Front Demokrasi Perjuangan rakyat (FRONTIER) Bali bersama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IKBM Universitas Hindu Indonesia (UNHI) mengadakan kolaborasi yang bertajuk NONGKI (Nobar Bareng Sambil Diskusi) yang bertajuk “Mengulas Ajaran Sad Kerthi Dalam Perspektif Lingkungan Hidup” acara ini dilaksankan di kampus UNHI Penatih, Kecamatan Denpasar Timur Kota Denpasar, pada Kamis, 25 Januari 2024.
Acara tersebut semula dilakukan dengan nonton bareng video yang dirilis oleh JRX TV. Dalam video tersebut mengulas bagaimana kronologis Pelindo III Benoa yang melakukan aktivitas reklamasi yang menyebabkan hutan Mangrove sati seluas sekitar 17 Ha.
Anak Agung Gede Surya Sentana selaku Sekjen FRONTIER-Bali yang turut menjadi pemantik diskusi memberikan paparannya bahwa proyek yang dibuat oleh Pelindo III Benoa terutama proyek Jalan Penghubung HUB Pelindo Benoa akan membawa dampak kepada lingkungan terutama pesisir dan hutan mangrove. Ia juga menyoroti Mangrove yang mati dikarenakan proyek reklamasi yang dilalukan oleh pelindo Benoa dan ini sangat bertentangan dengan visi misi Gubernur Bali yakni Nagun Sad Kerthi Loka Bali.
Akibat aktivitas reklamasi yang sebelumnya dilakukan oleh Pelindo III Benoa yang menyebabkan matinya Mangrove seluas 17 Ha harusnya menjadi penanda untuk pemerintah agar menghentikan rencana Proyek Jalan Penghubung yang juga akan membabat Mangrove. Adanya proyek tersebut akan membuat Mangrove kian menyusut serta memiliki potensi dampak lingkungan bagi pesisir Bali. “Pemerintah Provinsi Bali Harus bersikap Tegas untuk menghentikan proyek tersebut,” ucapnya.
Apalagi Indonesia menjadi ketua MAC (Mangrove Aliance For Climate) atau Aliansi Mangrove untuk Iklim pada helatan Internasional COP 28, tahun lalu di Dubai yang dihadiri langsung oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Dalam berbagai pemberitaan Erick Thohir mengatakan jika didapuknya Indonesia sebagai ketua MAC ini adalah komitmen untuk merestorasi dan mengkonservasi Mangrove yang mencangkup 70 % mangrove dunia. Sehingga Gung Surya mengatakan, “Menteri BUMN yang menaungi Pelindo III Benoa seharusnya tidak membuat proyek membabat mangrove,” tegasnya.
Made Krisna Dinata S.Pd selaku Direktur Walhi Bali juga ikut menjadi penanggap dalam diskusi kali ini yang mana pihaknya menyebutkan jika Mangrove di Bali kian hari kian menyusut jumpah luasannya. Hal tersebut justru diakibatkan oleh pembangunan infrastruktur, salah satunya adalah Proyek Jalan Penghubung ini, yang terang-terangan akan membabat Mangrove. “Proyek Jalan Penghubung Hub Pelindo Benoa jelas akan menurunkan luasan Mangrove di Bali dan akan memperbesar potensi terhadap bencana ekologis di Bali Selatan,” ungkapnya.
Lebih lanjut Krisna Bokis juga menjelaskan jika seharusnya Pelindo III Benoa harus menjadi contoh dalam melakukan upaya pelestarian Mangrove. Melindungi Mangrove berarti tidak membabat Mangrove untuk kepentingan proyek. Bukan malah terang-terangan membangun proyek lalu melakukan pembenaran jika ingin menanam kembali dengan jumlah yang lebih besar. “Itu bukan pelestarian Mangrove, itu namanya pembenaran dan pamrih, hal ini tentunya tidak akan sejalan dengan misi MAC (Mangrove Aliance for Climate) yang katanya berkomitmen untuk mengkonservasi Mangrove dunia,” tegas Bokis.
I Made Pande Sedana Merta selaku ketua BEM IKBM UNHI menyambut baik acara kolaborasi yang dilakukan Frontier Bali dan Bem IKBM UNHI, karena dengan adanya acara diskusi mampu menambah wawasan untuk mahasiswa. Dari hasil diskusi yang dilalukan ini ia merespon bahwa lingkungan khususnya di Bali harus dilindungi dan dijaga dan bukan dirusak.