• Tanya Jawab
  • Mengenal Kami
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Kontributor
    • Log In
    • Register
    • Edit Profile
Wednesday, November 29, 2023
  • Login
  • Register
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong.id
No Result
View All Result
Home Berita Utama

Industri Pariwisata akan Membawamu ke Mana?

Ade Ubud by Ade Ubud
22 January 2014
in Berita Utama, Budaya, Kabar Baru, Opini
0 0
2

Kecak di Uluwatu

Saya tergelitik dengan dokumentasi kehidupan Bali pada tahun 1920-1930an.

Masyarakatnya pada saat itu sebagian besar masih murni agraris. Kehidupan yang mereka miliki sangat menarik perhatian para petualang dunia baru. Setelah promosi wisata yang gencar dilakukan oleh Belanda, masyarakat Bali diperkenalkan dengan industri baru, industri pariwisata.

Hasilnya, saat ini, dunia masyarakat Bali era 1920-1930an menjadi konsep utopia.

Budaya Bali yang semula adalah bagian dalam keseharian kehidupan bermasyarakat, mungkin sekarang banyak yang hanya dijadikan salah satu pertunjukan bagi wisatawan (istilah kerennya adalah komodifikasi budaya). Apakah masih bisa disebut berbudaya Bali? Apakah masih memiliki identitas Bali yang sama seperti dahulu kala? Manakala identitas awal, kebiasaan-kebiasaan lawas tergantikan dengan pola pikir dan kebiasaan baru, dapatkah disebut suatu masyarakat itu sedang mengalami kirisis identitas?

Yang saya pahami, apakah itu norma, budaya, adat kebiasaan, agama, dan segala macam pakem-pakem yang ditujukan untuk menata kehidupan bermasyarakat, tidak akan pernah statis, atau stagnan berhenti di satu titik, kecuali suatu masyarakat itu sangat terisolasi. Asimilasi, akulturisasi, dan bentuk-bentuk penyesuaian lainnya akan selalu terjadi. Selama proses tersebut berlangsung pastinya akan ada friksi-friksi dalam kehidupan bermasyarakat.

Yang menjadi bahan pemikiran adalah, sejauh mana suatu masyarakat yang dahulunya sangat memegang erat budayanya, bisa beradaptasi dan melewati fase-fase krisis identitas sebelum terbentuknya identitas baru yang lebih adaptif ketika yang dihadapi adalah gempuran kapitalis dan komersialisasi? Kecenderungan dari budaya baru yang ada, tidak lagi mendekatkan diri dengan alam sebagai tujuannya, sedangkan untuk mengikuti pola modern pun nampaknya masih cukup jauh dari jangkauan, menilik kondisi pola pikir masyarakat pada umumnya apalagi infrasturkturnya.

Bukan berarti pula bahwa menjadi modern seperti negara maju adalah hal utama dalam pembangunan, tapi yang terpenting adalah masyarakat suatu daerah tertentu cukup dinyamankan dan terpenuhi kehidupannya oleh tatanan atau sistem yang berlaku. Bila memang sistem masyarakat agraris yang cocok bagi suatu daerah tertentu, maka teknologi yang mengikutinya harus teknologi yang mendukung kehidupan agraris itu sendiri dan industri yang terkait adalah industri agrikultur.

Menurut saya, inilah definisi modern sesungguhnya, bahwa ada keselarasan antara tool (alat) dan skill (keterampilan).

Bali hanya contoh kecil dari suatu fenomena global tentang krisis identitas. Saya sangat setuju dengan pariwisata yang menekankan kedekatan dengan alam. Eco wisata sudah seharusnya menjadi tolok ukur dalam membangun industri pariwisata di belahan dunia manapun.

Pertanyaan selanjutnya adalah, apa yang ada dalam benak pikiran Anda ketika melihat suku primitif di suatu daearah tertentu? Banyak dari Anda mungkin akan serta merta membidikkan kamera ke arah mereka. Layaknya wisatawan yang pergi ke kebun binatang, takjub akan keindahan Zebra yang eksotis, objek tontonan yang dianggap harus selalu bisa menunjukkan keindahannya.

Masyarakat yang terlabelisasi sebagai masyarakat “terbelakang” (bukan arti dari kata primitif), ketika melihat demonstrasi adanya dunia luar, hampir bisa dipastikan tergelitik untuk melihat, merasakan kehidupan di luar sana, ke luar dari keadaan “keterbelakangan”.

Masyarakat tradisional Bali, sama sekali tidak patut dilabeli “terbelakang”, label ini muncul karena pemikiran yang sifatnya Euro centric. Interaksi dengan wisatawan pun bukan hal yang dapat ditanggapi sepele, karena konsep yang sama sekali asing bagi kehidupan masyarakat tertentu belum tentu cocok untuk diterapkan di lingkungannya. Ketika Anda “memaksakan” penggunaan komputer yang belum saatnya bagi para petani di daerah agraris, akan terjadi kekacauan.

Tool (alat) dan skill (keterampilan) yang tidak sepadan tidak akan membawa masyarakat manapun ke suatu tujuan tertentu yang lebih baik. Yang ada hanya kebingungan. Timing yang tepat dan kemampuan mengidentifikasi potensi masalah merupakan satu-satunya penangkal.

Solusi instan yang bisa ditawarkan adalah, ketika Anda berkunjung ke suatu tempat, Andalah yang seharusnya beradaptasi dengan adat dan kebiasaan setempat, bukan sebaliknya. Layaknya bertamu di rumah orang, Anda harus menghormati aturan dan kebiasaan pemilik rumah. Dengan demikian, Anda tidak mencemari tuan rumah Anda dengan masalah baru yang tidak seharusnya ada.

Eco wisata adalah jenis wisata yang dapat menangkal terjadinya krisis identitas dari suatu objek wisata karena memberikan pendidikan yang memadai bagi para wisatawan untuk dapat menhargai, juga melindungi kemurnian budaya setempat, terutama lingkungan alam sekitarnya.

Oleh sebab itu, bagi daerah-daerah lain yang hendak memasukan pariwisata sebagai salah satu industri andalannya, sebaiknya mulai menerapkan konsep eco wisata. [b]

Tags: BaliBudayaOpiniPariwisata
ShareTweetSendSend
Anugerah Jurnalisme Warga 2021
Ade Ubud

Ade Ubud

Petani

Related Posts

Napak Tilas Konflik Tanah Desa Adat Bugbug

Napak Tilas Konflik Tanah Desa Adat Bugbug

23 October 2023
TPA Suwung yang Dibalut Asap: The Aftermath

TPA Suwung yang Dibalut Asap: The Aftermath

19 October 2023
(Esai foto) Menikmati GWK dari Luar

(Esai foto) Menikmati GWK dari Luar

24 September 2023
Klub Menulis Musik bersama Made Adnyana: Sisi Lain Dunia Musik

Klub Menulis Musik bersama Made Adnyana: Sisi Lain Dunia Musik

13 September 2023
Gemuruh di Bali Utara: Hulutara, Irama Utara, Beluluk (Bagian 1)

Gemuruh di Bali Utara: Hulutara, Irama Utara, Beluluk (Bagian 1)

4 September 2023
Mairakilla: Energi dan Interaksi Panggung Underground

Mairakilla: Energi dan Interaksi Panggung Underground

3 September 2023
Next Post
Lempad Reborn ala Anak Tangguh

Koreksi Kritis Rancangan Perda Perlindungan Anak

Comments 2

  1. Om Bob says:
    10 years ago

    jawabnya: .. ke haribaan investor asing. Karena industri pariwisata = kapitalisme. Untuk share anda bisa baca tulisan saya pada 27-11-1012.

    Reply
  2. akriko says:
    10 years ago

    Kita semua sadar akan kondisi saat ini sungguh sangat jauh berbeda dengan 70 tahun lalu, mungkin jawabannya sangat sederhana beda zaman beda kebutuhan. Semoga kedepannya pariwisata terus membawa berkah bukan musibah.

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Melali Melali Melali

Temukan Kami

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Suka Duka Queer di Bali

Mengenal Ruang Aman QLC Bali

29 November 2023
Kebijakan Kendaraan Listrik, Sumber Bahan Bakarnya dari Mana?

Kebijakan Kendaraan Listrik, Sumber Bahan Bakarnya dari Mana?

27 November 2023
Begini Lho Cara Menjelajah Nusa Penida dengan Cara Berbeda

Sekolah Perempuan oleh Bali Sruti

26 November 2023
Difabel, Pandemi, dan Perjuangan Inklusi

Kampanye Hak Alat Bantu Disabilitas

25 November 2023
Perjuangan Perempuan di Konsesi Lahan TWA Gunung Batur

Perjuangan Perempuan di Konsesi Lahan TWA Gunung Batur

24 November 2023

Kabar Terbaru

Suka Duka Queer di Bali

Mengenal Ruang Aman QLC Bali

29 November 2023
Kebijakan Kendaraan Listrik, Sumber Bahan Bakarnya dari Mana?

Kebijakan Kendaraan Listrik, Sumber Bahan Bakarnya dari Mana?

27 November 2023
Begini Lho Cara Menjelajah Nusa Penida dengan Cara Berbeda

Sekolah Perempuan oleh Bali Sruti

26 November 2023
Difabel, Pandemi, dan Perjuangan Inklusi

Kampanye Hak Alat Bantu Disabilitas

25 November 2023
BaleBengong.id

© 2020 BaleBengong: Media Warga Berbagi Cerita

Informasi Tambahan

  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Peringatan
  • Panduan Logo
  • Bagi Beritamu!

Temukan Kami

No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip

© 2020 BaleBengong: Media Warga Berbagi Cerita

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
OR

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In