Teks dan Foto Luh De Suriyani
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan Sistem Pengendalian Intern (SPI) Pemerintah Kabupaten Badung lemah sehingga terjadi kekuarangan penerimaan daerah tahun anggaran 2009 sebesar Rp 120,83 milyar. Selain itu BPK juga melaporkan kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran sebesar Rp 1,2 milyar dan ketidakefektifan sebesar Rp 19,2 milyar. Jadi total inefisiensi dan inefektif pengelolaan pendapatan daerah Kabupaten Badung lebih dari Rp 141 milyar.
BPK menyerahkan hasil pemeriksaan ke DPRD Badung untuk ditindaklanjuti. “Pemerintah daerah bisa memberikan sanksi administrasi atau sanksi pidana pada pihak yang terbukti lalai sehingga menyebabkan tak terpenuhinya pendapatan daerah,” ujar Kepala Perwakilan BPK Provinsi Bali I Gede Kastawa di Denpasar, Rabu lalu.
Kekurangan penerimaan daerah sebesar Rp 120,83 milyar itu berasal dari tunggakan pajak daerah seperti hotel dan restoran sejak 1995 sampai dengan triwulan II tahun 2009 sebesar Rp 117,97 milyar. Sisanya pajak yang sudah dipungut wajib pajak tapi belum disetorkan ke kas negara, sehingga akumulasinya berjumlah Rp 120,83 milyar.
Selain itu terdapat selisih Rp 1,2 milyar karena kelemahan menentukan tarif penetapan retribusi ijin mendirikan bangunan (IMB). “Retribusi tidak ditetapkan berdasar klasifikasi ruas jakan dan tidak memperhatikan asas keadilan serta kepatutan,” lanjut Kastawa.
BPK juga menemukan bahwa Pemkab Badung kurang optimal melakukan pungutan pajak sehingga terjadi ketidakefektifan sebesar Rp 19,2 milyar. Hal ini merujuk banyaknya objek pajak yang tak dipungut seperti pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, reklame, dan pajak bahan galian golongan C seperti pasir dan batu. “Banyak sekali investasi pariwisata tapi luput dari setoran pajak daerah,” kata Kastawa.
Ia mengatakan BPK tengah menggodok peraturan untuk menjerat oknum pemerintah yang dinilai tak menindaklanjuti temuan BPK ini. Karena itu, untuk sementara DPRD Badung diharap mampu menelusuri temuan ini.
Dari catatan BPK, terdapat 17 tempat usaha pariwisata di Badung yang belum berijin tapi telah beroperasi. Terdiri dari satu hotel, satu kondotel, dua restoran, 12 pondok wisata, dan satu spa. Selain itu sedikitnya ada 54 bangunan lagi belum mengantongi IMB, dan 129 badan usaha yang sudah berijin tapi belum punya nomor pokok wajib pajak (NPWP).
Menanggapi hal ini, I Made Sumer, Ketua DPRD Badung mengatakan akan memperbaiki sistem pengawasan penerimaan pajak daerah dengan membuat sistem komputerisasi. “DPRD Badung sudah membentuk panitia khusus sistem komputerisasi pajak hotel dan restoran serta retribusi, agar kebocoran pajak tak makin tinggi,” kata Sumer, mantan Wakil Bupati Badung ini.
Kebocoran pajak daerah ini, diakui Sumer juga karena masifnya pembangunan investasi pariwisata di Badung, namun belum diikuti kemampuan sumber daya pemerintah. “Kami kekurangan tenaga dan juga kemampuan penagihan pajak,” katanya.
DPRD Badung menargetkan pada 2010 ini, minimal 20% pajak daerah itu bisa ditagih. Hal ini dilakukan dengan cara mendatangi langsung wajib pajak ke hotel atau restoran, terutama penunggak pajak besar. [b]