Kabupaten Jembrana akan menjadi tuan rumah Bali International Cacao Festival (BICF).
Festival pada 28-31 Agustus 2014 nanti ini akan mempertemukan aktor-aktor dalam bisnis kakao.
Selama empat hari festival tersebut, peserta BICF akan berbagi pengalaman dan pengetahuan terkait bisnis kakao. Tak hanya petani dan pemerintah, beberapa perusahaan pengolahan cokelat internasional pun akan hadir dalam kegiatan bertema Smallholders are Potential Partner ini.
Ada lima kegiatan selama BICF ini yaitu Cocoa Highlight Exhibition, International Conference and Workshop, Culinary Chocolate Day Event, Cultural Event, CSR Company Event, dan Business Gathering.
Menurut Ketua Panitia BICF I Gusti Agung Ayu Widiastuti pameran selama tiga hari akan diikuti perwakilan petani kakao di Indonesia, dinas terkait, swasta, pabrik, buyer kakao, perbankan dan komponen lainnya.
Kelompok petani kakao yang akan hadir terutama dari pusat-pusat produksi kakao di Indonesia seperti Nangroe Aceh Darusalam, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung, hingga Papua.
Adapun workshop dan konferensi menjadi media berbagi pengalaman dan informasi terkait pelaksanaan program kakao skala nasional dan regional Asia.
Sedangkan dalam Culinary Chocolate Day Event akan ada kampanye ‘minum coklat bersama’. “Tujuannya untuk menumbuhkan spirit baru melestarikan kakao sebagai simbol kebanggaan petani terhadap komoditas yang mereka hasilkan,” kata Widiastuti yang juga Direktur Yayasan Kalimajari, lembaga swadaya masyarakat pendamping petani kakao di Bali ini.
Beberapa kesenian khas Jembrana seperti jegog dan mekepung akan melengkapi kegiatan yang diadakan pertama kali tersebut. “Suguhan budaya diharapkan mampu menambah spirit, bahwa kakao tumbuh selain karena alam juga karena bagian dari budaya dan hati,” tambah Widiastuti.
Seluruh kegiatan akan dipusatkann di Gedung Kesenian Bung Karno, Negara, Jembrana.
Widiastuti menambahkan, ada tiga tujuan utama BICF. Pertama, membentuk wadah strategis bagi semua komponen perkakaoan di Indonesia dan Regional Asia dalam membangun komitmen untuk bersama-sama memajukan komoditi kakao secara berkelanjutan.
Kedua, festival ini diharapkan mampu memperkuat posisi tawar petani dalam bisnis kakao dengan semua pihak. Ketiga, festival ini diharapkan bisa menjadi momentum untuk menyamakan kembali persepsi dan implementasi dalam pengembangan kakao secara berkelanjutan.
Widiastuti menambahkan Indonesia selama ini merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Padahal, negara ini memiliki potensi kakao lebih besar. “Potensi kakao Indonesia belum tergarap secara optimal,” ujar Widiastuti.
Salah satu upaya yang dilakukan Kalimajari selama ini adalah mendampingi petani kakao agar bisa memproduksi lebih baik. Melalui perbaikan cara budi daya, petani bisa mendapatkan hasil lebih berkualitas dan lebih banyak.
Salah satu bukti perbaikan kualitas tersebut adalah adanya sertifikat kakao berkelanjutan yang dimiliki kelompok petani kakao di Jembrana. “Ini merupakan prestasi karena petani Jembrana adalah kelompok petani pertama di Indonesia yang bisa memiliki sertifikat kakao berkelanjutan,” lanjut Widiastuti.
Kabupaten Jembrana merupakan salah satu sentra produksi kakao di Bali selain Tabanan.
“Festival ini sekaligus sebagai penghargaan terhadap prestasi petani kakao di Bali, khususnya Jembrana,” kata Widiastuti. [b]