Oleh Ni Komang Erviani
Lembaga dewan dituntut untuk transparan. Banyak dokumen menyangkut kepentingan publik yang tidak bisa diakses masyarakat dari gedung dewan. Rancangan Undang-Undang Susunan dan Kedudukan DPR, DPRD, dan DPD (RUU Susduk) yang saat ini tengah dibahas di DPR RI, diharapkan bisa membuka akses tersebut.
Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Ronald Rofiandri menjelaskan, lembaga dewan belum cukup transparan melaporkan hasil kerjanya kepada masyarakat. Akibatnya, masyarakat kesulitan melakukan penilaian terhadap kerja-kerja dewan. Karenanya, pihaknya menuntut dilaksanakannya reformasi terhadap lembaga legislasi. “Perbaikan RUU Susduk sangat memegang peranan dalam menuntut transparansi lembaga dewan,” ujar Ronald dalam Diskusi Publik RUU Susduk di Denpasar, Jumat (18/4) ini.
Undang Undang Susduk Nomor 22 Tahun 2003 yang kini tengah berlaku dinilai sangat menguntungkan keberadaan anggota dewan. Selain tidak membuka ruang kepada publik untuk memberi masukan kritis, UU Susduk yang berlaku juga memberikan kekuasaan yang terlalu besar kepada anggota dewan. “Kacaunya, DPR punya kekuasaan untuk membuat UU sehingga mereka menggunakan kekuasaannya untuk membahas RUU Susduk untuk memperjuangkan kepentingannya sendiri,” keluh Ronald.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Pansus RUU Susduk DPR-RI, Ganjar Pranowo menegaskan ada banyak perubahan yang tercantung dalam RUU Susduk yang kini tengah dibahas di DPR.”Ketika saya menerima draft tersebut saat baru jadi ketua pansus, saya terkaget-kaget. Ternyata revisi itu menyulitkan kita. Saya berpikir revisi RUU itu semestinya faktor-faktor yang tidak sesuai itu saja yang direvisi. Tapi hari ini yang disajikan kepada kita itu adalah betul-betul ternyata semuanya seperti UU baru. Bahkan hal menimbang, mengingat harus ditulis ulang,”ujar kepada kalangan partai politik, LSM, akademisi dan mahasiswa yang hadir dalam diskusi yang digelar Koalisi organisasi non pemerintah untuk perbaikan paket UU Politik tersebut. .
Meski demikian, Ganjar mengakui masih ada hal-hal yang terlewatkan dalam pembahasan RUU Susduk di dewan. Apalagi dengan keterbatasan SDM di dewan. “Di DPR itu banyak ada profesor doktor, asli banyak. Tapi yang tidak asli juga banyak, tapi nggak ngaku. Jelas-jelas dalam satu ruang dalam satu meja terjadi banyak perdebatan. Mereka yang banyak menerima referens dari luar, biasanya bersuara. Tapi kadang ada yang ngantuk, membaca pun kadang tidak lengkap. Jadi tugas pimpinan sangat berat,” keluhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Ilmu Tata Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Prof.DR. Yohanes Usfunan menegaskan pentingnya penguatan wewenang DPD dalam RUU Susduk yang baru. Selama ini, wewenang DPD hanya sebatas pada mengusulkan dan memberi pertimbangan. “Fungsi DPD perlu disamakan dengan DPR dalam legislasi, pengawasan, dan budget,” tegasnya. [b]