Sampai kapan dokar bertahan di Denpasar?
Siang itu di perempatan Jalan Kartini, Denpasar, Moh. Kusnan, 65, sedang asyik berbincang dengan dua rekannya Dewa Ngurah dan Wayan Pinen. Ketiganya pemilik sekaligus kusir dokar, moda angkutan tradisional yang ditarik dengan kuda.
Bertiga setengah malas memperbincangkan sepinya penumpang. Saat sekarang, kata Kusnan, penumpang dokar hanyalah sebagian kecil dari pedagang maupun pembeli di pasar-pasar tradisional. ”Sedikit sekali sekarang yang mau memanfaatkan jasa angkutan dokar,” keluhnya.
Dalam sehari Kusnan menarik dokar dari pukul 08.00 – 17.00 Wita, diselingi pulang sebentar untuk istirahat sekaligus memberi makan kuda. Rata-rata ia membawa pulang Rp 30.000- Rp 50.000 saja. Uang tersebut diantaranya untuk membeli bahan makanan kuda, semisal rumput dengan harga Rp 15.000 per karung.
Tarif dokar sangat murah, tergantung jauh dekatnya tujuan. Rp 5.000 – Rp 10.000 saja satu kali jalan. Satu dokar bisa menampung sampai tiga penumpang. Dari Pasar Badung sampai sekitar alun-alun (Lapangan Puputan Badung) atau turut balik ke tempat mangkal hanya Rp 5.000. Sementara sampai ke kawasan Sudirman atau Sanglah cukup dengan kocek Rp 10.000. Terkadang turis asing juga memilih angkutan ini, kata Kusnan, ”Namun jarang sekali.” Para kusir dipesan khusus sehari sebelumnya, oleh pemandu wisatanya. Untuk satu putaran ke lokasi wisata dalam kota, Kusnan memperoleh imbalan Rp 25.000 sampai Rp 50.000.
Ia membandingkan dengan era 1980-an, dimana dokar menjadi angkutan primadona masyarakat Denpasar. Jumlahnya lebih dari 400 unit. Karena perkembangan teknologi, lanjut bapak empat anak ini, dokar kian tersisih karena hadirnya sepeda motor dan mobil. Angkutan umum diambil alih bemo dan ojek. Kawasan Terminal Tegal yang awalnya menjadi tempat mangkal dokar-dokar di Denpasar, kini tiada lagi. Kusnan dan rekan-rekannya yang tidak lebih dari 30 kusir, memilih mangkal di dekat Pasar Badung-Kumbasari atau Pasar Kreneng.
”Kami sekarang mendekat ke pelanggan yakni pedagang dan pembeli di pasar, ada yang disini (Pasar Badung atau Kumbasari) dan sebagian di Kreneng. Jumlahnya antara 20 – 30 dokar saja. Yang lainnya sudah tidak sanggup menggantungkan hidup dari menarik dokar,” urai Kusnan dibenarkan Ngurah dan Pinen. Kalau bukan karena hobi, tambah Pinen, 45, ”Mungkin saya juga sudah cari pekerjaan lain.”
Kusnan juga memprihatinkan tidak adanya generasi penerus kusir dokar di Denpasar. menurutnya, para kusir dokar yang masih aktif sudah berusia tua dan tidak ada satu pun pemuda berminat melanjutkan. ”Termasuk anak saya, tidak ada yang mau.” Bila ini dibiarkan, ia memprediksi 5 -10 tahun lagi dokar tinggal kenangan.
Ni Wayan Rentig, salah seorang warga Denpasar dan biasa belanja ke pasar mengaku lebih senang memilih angkutan dokar. Selain murah, penumpang akan diantarkan kusir sampai depan rumah dan dibantu mengangkat barang belanjaan. ”Kalau naik taksi pasti lebih mahal. Dengan ojek juga susah karena belanjaan saya biasanya banyak. Bila memilih dokar, hanya satu penumpang saja dan tempatnya cukup lapang untuk menaruh barang-barang,” urai Rentig yang hanya cukup membayar Rp 10.000. Rentig berharap dokar akan tetap ada di Denpasar karena cucunya pun sering meminta jalan-jalan naik dokar.
Kabag Humas Pemkot Denpasar Made Erwin Suryadharma Sena pun berharap serupa. ”Memang keberadaan dokar semakin jarang lantaran perkembangan teknologi. Kami cuma bisa membantu untuk pelestariannya semisal dengan mengadakan lomba dokar hias setiap kali perayaan HUT Kota Denpasar. Tentu dengan kompensasi uang karena mereka seharian tidak menarik penumpang,” kata Erwin.
Para awal pengenalan wisata city tour, lanjutnya, Pemkot sempat memberikan pelatihan kepada para kusir dokar. Diantaranya tentang menjaga kedisiplinan di jalan raya, menjaga kebersihan, melayani penumpang dan sebagainya. Bahkan, tegasnya, sebuah perusahaan swasta memberikan baju seragam. ”Memang tidak semua tamu city tour memilih dokar, kami kan tidak bisa memaksa,” tambah Erwin yang menginformasikan akan adanya program di tahun 2008 yang khusus akan mempergunakan angkutan dokar. [b]
ini memang dilema, kalau pun nanti dokar tinggal kenangan, kita hanya bisa merelakan..
*makanya yg blm pernah naik dokar silahkan naik dokar dan poto2 dulu sblm dokar punah