
Film berjudul José karya sutradara Li Cheng mengisahkan seorang pemuda gay Guatemala bernama José yang menjalani kesehariannya di tengah masyarakat kapitalis tetapi secara sosial masih konservatif. Setiap hari dia harus bekerja keras sebagai karyawan di sebuah rumah makan karena penghasilan dari ibunya tidak cukup untuk membiayai keluarga mereka. Di saat yang bersamaan, José masih merahasiakan identitas seksualnya dari ibunya yang taat beribadah. Hal yang cukup menarik untuk diamati dari film pemenang Queer Lion Award di Festival Film Venesia ke-75 ini adalah komentar sosialnya terhadap kondisi Guatemala dan Amerika Latin pada umumnya.
Pertama, bentuk kapitalisme yang paling nyata dalam kehidupan sehari-hari José dapat dilihat dari tempat kerjanya. Bos José adalah orang yang sangat mengukur kinerja karyawannya. Dia tidak suka melihat karyawannya ngobrol atau berehat sejenak dan mengharapkan mereka untuk menarik pelanggan sebanyak mungkin ke rumah makannya. Dia tidak segan untuk memarahi karyawannya yang sedikit bermalas-malasan meski mereka sudah bekerja dari pagi. Karyawannya sendiri tidak diupah secara berkecukupan bila dilihat dari tas José yang sudah rusak dan tidak diperbaiki atau tidak diganti dengan yang baru. Para karyawan hanya dapat memilih bertahan atau mencari pekerjaan baru.
Film ini dibuat sebelum pandemi dan melihat para pelanggan rumah makan yang tidak perlu turun dari mobil mereka dan dapat memesan dan menikmati hidangan dari dalam mobil terasa cukup tidak lumrah dari perspektif seorang penonton di Indonesia. Rumah makan tersebut tidak menawarkan drive thru tetapi karyawanlah yang mendekati mobil yang melintasi jalan di dekat rumah makan untuk menawarkan menu dan mengantarkan hidangan yang dipesan, lengkap dengan saos dan alat makan ke mobil para pelanggan. Para pelanggan lalu memarkir mobil mereka di dekat rumah makan untuk menyantap pesanan mereka sebelum membayar.
Ada setidaknya dua penafsiran atas fenomena mobil ini. Pertama, budaya mobil tertanam sangat kuat di kalangan berada di Guatemala. Mungkin ini pengaruh budaya dari tetangga sekampung Amerika Serikat, negara yang sangat mobil-sentris. Hal yang menjadi masuk akal mengingat layanan angkutan umum di ibukota Guatemala tidak cukup memuaskan dilihat dari perjuangan José menuju tempat kerjanya dengan angkutan umum setiap harinya ketika seharusnya layanan itu dibuat senyaman mungkin. Kedua, tindak kriminalitas di Guatemala sangat tinggi sehingga jika sebuah mobil ditinggal pemiliknya di daerah yang dianggap kurang aman, besar kemungkinan mobil itu akan dimalingi. Oleh karena itu jauh lebih aman jika pengguna mobil makan di dalam mobilnya sendiri daripada harus turun.
José juga menunjukkan keterpinggiran kaum wanita dalam masyarakat Guatemala. Mereka turut berjuang untuk bertahan hidup di tengah masyarakat (hiper)kapitalis tetapi berada dalam lebih banyak bahaya karena identitas gender mereka. Misalnya, saat ibu José dengan barang bawaan yang cukup banyak berjalan menuju rumahnya setelah seharian bekerja melalui sebuah gang sepi dan tiba-tiba mengalami kejadian perampokan. Menjadi ibu tunggal bukanlah perkara mudah, dan perampokan justru memperburuk segalanya. Tidak ada jaring pengaman sosial yang memadai untuk orang-orang seperti ibu José dan keluarganya yang tidak sanggup membayar tagihan listrik meski ada dua orang di dalam keluarganya yang bekerja. Ini bak lingkaran setan karena kemungkinan keluarga José dapat keluar dari jerat kemiskinan menjadi sangat rendah. Perjuangan yang sama juga terlihat pada seorang kolega José yang dihamili oleh (mantan) koleganya yang lain tetapi sang ayah dari bayi tersebut memutuskan untuk menghilang.
Watak paling kuat dalam film ini adalah ibu José yang pada akhirnya mengetahui identitas putranya setelah mengikutinya suatu siang. Meski dia tidak menyukai kenyataan akan putranya, dia tetap tegar, mendoakan, dan mengutamakan putranya, terlihat setelah terjadi gempa bumi di mana baginya keselamatan José adalah hal yang terpenting.
José menunjukkan bahwa di Guatemala mobilitas sosial sangatlah rendah dan penindasan terjadi di mana-mana akibat kapitalisme yang tak terkendali sehingga satu-satunya cara untuk memperbaiki kehidupan tampaknya hanya dengan beremigrasi.
cerutu4d cerutu4d situs slot