Di tengah perkembangan zaman saat ini yang menyelimuti Bali, Desa Tejakula, Buleleng tetap mempertahankan tradisi uniknya, yaitu Kayoan. Pemandian umum yang hingga kini masih menjadi tempat favorit masyarakat, Kayoan Tejakula bukan hanya sekadar tempat membersihkan tubuh, tetapi juga ruang untuk memaknai kebersamaan dan nilai-nilai luhur.
Pemandian Kayoan mudah diakses melalui jalur darat. Lokasinya yang tidak terlalu jauh dari pusat Desa Tejakula, memudahkan warga mengakses lokasi ini.
Pada saat ini, biasanya orang-orang akan lebih memilih membuat kamar mandi daripada mandi di tempat umum, seperti pemandian di sebuah desa. Namun, masyarakat yang tinggal di dekat Kayoan Tejakula masih dengan tradisinya yang mandi di tempat pemandian tersebut. Selain karena airnya yang segar, masyarakat juga bisa saling menyapa satu sama lain saat di pemandian. Di Kayoan Tejakula sendiri, untuk tempat mandi pria dan wanita di bedakan sehingga masyarakat setempat dapat mandi dengan bebas dan nyaman.
Berbeda dengan pemandian-pemandian di desa-desa lainnya, Kayoan Tejakula memiliki daya tarik yang khas: airnya yang segar dan alami berasal langsung dari Desa Kutuh, di lereng Danau Batur. Kesegaran air ini menjadi ciri utama yang membuat Kayoan istimewa. “Rasanya benar-benar menyegarkan, seolah membawa kita lebih dekat dengan alam. Itu kenapa Kayoan ini tetap ramai setiap hari, dari pagi hingga sore,” ujar Ni Made Putri, seorang warga setempat yang sering memanfaatkan Kayoan.
Menariknya, menurut beberapa warga, Kayoan Tejakula memiliki kisah yang berakar jauh ke masa lalu. Pada zaman penjajahan Belanda, tempat ini dulunya merupakan lokasi pemandian kuda putih milik para pejabat kolonial. “Dulu, Belanda menggunakan air segar ini untuk memandikan kuda-kuda mereka, terutama kuda putih yang dianggap istimewa,” ungkap Wayan, seorang warga yang mengetahui sejarah kawasan tersebut.
Kini, Kayoan telah berkembang menjadi tempat pemandian umum yang digunakan oleh semua orang, dari anak-anak hingga orang dewasa. Struktur tempat ini juga mengalami perubahan, sehingga terlihat sangat mewah karena berisi ukiran-ukiran yang membuat tempat tersebut tidak terlihat seperti pemandian biasa. “Sekarang ukiran di Kayoan terlihat mewah dan indah. Ada motif-motif tradisional Bali yang menghiasi dinding, menambah keindahan sekaligus nilai budaya,” tambah Ketut.
Kayoan Tejakula juga mengandung nilai filosofis yang dalam. Di sini, batas antara ruang publik dan privat seakan lenyap, meski tetap dihormati. Hanya dinding yang tidak terlalu tinggi memisahkan pemandian laki-laki dan perempuan. Namun, yang menjadi pembatas sesungguhnya adalah pengendalian diri setiap individu. Masyarakat percaya bahwa di Kayoan, semua orang memiliki hak untuk polos dan merdeka seperti bayi. “Kita saling menghormati. Di sini, setiap orang tahu bahwa Kayoan adalah tempat untuk membersihkan tubuh, sekaligus momen refleksi diri,” jelas Luh Putri.
Kisah Kayoan Tejakula adalah contoh bagaimana tradisi dan modernisasi dapat hidup berdampingan. Meskipun Bali terus berkembang, Kayoan tetap berdiri tegak sebagai simbol kebersamaan, kesederhanaan, dan pengendalian diri, menjaga nilai-nilai leluhur agar tidak tergerus zaman.