Perjalanan menuju Pura Segara Ulun Danu Batur dimulai dengan menyusuri lereng Gunung Batur menggunakan motor. Sepanjang jalan, terlihat bangunan-bangunan pengepul pasir yang memanfaatkan material sisa letusan gunung. Udara segar pegunungan dengan lalat yang beterbangan sesekali menabrak muka. Saya sempat bertanya kepada Oka Agastya, teman saya sekaligus pemandu geowisata, “Kenapa di sini banyak lalat beterbangan?”
“Di sini memang banyak truk pupuk kandang yang lewat,” jawab Oka. “Kebanyakan petani di kawasan Gunung Batur menggunakan pupuk kandang mentah, yang langsung ditebar di lahan tanpa diolah dulu. Pupuk kandang mentah ini jadi tempat ideal bagi lalat untuk bertelur dan berkembang biak.”
Sesampainya di Pura Segara Ulun Danu Batur, Oka menceritakan sejarahnya, pura ini diperkirakan mulai dibangun sejak zaman Empu Kutura pada abad ke-10 hingga ke-11. Pada masa itu, kawasan di kaki Gunung Batur dipenuhi banyak bangunan dan pemukiman, termasuk pura ini sebagai tempat ibadah umat Hindu yang khusus memuja Dewi Danu, dewi penjaga danau dan sumber air.
Pada tahun 1849, letusan Gunung Batur menyebabkan kerusakan parah pada sebagian besar bangunan di sekitar kaki gunung, termasuk pura ini. Namun, meskipun mengalami kerusakan, bangunan Pura Segara Ulun Danu Batur tetap kokoh berdiri dan tidak hancur total. Kemudian pada letusan besar yang mengakibatkan Masyarakat Desa Batur lama berpindah di tahun 1926, kawasan ini kembali dilanda bencana yang lebih dahsyat, merusak hampir seluruh bangunan di sekitarnya. Meski demikian, Pura Segara Ulun Danu Batur tetap tidak mengalami kehancuran berarti, menandakan ketahanan dan nilai spiritual yang tinggi dari pura ini.
Pura Segara Ulun Danu Batur terletak di pinggir Danau Batur, sehingga pengunjung dapat menikmati pemandangan danau yang luas dan indah. Salah satu daya tarik utama adalah pura yang tampak seperti terapung di atas permukaan air danau, menciptakan pemandangan yang sangat memukau dan menjadi momen favorit bagi wisatawan untuk berfoto.

Luas hamparan Danau Batur juga menjadi magnet bagi para wisatawan yang ingin menikmati keindahan alam dan budaya Bali secara bersamaan.
“Walaupun Pura Segara Ulun Danu Batur sudah terbukti kuat bertahan dari dua letusan besar Gunung Batur pada tahun 1849 dan 1926, sekarang pura ini justru menghadapi tantangan baru,” jelas Oka.
“Apa tantangannya?” tanya saya yang baru pertama kali berkunjung ke sini
“Perubahan iklim” jawab Oka. “Akibat perubahan iklim, volume air Danau Batur terus menurun. Kalau dulu, pura ini benar-benar terlihat seperti terapung di atas permukaan danau. Tapi sekarang, air danau sudah jauh berkurang, jadi pemandangan ‘pura terapung’ itu sudah jarang terlihat seperti dulu lagi.”
Setelah selesai mendengarkan penjelasan Oka, saya lanjut berjalan menuju area dalam Pura Segara Ulun Danu Batur. Sesampainya di tepi danau, saya memperhatikan perbedaan warna yang mencolok pada tembok dan jembatan apung yang menuju ke bangunan utama mandala. Tembok yang dulunya terendam air kini tampak jelas, sedangkan jembatan yang dulunya seolah mengambang di atas permukaan air kini justru terlihat lebih tinggi dari permukaan danau.

Saya baru benar-benar mengerti penjelasan Oka setelah menyaksikan langsung perbedaan ini. Air danau yang surut akibat perubahan iklim telah mengubah lanskap sekitar pura, sehingga bekas batas air pada tembok dan posisi jembatan menjadi bukti nyata bahwa Danau Batur memang sudah jauh berbeda dari masa lalu.
Penurunan permukaan air danau ini mengubah pemandangan dan pengalaman pengunjung, sekaligus menjadi peringatan akan dampak perubahan iklim terhadap lingkungan dan warisan budaya di Bali. Kondisi ini juga berdampak pada ekosistem dan ketersediaan air bagi masyarakat yang sangat bergantung pada danau sebagai sumber kehidupan.
Dengan demikian, Pura Segara Ulun Danu Batur bukan hanya situs bersejarah dan spiritual yang penting, tetapi juga simbol ketahanan masyarakat menghadapi bencana alam dan kini menghadapi tantangan perubahan iklim yang memengaruhi lanskap danau serta keberlangsungan pura itu sendiri.
Penulis: Hanif Sulaeman (Secretary General U-INSPIRE Alliance) dan Oka Agastya (Batur UNESCO Global Geopark)
sangkarbet sangkarbet sangkarbet legianbet