
Biar tidak malu-maluin, mari belajar minum wine dengan benar.
Pekan lalu, saya bersama kawan-kawan Bali Blogger Community (BBC) yang difasilitasi BaleBengong mengikuti Kelas Apresiasi Wine (Wine Appreciation Class) yang diadakan produsen wine asal Bali, Hatten Wines. Saya kemudian jadi tahu, bukan hanya asal anggur yang mampu mempengaruhi rasa wine. Kalau dinikmati, wine ternyata punya rasa beragam, seperti kopi.
Nyoman Kertawidyawati, Manajer Pelatihan dan Pengembangan Hatten Wines, tidak hanya menjamu kami dengan aneka cita rasa wine tetapi juga pengetahuan tentang wine serta bagaimana menikmati dengan benar.
Berikut tiga hal kecil tapi penting tentang cara menikmati wine.

1. Gunakan Gelas yang Tepat
Awalnya saya kira gelas wine, yang punya kaki panjang dan langsing macam hak sepatu stiletto itu, cuma bertujuan membuat si peminum wine terlihat lebih seksi. Efek yang sama seperti kalau perempuan pakai stiletto.
Ternyata oh ternyata, kaki gelas itu memang didesain supaya kita memegang bagian tersebut.
Menurut Widyawati wine itu sangat terpengaruh pada suhu. Kalau suhu di dekatnya naik atau terlalu dingin, rasanya akan berubah. Tangan manusia adalah pengantar panas. Jadi kalau kita pegangnya bagian gelasnya bukan kaki gelas, maka panas tubuh kita akan diantarkan tangan dan mempengaruhi temperatur wine.
Di hadapan kami, tersaji lima gelas wine. Gelas paling kiri tinggi dan ramping berisikan sparkling wine. Dua gelas berikutnya sedikit lebih gendut dari gelas sebelumnya, diisi white wine. Wine di dua gelas terakhir adalah red wine, yang gelasnya paling besar dan lebih bulat.
Ukuran dan bentuk gelas ternyata juga berpegaruh pada kenikmatan wine. Red wine menggunakan gelas lebih besar dan bulat karena memerlukan proses oksidasi dan udara lebih banyak.
Berbeda dengan sparkling wine dan white wine yang lebih resisten pada temperatur, sehingga lebih nikmat jika disajikan dingin. Gelasnya lebih kecil dan ramping membantu menjaga temperatur sparkling wine dan white wine dingin lebih lama di suhu ruangan.
Pantas saja ketika masuk ke ruangan kelas wine, dari lima gelas yang tersedia, hanya red wine yang sudah dituang ke gelas. Red wine memang disarankan untuk disimpan dalam suhu ruangan.
Sebagai catatan, suhu ruangannya versi Eropa loh ya.. Yang suhunya sekitar 18 sampai 20 derajat. Jadi, kalau di Indonesia, suhu ruangannya tetap perlu pakai AC. Sparkling wine dan white wine disajikan dingin dan baru dituang beberapa saat sebelum kami mulai mencicip winenya.

2. Lihat, Dengar, Cium, dan Kumur
Sebelum akhirnya meminum wine, kita perlu terlebih dahulu melihat kondisi winenya, mendengar, mencium aromanya, baru kemudian mengumurnya di mulut.
Lihat
Sparkling wine adalah wine yang diberi karbondioksida. Sparkling wine yang baik masih ada bubble-nya, bergerak dari atas ke bawah.
Pada white wine, indikasi wine masih baik terlihat dari warnanya yang clear dan shiny (mengkilat). Jika dituang warnanya butek, artinya winenya sudah rusak.
Kita juga bisa langsung memperkirakan body white wine dan red wine dari hanya melihatnya. Body wine dibedakan antara light, medium, dan full body. Body wine tidak terkait dengan kandungan alkohol di dalamnya tapi lebih ke cita rasa si wine itu sendiri.
Kalau light body, rasa wine tersebut akan cepat hilang di mulut dan tidak terlalu banyak rasanya. Sedangkan wine yang full body cita rasanya lebih banyak. Rasanya juga lebih lengket di lidah dan lama hilangnya di mulut.
Cara sederhana melihat body wine adalah dengan memiringkan gelasnya nyaris 90 derajat. Untuk white wine, akan terlihat warna berbeda di bagian pinggirnya. Semakin perbedaan warnanya tidak kentara, maka semakin full body wine-nya.
Untuk red wine, bisa dimiringkan nyaris 90 derajat dan diarahkan ke jam tangan atau tulisan. Jika jam tangannya tidak terlihat, berarti wine tersebut tergolong full body.
Berikut infografis perbedaan body wine.
Dengar
Yaps, bukan cuma suara hati aja yang perlu didengarkan, wine juga. Ini juga salah satu cara memastikan sparkling wine yang hendak kita minum masih dalam keadaan layak.
Kalau kita mendekatkan telinga ke gelas ramping sparkling wine, maka akan terdengar suara “blubub.. blubub..”, suara bubble pecah. Artinya sparkling wine-nya masih baik dikonsumsi.
Note: tips “mendengarkan wine” ini tidak untuk dipraktikkan kalau lagi minum di tempat umum ya. 🙂
Cium
Seperti halnya kopi, aroma wine juga bisa bermacam-macam. Aroma ini tercipta dari daerah sekitar tempat anggur itu ditanam. Jadi, kalau hidung dan hati kita cukup sensitif, aroma wine bisa membawa kita jalan-jalan ke daerah Eropa atau Australia (tempat anggur dari wine Two Islands ditanam), atau paling enggak jalan-jalan ke Buleleng (tempat anggur dari Hatten Wine ditanam).
Supaya aroma wine-nya lebih keluar, sekaligus biar lebih gaya, kita bisa goyang gelasnya.
Dari hasil mencium aroma, saya mendapatkan sensasi berbeda dari white wine Chardonnay (Two Islands) dan Alexandria (Hatten). Alexandria punya wangi lebih manis. Menurut Kertawidyawati ini merupakan aroma dari buah-buahan segar dan matang ala negara tropis seperti nanas, dan lain-lain.
Kumur
Kalau kopi disesap, wine dikumur.
Iya, dikumur. Untuk bisa menikmati cita rasa wine, pas diminum winenya jangan langsung ditelan. Kulum dulu di mulut. Bisa juga sambil “diberi udara” dengan cara dikumur supaya rasanya lebih keluar.
Banyaknya alkohol dalam wine bisa dirasakan ketika wine ditelan, semakin panas terasa di kerongkongan, semakin tinggi alkoholnya.

3. Makanan yang Pas
Minum wine itu mirip pacaran. Lebih nikmat kalau “pasangannya” pas.
Setelah mencicip beberapa wine dalam waktu berdekatan, saya jadi tahu perbedaan sensasi wine di lidah selain masalah rasa. Misalnya setelah minum sparkling wine, lidah rasanya kering dan mulut terasa berliur. Atau Alexandria yang manis bikin saya pingin makan yang asin-asin setelahnya.
Di negara asalnya, Eropa, wine memang dikonsumsi sebagai teman makan. Jadi minum wine akan lebih nikmat kalau ditemani makanan yang sesuai.
Kalau Alexandria enak dimakan sama makanan yang asin-asin atau pedas, sparkling wine ini enak banget kalau diminum setelah akan makanan yang creamy dan yang mengandung keju. Eneg gegara makan keju hilang seketika di mulut.
Ada yang bilang kalau red wine cocoknya buat menemani makanan dari red meat seperti daging sapi atau babi. Sedangkan white wine lebih cocok diminum setelah makan white meat seperti ayam dan ikan.
Namun, pada akhirnya cocok atau tidaknya juga tergantung saus yang melengkapi si daging. Kalau Alexandria diminum setelah makan ayam yang dibumbu manis, rasanya lidah saya bakal tetap meminta yang asin-asin supaya terpuaskan.
Akhirnya, seporsi daging sapi, ayam, dan tuna pun menemani dan mengakhiri kelas apresiasi wine kami di Hatten Wines. Hati senang, ilmu bertambah, perut kenyang, dan tanpa terasa, kepala pun bergoyang. [b]