“Di sini aku kembali
Rumah tua pemanggul sejarah
Di dinding-dinding menyimpan suara
Setelah pengembaraan tak berkesudahan
Aku kembali pada mula
Mengakrabi nafas, menjunjung harapan
Dalam dekap Ibu nan setia.”
Pada layar terlihat Ayu Laksmi menyusur ubin abu-abu, kemudian adegan cepat berubah ke beberapa sudut rumah, tampak terali di jendela, pintu kayu tinggi, di jendela ada cahaya menyusup masuk ke kamar.
Begitu kiranya pembukaan video art perhelatan Ibudaya Festival 2021 yang berlangsung dalam hangat kebersamaan perempuan dan ibu. Festival tersebut berlangsung di satu rumah Kolonial Peninggalan Belanda di Jalan Gajah Mada No. 111, Buleleng tepat di sebelah SMP N 1 Singaraja. Dari pukul 16.30 Wita – 21.00 Wita pada 24 Oktober 2021.
Ibudaya Festival 2021 adalah festival perempuan persembahan Dadisiki Bali yang digagas oleh Ayu Laksmi. Festival ini dilaksanakan oleh Antida Music Production didukung oleh Bali Wariga dan Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.
Jika ditelisik dari kata Ibudaya terdapat 3 rangkai kata yang terhubung di dalamnya yaitu Ibu – perempuan, Daya – kemampuan, dan Budaya – kerja laku turun menurun yang diwariskan, kaitannya terhadap kearifan lokal. Jadi Ibudaya dapat dimaknai sebagai kemampuan ibu-perempuan untuk memelihara, merawat, menjaga nilai-nilai spiritual yang terkandung dalam laku kebudayaan.
Ibudaya Festival mengusung tema Mula Ka Mula, Mula dalam bahasa Bali berarti menanam, Mula dalam bahasa Indonesia artinya awal, sementara Ka Mula dapat dimaknai ke asal – ke akar. Secara garis besar Mula Ka Mula ialah ajakan untuk pulang ke asal untuk menanam. Bernaung pada pengertian Ibudaya – Mula Ka Mula, secara sadar memilih Buleleng pusat kegiatan termasuk penyiaran pada sore itu.
Festival ini disajikan dalam format virtual dan siaran langsung. Terdiri dari dua acara, yaitu Selebrasi Budaya dan Gelar Wicara. Seluruh Selebrasi Budaya berupa alih wahana pertunjukan ke video art, yang jauh-jauh hari sebelumnya sudah disiapkan. Sementara Gelar Wicara merupakan pemaparan pengalaman dari beberapa narasumber yang diadakan secara langsung. Selama berlangsungnya Gelar Wicara itulah, video art diselipkan, untuk merangkai bangunan acara dalam rangka mempertahankan emosi penonton di rumah.
Ada tiga sesi Gelar Wicara yang diisi oleh narasumber perempuan yang telah lama menghayati hidup pada suatu keyakinan yang kukuh. Pada sesi pertama bertemakan Perempuan dan Kelahiran Baru diisi oleh dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi dan dr. Luh Karunia Wahyuni. Sesi 2 bertema Perempuan dan Pariwisata Spiritual, oleh Luh Manis dan Ana Nandi. Sesi 3 bertajuk Perempuan dan Laku oleh Ayu Weda, Sandrina Malakiano, dan Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik, Ketiga sesi gelar wicara itu dimoderatori oleh Kadek Sonia Piscayanti dan Yoke Darmawan secara bergantian.
Di Gelar Wicara #2, Perempuan dan Pariwisata Spiritual, Luh Manis menjelaskan bahwa spiritual adalah spirit diri yang semestinya harus dikenali lebih dalam, untuk mewujudkan kedamaian hati dan jiwa. Satu diantaranya ialah adanya konsep Karmaphala untuk mengenali diri ini dari swadharmanya masing-masing. Sementara Ana Anandhi atau kerap disapa Bunda Ana menjelaskan panjang bahwa di Bali tersebar banyak sekali tempat yang memiliki energi spiritual. Hal ini merupakan warisan dari leluhur untuk memberikan ketenangan kepada generasi sekarang.
Laku ini merupakan nilai jual bagi para tamu mancanegara yang ingin belajar, dan memahami makna. Mereka hendak mencari kedamaian hati dalam rawut pikirannya. Lebih jauh ia menjelaskan untuk menyebarkan informasi ini diperlukan orang yang tepat, orang yang memahami, dan mengetahui semua makna di balik perilaku spiritual tersebut.
“Tidak hanya pantai, kuliner atau destinasi pada umumnya, kita harus bergerak bersama untuk menyebarkan informasi laku spiritual dengan benar, itu daya tarik dunia. Teman-teman saya di luar negeri sangat merindukan laku spiritual di Bali, bahkan mereka mencoba merangkai upacara melukat di sana.” ujar bunda Ana yang dikenal sebagai pelaku pariwisata spiritual dikutip dari siaran pers.
Hal ini sepaham dalam sambutan Ibudaya Festival Sandiaga Salahuddin Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengatakan, adanya titik terang untuk wisata wilayah Bali, seolah tidak pernah bosan kunjungan wisatawan ke Bali. Pengalaman tersebut tidak hanya bersifat fisik saja, namun juga pengalaman yang bersifat spiritual. Perjalanan spiritual itu diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan merubah hidup wisatawan.
Lebih jauh ia menjabarkan Bali memiliki wisata spiritual yang kuat dengan dukungan alam, aktivitas seni budaya dan kegiatan spiritualnya yang mengakar. “Manusia, khususnya perempuan Bali, memiliki taksu yang memancarkan kewibawaan, kecerdasan mental dan spiritual, serta kharisma yang dapat mengubah pola pikir, tingkah laku maupun cara bertutur,” terang Sandiaga Uno lewat video, yang saat itu mengenakan jaket kulit berwarna hitam, baju kaos abu-abu dan berkacamata.
Ni Putu Devy Gita Augustina, salah satu penonton di kanal youtube Ibudaya Festival mengatakan festival ini menyadarkan bahwa kehidupan mesti dijalani dengan ketekunan dan keberanian. Kemudian seluruh pengalaman itu menjadi kontemplasi diri sebagai tuntunan hidup yang penuh ketidakmungkinan ini. Seperti laku Luh Menek, di usia senjanya masih terus mengabdi pada tradisi, merawat dan menjaganya penuh kasih suka cita.
“Saya suka sekali waktu sesi ibu Menek, beliau adalah perempuan sesungguhnya yang utuh dan jujur dalam menjalani apa yang ia yakini,” ujar Devy yang saat ini bekerja sebagai guru di satu sekolah internasional di Denpasar.
Selain Ibu Luh Menek yang merupakan seorang maestro tari dari Buleleng. Para seniman penyaji Selebrasi Budaya lainnya antara lain Cok Sawitri, Ida Ayu Wayan Arya Setyani, Aryani Willems, Nyoman Tini Wahyuni, Heni Janawati, Echa Laksmi, Ida Ayu Nyiman Dyana Pani, Jasmine Okubo, Pranita Dewi, Aliend Child, I Gusti Ayu Kusumayuni, Sanggar Seni Palwaswari, Ni Nyoman Srayamurtikanti, Komunitas Mahima, Ipung Dancer. Womb Ibudaya: Aik Krisnayanti, Sagung Novi, Claudia, Ida Ayu Wisanti, Ni Ketut Fenty, Jesica Winanda Leksono Putri, Kharissa Sadha, Maria Murwiki, dan Monique Anastasia Tindage.
Keberlangsungan Ibudaya Festival 2021 didukung penuh oleh Kementrian Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Dadisiki Bali, Antida Music production, Matahari Bali Konveksi, Kita Poleng Bali, Svara Semesta, Klinik Dr Tiwi.com, IWMS (Indonesia World Music Series) dan tatkala.co.