Hutan bakau terjaga, warga pun sejahtera.
Hampir pukul 10 pagi. I Nyoman Sudiaya dan empat rekannya bersiap membawa belasan turis keliling. “Saya no urut ke-31,” seru kakek ini. Kelompok pemandu hutan bakau ini menerapkan sistem antrean agar terorganisir.
Ada sekitar 40 nomor antrean. Di musim liburan seperti tengah dan akhir tahun, tiap pengemudi bisa beberapa kali keliling hutan bakau membawa turis. Terutama ratusan turis dengan kapal pesiar, sandar beberapa jam di jetty dan berwisata keliling pulau kecil ini.
Tiap perahu berisi maksimal empat orang. Agar tak terlalu berat dan seimbang. Sudiaya adalah kakek yang sangat kuat. Usianya hampir 60 tahun. Ia salah satu pengemudi sekaligus pemandu tur mangrove tertua di kelompoknya.
Sebuah tongkat sekitar 2 meter menjadi alat utama mengarahkan perahu. Menuju alur laut di antara lebatnya bakau. Juga menghidarkan benturan di akar-akar bakau yang kuat mencuat di sana-sini. Anjuran untuk tak banyak gerak dan menjulurkan tangan keluar perahu sangat berguna. Benturan dan gesekan dengan pepohonan bakau terjadi berulang-ulang.
Sudiaya bekerja sangat disiplin. Ia mengutamakan keselamatan penumpangnya. Beberapa kali ia menolak diajak ngobrol karena harus fokus mengemudikan perahu. Apalagi ia harus berdiri. Beberapa kali ia berteriak ke sejumlah rekannya untuk menjaga jarak dan perahu tak saling berbenturan.
Sejak tahun 2000 sejumlah warga Desa Jungut Batu, Lembongan menata hutan bakau sekitarnya. Warga melarang penebangan pohon bakau untuk kayu bakar setelah air laut mulai merayap naik ke pemukiman. Ketika upaya pelestarian berjalan, turis pun datang.
Hutan bakau ini terlihat sangat bersih dari sampah plastik. Tak ada bekas camilan atau kresek menyangkut di akarnya. “Tiap bulan ada kerja bakti, warga yang tak datang kena denda,” kata Sudiaya tentang kesepakatan kelompok tur ini.
Nama jenis bakau ditempel di batang bakau. Pada pukul 9-11 pagi, air cukup pasang dan memudahkan perahu melintas di rute tur. Udara sangat sejuk, air jernih. Beberapa hewan air terlihat di sekitar batang bakau.
Sejumlah perahu kayu berisi rumput laut terlihat lalu lalang di sekitar area ini. Sudiaya dan hampir semua pemandu juga adalah petani rumput laut di Lembongan. Keasrian hutan bakau memberi tambahan penghasilan. Bahkan menjadi sumber penghasilan utama di saat musim ramai.
Harga tur sekitar Rp 100 ribu per perahu untuk turis domestik dan Rp 150 ribu untuk turis asing. Jadi sekitar Rp 25-40 ribu per orang. Lama tur sekitar 20-30 menit tergantung pasang surut air laut.
Perahu memulai dari sisi Tenggara, lalu bergerak ke timur, sampai laut lepas. Hamparan laut, langit biru, dan kemegahan Gunung Agung di timur Pulau Bali adalah kombinasi eksotis. Apalagi dengan latar belakang para petani yang sedang mengurus petak rumput lautnya.
“Banyak sekali keuntungan bakau ini. Mencegah rumah saya hanyut dan banyak kepiting,” seru Sudiaya. Lembongan pulau kecil kedua setelah Nusa Penida di gugusan tiga nusa ini. Paling kecil Nusa Ceningan.
Hutan bakau juga dikelola di desa tetangganya, Lembongan. Ada dua kelompok ekowisata di sini dengan wilayah konservasi lebih 250 hektar. Mereka membibitkan bakau, melakukan rehabilitasi, dan terus berupaya menambah luasannya.
Hijau dan rapatnya bakau memberi keuntungan untuk pengusaha akomodasi dan restoran. Mereka berlomba membangun di sekitar hutan bakau karena kesejukan dan panoramanya.
Kunjungan ke tiga pulau ini terus meningkat. Rata-rata 200 ribu turis per tahun menyeberang ke sejumlah titik seperti Jungut Batu, Lembongan, dan Nusa Penida. Usaha speedboat juga makin banyak, diakses dari Sanur, Benoa, dan Padangbai.
Marthen Welly, aktivis lingkungan yang bekerja menginisiasi Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida dalam diskusi dengan The Society Of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ) dan The Nature Conservancy (TNC) mengatakan Pemkab sedang menyiapkan perangkat untuk menetapkan entrance fee.
“Dari study, willingness to pay sekitar 3,5-5 USD per masuk per orang. Jadi diperhitungkan terkumpul 1 juta USD per tahun untuk upaya konservasi pulau-pulau ini,” kata Marthen.
Sudah ada Perda tapi sedang dibuat mekanisme implementasinya. “Dari survei, pengelola entrance fee dari unsur pemerintah adalah opsi terakhir. Kita berharap transparan dan akuntabel,” jelasnya.
Jaya, salah seorang pengelola program zonasi ini mengatakan ada 13 dive site di Nusa Penida yang menarik ribuan turis datang. Sejak zona kawasan perlindungan ditetapkan, menurutnya prosentase karang dan biomass ikan meningkat. “Berkorelasi dengan penghasilan nelayan dan wisata bahari,” ujar pria ini. [b]