Sehari sebelum meninggal, Made Indra menyelesaikan rekamannya.
Mendiang Made Indra, pemain bass Navicula selama 12 tahun ini, mendapat penghormatan dalam album ke-9 band ini. Made meninggal dalam kecelakaan mobil bersama teman dekatnya sehari setelah merampungkan mengisi gitar bass album ini.
Sebelum kehilangan Made, Navicula juga melepas drummer lawasnya yang bergabung sejak 1996, Gembull. Tahun yang cukup melelahkan bagi personel tersisa, Gede Robi (vokal, gitar) dan Dadang Pranoto (gitar). Pengganti Gembull adalah Palel Atmoko (drum), dan Krishna Adipurba (additional bassist).
Kelelahan secara psikis coba dilawan dengan berkarya. Inilah 9 judul lagu album Earthship, secara berurutan adalah Di Depan Layar, Biarlah Malaikat, Nusa Khatulistiwa, Ibu, Dagelan Penipu Rakyat, Tentang Harga Diri, Serahkan Dirimu pada Cinta, Emily, Lagu Sampah, dan Saat Semua Semakin Cepat, Bali Berani Berhenti.
Dua lagu sudah familiar di telinga pendengar Navicula karena sudah dirilis sebelumnya, keduanya tentang ibu. Pertama lagu Ibu, penghormatan bagi pejuang lingkungan petani Kendeng dan lagu penghormatan pada tradisi Nyepi sebagai salah satu kearifan lokal merehatkan ibu bumi.
Bagaimana rasanya menikmati Earthship yang sudah bisa disimak di platform etalase musik digital? Beberapa orang menyebut belum ada yang “nempel”. Namun jika disimak lebih dari sekali, ada banyak warna dan eksplorasi. Robi ng-rap, alat musik tradisional di Nusa Khatulistiwa, dan misi aktivisme khas Robi.
Navicula akan merilis album ini pada peringatan hari Pahlawan, 10 November di sebuah mall baru di tengah Kota Denpasar. Pilihan yang mengejutkan, karena di seberang venue ada bioskop. Apakah distorsi grunge dan rock akan menarik pengunjung ke lantai paling atas mall ini?
Dalam siaran persnya disebut album ini adalah karya terakhir yang selesai direkam oleh almarhum Made Indra tepat sehari sebelum kecelaakan yang menimpanya pada 24 Maret 2018. “Album ini spesial. Made mengisi seluruh bagian bass dalam album Earthship. Album ini kami dedikasikan untuk Made,” kata Gede Robi, vokalis dan gitaris Navicula.
Album Earthship yang diproduseri oleh Yayasan Manik Bumi berisi 10 lagu mengenai lingkungan, kritik sosial, pluralisme, dan situasi politik di Indonesia. Album ini masih bernapaskan semangat yang terus ditiupkan Navicula yaitu perdamaian, cinta, dan kebebasan.
Untuk peluncuran album Earthship, Navicula ingin menyajikan konser yang intim. Tiket yang dijual tak lebih dari 200 lembar. Konser ini juga menampilkan Zat Kimia dan Made Mawut.
Pada konser ini Navicula akan merilis video klip single kedua dari album Earthship berjudul “Di Depan Layar“ yang disutradarai oleh Erick EST. Sebagian gambar video klip “Di Depan Layar” diambil pada perjalanan tour di Australia, November 2017.
Sebelumnya Navicula telah merilis video klip lagu “Ibu” pada Juni 2018 dan lagu “Saat Semua Semakin Cepat, Bali Berani Berhenti” pada Hari Raya Nyepi tahun 2016.
Di konser spesial ini, Navicula juga akan membagi video perjalanan selama tur di Eropa pada 3-17 Oktober lalu. Navicula menyambangi beberapa kota di enam negara, yaitu Jerman, Austria, Slovakia, Hungaria, Polandia dan Republik Ceko.
“Awalnya karena ada undangan dari Pasar Hamburg. Lalu Navicula mengambil kesempatan ini dengan menambahkan durasi tour dengan bermain di lima negara di Eropa lainnya,” kata Robi.
Pasar Hamburg adalah event tahunan di Hamburg, Jerman dan untuk lanjutan tur di kota lain Navicula bekerja sama dengan komunitas kreatif Siasat Partikelir.
Film Pulau Plastik
Selama tur Eropa, Navicula memutar video promo film Pulau Plastik, serial dokumenter tentang carut marut masalah sampah plastik di Bali. Pulau Plastik yang rencananya akan dibuat sebanyak 8 episode membahas masalah sampah plastik secara mendetail, terkait manajemen, inisiatif lokal, data dan statistik, peran pemerintah, itikad pengusaha, kesadaran publik, dan kebijakan lokal.
Sampah plastik kini menjadi isu penting di nasional dan internasional karena buruknya pengelolaan sampah membuat massifnya plastik yang berakhir di lautan. Ancaman seriusnya kemudian adalah mikroplastik yang terkandung pada ikan yang dikonsumsi manusia.
Pada Pulau Plastik, Robi menelusuri persoalan sampah plastik dari pola konsumsi masyarakat yang kemudian berakhir menjadi masalah yang kemudian dikonsumsi kembali oleh masyarakat. Film ini adalah kolaborasi antara Akarumput, Kopernik, ASA Film, Ford Foundation, National Geographic, dan The Body Shop.
Film ini dimaksudkan untuk mendukung kolaborasi berbasis solusi antara masyarakat, pemerintah, dan korporasi. “Semua pihak diharapkan duduk bersama dan berkomitmen mencari solusi mengenai pengurangan pemakaian plastik terutama konsumsi plastik sekali pakai,” kata Robi. [b]