pula tiga lokakarya, pertama lokakarya “Pembuatan Konten untuk Difabel” yang diisi oleh Andi Muhyiddin (Liputan6.com). Kedua, lokakarya “Mesin AIS dan Dampaknya pada Platform Digital dan Jurnalisme” oleh Antonius Malau (Kasubdit Pengendalian Konten Internet Ditjen Aptika Kominfo), dan Dessy Sukendar (Facebook Indonesia). Terakhir, lokakarya mengenai “Fact Checking” oleh Giri Lumakto (Mafindo). Ketiga lokakarya bisa dipilih oleh peserta dan dilaksanakan secara paralel selama dua jam.
Masifnya perkembangan teknologi dan informasi ibarat pisau bermata dua, memiliki dua dampak, yakni positif maupun negatif. Dengan masifnya perkembangan tersebut, tidak jarang muncul berbagai dampak negatif, seperti perpecahan yang disebabkan oleh misinformasi hoax, dan, cyber bullying, hingga adanya berbagai penipuan secara daring.
Dengan ini, perlu ditingkatkan kemampuan masyarakat dalam penggunaan internet secara baik sehingga dampak negatif internet dapat lebih ditekan. Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi merupakan gerakan sinergis yang mendorong pengguna internet/netizen di Indonesia dalam menggunakan internet secara lebih bijak dan bertanggung jawab. Gerakan ini diinisiasi oleh beberapa kementerian, lembaga, komunitas/organisasi, media dan juga private sector.
Menkominfo Johnny G. Plate memberikan tanggapan atas terbentuknya gerakan Siberkreasi sebagai suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan literasi digital di era perkembangan internet dan teknologi yang semakin masif ini. “Mereka terlibat dalam memberdayakan masyarakat dalam memahami perlindungan data, literasi digital, pengembangan kurikulum, dan tata kelola ruang siber. Gerakan ini telah secara efektif bersama-sama dalam melawan hoax dan cyber-bullying yang merajalela”, ujarnya.
Setelah dua tahun sejak diluncurkan pada 27-29 Oktober 2017 di Jakarta, siberkreasi telah berhasil mewadahi 103 lembaga/komunitas dari berbagai unsur, menjangkau 442 lokasi dengan lebih dari 185.000 peserta aktif yang dikemas dalam program- program sinergi, dan menyebarluaskan 73 buku seri literasi digital yang telah diunduh sebanyak 180.000 kali.