• Tanya Jawab
  • Mengenal Kami
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Kontributor
    • Log In
    • Register
    • Edit Profile
BaleBengong
Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Mendalam
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Mendalam
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Berita Utama

Kampanye Hak Waris Perempuan Bali

Luh De Suriyani by Luh De Suriyani
12 August 2011
in Berita Utama, Budaya, Kabar Baru
5

Ikatan Alumni Mahasiswa Universitas Udayana (Ikayana) mengkampanyekan hak waris perempuan Bali dalam seminar yang dilaksanakan Jumat (5/8) di Denpasar. Sejumlah ahli hukum adat dan agama sepakat soal pengakuan hak waris menurut hukum adat Bali untuk perempuan.

“Kesepakatan ini harus dibukukan sehingga mudah disebarluaskan dan dibaca oleh pihak-pihak yang berkepentingan,” kata Prof Dr Wayan P. Windia, ahli hukum adat Bali. Ia menyebut rujukan Keputusan Majelis Utama Desa Pekraman (MUDP) pada 2010 yang bisa menjadi rujukan penyelesaian perkara soal waris menurut hukum adat Bali.

“Hakim dan pihak bersengketa disarankan mengutamakan keputusan MUDP dari pada rujukan lain yang sebelumnya berlaku,” tambahnya. Keputusan baru ini menurut Windia lebih memberikan keadilan pada perempuan karena memberikan kepastian tentang kedudukan istri dan anak terhadap warisan saat berumahtangga dan jika bercerai.

“Pewarisan juga menurut hukum adat Bali tak hanya membagi harta warisan tapi mengandung arti pelesatarian dan pengurusan kewajiban pewaris,” jelas Wiana. Pihak perempuan yang berhak atas warisan adalah yang menikah dengan status ninggal kedaton terbatas, perempuan yang melangsungkan pernikahan biasa (bukan pindah agama), laki-laki yang nyentana, dan anak angkat.

Mereka berhak atas satu bagian warisan dibanding laki-laki yang mendapat dua bagian. Selain itu suami istri dan anak-anak baik laki atau perempuan juga disebut punya hak yang sama untuk menjamin harta bersama yang didapat selama perkawinan. Sementara anak yang ninggal kedaton penuh atau menikah lalu pindah agama, atas persetujuan orang tuanya bisa diberikan bekal.

Demikian juga jika dalam kasus perceraian, disepakati pihak laki atau perempuan dapat kembali ke rumah remajanya dengan hak dan kewajiban yang sama. Keduanya berhak atas pembagian harta bersama dengan prinsip bagi rata. Anak bisa diasuh pihak ibu tanpa memutuskan ubungan hukum dan kekeluargaan dari pihak ayah.

“Aturan ini lebih baik dibanding aturan pewariasan lain seperti Paswara 1900 pada zaman colonial dan awig-awig desa pekraman lainnya yang tak mengatur secara jelas hal ini,” kata Windia.

Gede Indria, Ketua Panitia seminar mengatakan penetapan hak waris perempuan Bali dalam hukum formal dan awig-awig sangat mendesak karena kasus perceraian masih mendominasi. “Kasus perceraian banyak disidang tapi perempuan Bali sulit mendapat hak waris karena belum ada yang mengadvokasi keputusan majelis desa pekraman itu di pengadilan,” kata pengacara yang baru saja memenangkan kasus soal status pernikahan Pada Gelahang pada sepasang suami istri di Denpasar ini.

Pada Gelahang memungkinkan kedua pihak punya hak dan kewajiban yang sama di keluarga laki dan perempuan.

Hal ini juga didukung Hakim Tinggi Makassar Ida Bagus Putu Madeg. Menurutnya haki-hakim banyak tak punya pengetahuan soal hukum adat, sehingga putusan pengadilan kerap tak memperhatikan soal keadilan bagi perempuan di Bali.

Ia mencontohkan dari hampir 600 kasus gugatan pidata di Pengadilan Negeri Denpasar, sekitar 240 kasus per tahunnya adalah tentang perceraian. “Penting ada advokasi hukum formal putusan adat karena yurisprudensi yang ada saat ini adalah perkawinan biasa yang lebih patriarkhi,” katanya.

Ketut Wiana, pengurus Parusadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat juga mendukung konsep memuliakan perempuan dalam hukum waris ini karena sejumlah filosofi pandangan Hindu yang menghormati kedudukan perempuan. “Perempuan tak dihormati dewa-dewa murka dan yadnya pun gagal,” katanya mengutip isi kitab Manawa Dharmasastra.

“Adat Bali masih kuat menjalankan budaya patriarkhi. Sementara menempatan perempuan pada kedudukan yang tak sesuai dengan perbuatannya maka perjalanan hidup tak sesuai dengan dharma,” tambah Wiana. Ia tak perlu merekonstruksi kembali isi-isi sloka tapi hanya menggali ayat-ayat penghormatan Hindu pada perempuan yang banyak tersebar di sejulah kitab suci.

Share this:

  • Twitter
  • Facebook
Tags: Balihak perempuan balihukum adat balihukum waris adat balikesetaraan jender
ShareTweetSendSend
Luh De Suriyani

Luh De Suriyani

Ibu dua anak lelaki, tinggal di pinggiran Denpasar Utara. Anak dagang soto karangasem ini alumni Pers Mahasiswa Akademika dan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Pernah jadi pemimpin redaksi media advokasi HIV/AIDS dan narkoba Kulkul. Sambil mengasuh Bani dan Satori, juga menulis lepas untuk sejumlah media seperti Bali Buzz dan portal Mongabay.

Related Posts

Jargon Kontroversial soal Bali Wisata Halal

Jargon Kontroversial soal Bali Wisata Halal

25 January 2021
Sesungguhnya, Tak Semua Pasien WNA sesuai Citranya

Sesungguhnya, Tak Semua Pasien WNA sesuai Citranya

24 January 2021
SMK Penerbangan Cakra Nusantara Ikuti Program Kepala Sekolah CEO

SMK Penerbangan Cakra Nusantara Ikuti Program Kepala Sekolah CEO

31 December 2020
melukat di bali

Tempat Melukat untuk Menyambut Tahun Baru

25 December 2020
“Slaves of Objects” Candu Kebendaan dari WD

Bisakah Mewujudkan Wacana Bali sebagai Pusat Kesehatan RI?

3 December 2020
Belajar Kembali Jurnalisme Bersama Warga Desa

Belajar Kembali Jurnalisme Bersama Warga Desa

7 November 2020
Next Post
Saatnya Denpasar Unjuk Taring!

Saatnya Denpasar Unjuk Taring!

Komentar 5

  1. Avatar made somya putra says:
    9 years ago

    ini isu yang berkembang akibat kesetaraan gender yang dibawa dari luar bali. sayang sekali saya tidak ikut seminarnya, tetapi ini perubahan yang sangat fundamental jika memang kelanjutannya dapat merubah hukum waris bali… pesan saya : jika wanita ingin mendapat harta warisan, maka ia harus tetap mesanggah, medadia, medesa, dan melakukan hutang pitra yadnya kepada leluhurnya… bisakah dan siapkah wanita untuk itu?? jika tidak siap dan akhirnya gagal… mari kita sama-sama bertanggungjawab atas apa yang akan terjadi (jika hasilnya negatif)

    Reply
    • Avatar astrid says:
      9 years ago

      saya sangat setuju dan salut pada tetua2 bali yang peduli dg perempuan (khususnya permpuan bali) sampai2 mereka (baik laki/perempuan) mau angkat bicara mengenai hak2 perempuan bali, mungkin tetua2 tsb (bu Suryani, Pak Windia, P Wiana) sadar betul bagaimana MENGHARGAI perempuan.
      menurut saya kesetaraan gender yg mereka wacanakan bukan diadopsi dari luar bali, karena di bali-pun dari jaman dahulu “perempuan” mendapat posisi yg sama dg laki2.
      masalah hak waris (menurut cerita dulu) jaman raja2, seorang raja tdk tanggung2 memberikan warisan berupa kerajaaan kepada “PUTRINYA” jadi kalaupun permasalahan hak waris perempuan diangakt ke permukaan skrng ini, itu bukan hal yg menghancurkan hukum2 warisan yg sdh ada karena yg namanya warisan, kan bukan hanya sawah, ladang, harta benda, tetapi spt yg anda sampaikan sanggah, meyadnya, mengurus orang tua, menyama braya, dll itu juga warisan sosial….. jadi klo anda menyadari hal tersebut, dukungannya gak boleh setengah2 atau memberikan argumen seolah-olah memberikan aturan2 kepada perempuan. Lalu.. bagaimana dg laki2 yg tdk mau melaksanakan spt yg anda sampaikan (kewajiban2nya) apa mereka layak mndapat warisan???? karena mereka laki-laki????

      Reply
  2. Avatar astiatrixia says:
    9 years ago

    saya juga setuju dengan pendapat mbak astrid dan bapak Prof.Dr Wayan P.Windia yang ternyata begitu besar dukungan dan perhatiannya thd hak-hak perempuan bali.Selama ini perempuan bali mempunyai kewajiban dan tg jawab yg besar dalam menjalankan adat istiadat,wanita bali adalah seorang pekerja keras apalagi bila ia tlh menikah.bahkan wanita bali seolah olah terlihat lebih giat,cerdas &aktif jika dibandingkan kaum prianya.Sudah sepantasnya hak perempuan bali diperjuangkan.Apalagi di dlm Agama Hindu yang jelas-jelas begitu menghargai perempuan sesuai dgn kewajibannya.Saya yakin suatu saat nanti,tentu hal ini akan terealisasi.karena wanita bali kini sdh lebih cerdas dan tahu akan hak-haknya.

    Reply
  3. Avatar Ngoerah Gde says:
    7 years ago

    mantap, suatu keputusan yang bijaksana !, sudah selayaknya wanita bali mendapat penghargaan !

    Reply
  4. Avatar jaya says:
    5 years ago

    Bagi sy,boleh2 aja soal kesamaan hak dlm hal warisan antara perempuan dgn laki2..tp yang trpenting bagi sy initinya adalh,bagi mereka yang meninggalkan agama atau pindah agama entah dia laki2 ataupun prempuan selayaknya tidak mnddapatkan warisan.,,jgn mnuntut gak ktika mnjalankan kwajiban sbg sentana aja dilalaikan..kita hrs berani tegas…contoh kecil apabila dia pindah agama otomatis dia tdk akan lg mlaksanankan kwajibannya utk mlaksanakan upc pitra yadnya utk roh leluhurnya,,,

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

AJW 2020
  • Terpopuler
  • Komentar
  • Terbaru
Berhitung Angka Dalam Bahasa Bali

Berhitung Angka Dalam Bahasa Bali

5 June 2013
Sesungguhnya, Tak Semua Pasien WNA sesuai Citranya

Sesungguhnya, Tak Semua Pasien WNA sesuai Citranya

24 January 2021
Mendayung Generasi Nyegara Gunung

Lirik Lagu Anak-Anak (Gending Rare) Daerah Bali

12 October 2010
Membongkar Kesalahpahaman tentang Kasta di Bali

Membongkar Kesalahpahaman tentang Kasta di Bali

4 June 2012
Begini Lho Cara Minum Wine yang Benar

Begini Lho Cara Minum Wine yang Benar

23 February 2018
Kenapa Kita Harus Tidur? Inilah Jawabannya

Kenapa Kita Harus Tidur? Inilah Jawabannya

1

Profil Prof. dr. I Goesti Ngoerah Gde Ngoerah

11
FRONTIER dan WALHI Usul Lokasi Pusat Kebudayaan Terpadu Dipindah

FRONTIER dan WALHI Usul Lokasi Pusat Kebudayaan Terpadu Dipindah

1

Korban Kekerasan Anak dan Perempuan di Bali Terus Bertambah

1
Turut Prihatin dengan Logika Penulis Seword

Turut Prihatin dengan Logika Penulis Seword

11
Jargon Kontroversial soal Bali Wisata Halal

Jargon Kontroversial soal Bali Wisata Halal

25 January 2021
Sesungguhnya, Tak Semua Pasien WNA sesuai Citranya

Sesungguhnya, Tak Semua Pasien WNA sesuai Citranya

24 January 2021
Menjamurnya Tukang Parkir di Tengah Pandemi

Menjamurnya Tukang Parkir di Tengah Pandemi

23 January 2021
Jakarta Sebelum Pagi:  Ajaran tentang Kehangatan Cinta

Jakarta Sebelum Pagi: Ajaran tentang Kehangatan Cinta

21 January 2021
Cerita Pandemi dari Lovina yang Sunyi

Cerita Pandemi dari Lovina yang Sunyi

20 January 2021

Kabar Terbaru

Jargon Kontroversial soal Bali Wisata Halal

Jargon Kontroversial soal Bali Wisata Halal

25 January 2021
Sesungguhnya, Tak Semua Pasien WNA sesuai Citranya

Sesungguhnya, Tak Semua Pasien WNA sesuai Citranya

24 January 2021
Menjamurnya Tukang Parkir di Tengah Pandemi

Menjamurnya Tukang Parkir di Tengah Pandemi

23 January 2021
Jakarta Sebelum Pagi:  Ajaran tentang Kehangatan Cinta

Jakarta Sebelum Pagi: Ajaran tentang Kehangatan Cinta

21 January 2021
BaleBengong

© 2020 BaleBengong: Media Warga Berbagi Cerita

Informasi Tambahan

  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Peringatan
  • Panduan Logo
  • Bagi Beritamu!

Temukan Kami

No Result
View All Result

© 2020 BaleBengong: Media Warga Berbagi Cerita

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com