Oleh dr Made Cock Wirawan
Selasa, 13 November 2007, lalu saya mengikuti rapat pemantapan persiapan tim kesehatan dalam rangka menyambut Konferensi PBB tentang perubahan iklim (UN FCCC) di Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Konferensi yang akan berlangsung di Nusa Dua Bali dari tanggal 3 sampai 14 Desember 2007 ini menurut rencana akan dihadiri oleh lima kepala pemerintahan, 40 pejabat setingkat menteri dan lebih dari 15.000 delegasi pendukung dari 189 negara. Untuk menyukseskan even terbesar yang pernah diadakan di Bali ini maka semua sektor yang terkait mulai sejak dini sudah mempersiapkan diri termasuk sektor kesehatan.
Dinas Kesehatan Provinsi Bali sebagai kepanjangan tangan Departemen Kesehatan RI juga tidak mau ketinggalan untuk ambil bagian pada even akbar tersebut. Hampir seluruh jejaring kesehatan yang ada di Bali, baik swasta maupun pemerintah sengaja dilibatkan. Berkenaan dengan maksud tersebut, saya selaku wakil dari Rumah Sakit Umum (RSU) Sari Dharma Denpasar juga diundang untuk mengikuti rapat pemantapan persiapan yang pagi ini sudah kali kedua dilaksanakan. Kepala Dinas Kesehatan Bali, dr. Dewa Oka berkenan untuk membuka rapat sekaligus memimpin diskusi.
Ada satu hal yang menggelitik hati saya pada rapat kali ini. Pada sambutan pembukaan, Kadis Oka membeberkan hasil rapat antara panitia daerah dengan panitia pusat yang ada di Jakarta. Ternyata semua urusan konferensi oleh panitia pusat telah diserahkan kepada event organizer (EO), termasuk tetek bengek di bidang kesehatan. Hal ini tentu menimbulkan ironi, mengapa panitia pusat dalam hal ini pemerintah harus menyerahkan semua tugas penting tersebut kepada swasta, padahal di daerah pemerintah mempunyai aparatur yang bisa digerakan untuk bekerja?
Bila alasannya karena kesiapan dan peralatan yang kurang, pada kenyataannya EO yang menangani bidang kesehatan tersebut malah telah menghubungi beberapa pihak yang sebelumnya masuk ke jejaring kesehatan yang telah disiapkan oleh Dinkes untuk menyewa peralatan. Cara yang dilakukan pun sangat arogan, tidak melalui sistem koordinasi tetapi mengirimkan surat saja. Untungnya semua pihak yang telah dikirimi surat tidak berjalan sendiri-sendiri, mereka menunda memberikan jawaban karena harus berkoordinasi dengan Dinkes.
Gejala di atas tentu semakin menguatkan dugaan telah terjadi masalah yang akut dalam hal koordinasi di negeri ini. Setiap aparatur berjalan sendiri-sendiri tanpa mau menggandeng aparatur yang lain dalam melaksanakan tugas. Contoh kecil yang sering kita alami bersama adalah masalah galian di jalan. Bulan ini Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang melakukan galian, bulan depan Perusahaan Listrik Negara (PLN) lalu bulan berikutnya Telkom, padahal bila galian dilakukan bersama-sama segala sesuatunya bisa dihemat dan pengguna jalan tidak akan merasa terganggu terlalu lama.
Mudah-mudahan masalah pembagian tugas ini cepat kelar sehingga tidak terlalu berimbas pada persiapan Konferensi PBB. Bila tidak maka nama bangsa ini akan makin terpuruk di mata dunia internasional. [b]
wah, ini hal yang menarik juga dari sisi lain konferensi. mohon update terus soal ini di balebengong ya. kita dapat bacaan alternatif yang lebih kritis dibanding media massa lain.
soal koordinasi antar instansi, kondisinya memang sangat akut, kronis, stadium lanjut. saya sendiri punya pengalaman soal yang sama. mereka malah lebih suka menyerahkan ke EO. tidak berani ambil tanggung jawab dan risiko saja.
salam,
luhde