Kini era globalisasi, semuanya harus serba cepat dan pasti.
Terlebih saat ingin menyebarluaskan kegiatan komunitas. Bukankah orang menjadi lebih peka saat diberikan fakta. Beri mereka contoh dahulu, lalu mereka mulai bertanya kemudian meniru. Setuju tidak kalau ini dapat terjadi melalui media sosial?
Dicky Hartono, dulu koordinator gerakan menanam pohon mangrove di Mangrove for Love ini merasakan begitu susahnya mengelola media sosial. Ia memikirkan konten, desain, admin hingga jadwal posting sendiri. “Biasanya aku mentok pada materi yang mau diposting, terus ngurus sendiri itu ribet karena semuanya serba sendiri,” ungkap Dicky, Kamis (21/12).
Gerakan Mangrove for Love ini sudah vakum lebih dari enam bulan. Ya karena masih vakum, belum ada kegiatan yang diposting. Saat ditanya hal apa yang ingin diwujudkan Dicky soal media sosial komunitas, ia berkata “Pengennya akun media sosial komunitas lebih aktif dari akun milik pribadi. Lebih sering posting, kontennya lebih beragam dan informatif. Kalau ga kayak gitu, buat apa komunitas bikin media sosial kan?”
Hal senada juga disampaikan oleh Wulan Romianingsih, dulu menjabat koordinator sosial media Earth Hour Denpasar. Wulan mengalami kesulitan menyiapkan konten, terutama yang berhubungan langsung dengan hari peringatan lingkungan. Ia juga mengalami kesulitan dalam membuat pesan dari komunitas agar tersebar luas. Apakah kontennya itu tidak menarik, netizen yang tidak peduli atau lainnya.
Kesulitan yang juga dialami Wulan seperti membedakan konten yang diposting untuk Facebook, Twitter, dan Instagram. Sedikitnya orang yang tertarik seperti komentar, suka dan membagi kegiatan menjadi pekerjaan rumah yang perlu dievaluasi. “Aku lihat lembaga swadaya masyarakat itu pakai jasa berbayar untuk menginformasikan kegiatan mereka, Sedangkan komunitasku tidak ada anggaran untuk itu,” ungkapnya.
Heather Mansfield, Nonprofit Tech for Good menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang harus dipupuk perlahan dalam komunitas. Itu disampaikan dalam presentasinya di sesi How to inspire donors and supporters worldwide to give and take action di International Civil Society Week 2017 di Fiji.
Eksperimen yang dilakukan Technology for Good, apabila bisa posting setiap hari maka dapat menumbuhkan jangkauan pembaca secara alami (organic reach) sekitar 1-8%. Namun, berapa banyak lembaga swadaya masyarakat telah posting kegiatannya di Facebook setiap hari? Itu hanya berkisar 25%.
Empat hal yang perlu dipupuk saat mengelola media sosial agar produktif yaitu pertama, tambah list daftar alamat email lalu kirimkan buletin tentang kegiatan komunitas secara berkala; kedua, buatlah tantangan kampanye online bulanan, ketiga, buat grafik di media sosial untuk mempermudah netizen membaca kegiatan komunitas; keempat, terapkan jaringan sosial media best practices yang tutorialnya dapat dipelajari melalui internet; kelima, bangun penggalangan dana online dan sosial media strategi. Hanya 32% LSM di seluruh dunia telah menulis sosial media strategi. Begitupula untuk website, disarankan desain website yang moderen dan cocok dibuka melalui gawai.
Orang yang memiliki komitmen dalam pengelolaan media massa diperlukan di sini. Begitu banyak hal harus dipersiapkan dalam menyampaikan pesan kampanye agar diketahui oleh masyarakat luas.
Dicky Hartono mengatakan, menjadi admin media sosial itu sama seperti tugas hubungan masyarakat. “Nah namanya humas itu kan mempublikasikan kegiatan komunitas. Karena komunitas non-profit yang butuh komitmen bersama, sama kayak pacaran,” ulasnya. [b]