Putu Wardana melaporkan kasus demam berdarah di Renon, Denpasar.
Dia sudah lapor ke kepala lingkungan tapi harus menunggu tiga orang yang kena baru ada penanganan. “Apakah prosedurnya seperti itu?” tanya Wardana.
Laporan Wardana ini disampaikan melalui Radio Publik Kota Denpasar (RPKD). Laporan kemudian dikelola dan diarsipkan oleh Pengaduan Rakyat Online Kota Denpasar (Pro Denpasar) yang mengelola seluruh pengaduan. Pro Denpasar menggunakan basis portal yang merangkum semua pengaduan termasuk jawaban dan tindak lanjut dari instansi terkait.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Denpasar memberikan jawaban tiga hari setelah laporan dipublikasikan dengan mengapresiasi laporan Wardana. Dinkes menyebut kasus demam berdarah dengue (DBD) yang dilaporkan kepada kepala lingkungan semestinya diteruskan untuk dilaporkan ke Puskesmas setempat. Nantinya mereka akan segera mendapat tindak lanjut dan tidak perlu menunggu ada tiga orang penderita.
Melalui media seperti radio, warga kini lebih mudah melaporkan kasus yang mereka alami seperti juga Wardana.
Selain via RPKD, warga Denpasar juga bisa menggunakan media massa, email, akun sosial media seperti twitter @ProDenpasar dan facebook “Kota Denpasar”. Sebagian pengaduan banyak yang dijaring dari akun sosial media.
Peraturan Wali Kota No 45 tahun 2014 tentang pelayanan penanganan pengaduan masyarakat di wilayah Kota Denpasar ini disahkan pada Desember tahun lalu. Namun Pro Denpasar sudah menerima pengaduan sejak Oktober.
“Kami mengkoordinir dan mengelola pelayanan pengaduan dari berbagai medium itu,” kata Anom Prasetya, Kepala Bidang Piranti Lunak Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Denpasar yang mengelola Pro Denpasar.
Tiap instansi harus merespon pengaduan maksimal tiga hari kerja. Sedangkan Pro Denpasar harus menyampaikan ke instansi terkait dalam 24 jam. “Biasanya jawabannya normatif dulu, tapi kami berharap jawabannya bukan hanya terima kasih atas masukannya,” ujar Anom.
Menurut data rekap sementara, selama delapan bulan, sejak Oktober tahun lalu sampai Mei lalu sedikitnya ada 226 pengaduan. Paling banyak diajukan ke Dinas Pekerjaan Umum misalnya tentang infrastruktur seperti jalan rusak. Kemudian Dinas Perhubungan mengenai kemacetan dan masalah lalu lintas lain, lalu ke Dinas Kebersihan dan Pertamanan.
Jika berdasarkan jenis pengaduan, paling banyak infrastruktur, lalu layanan publik seperti perizinan, catatan sipil, dan akses air ke Perusahaan Daerah Air Minum.
Anom mengatakan sering terjadi miskomunikasi. Misalnya ada pengaduan yang tak dijawab lebih dari tiga hari. “Dinas terkait sudah langsung ke lapangan, tapi tak memberi informasi ke sini jadi dikira tidak ditindaklanjuti,” elak pria ini.
Dalam Peraturan Wali Kota tentang pengelolaan pengaduan ini disebutkan prinsipnya adalah transparansi, koordinatif, dan efisien. Transparansi, yaitu membuka diri dan memberi kesempatan kepada masyarakat dalam melaksanakan hak-haknya untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif.
Kemudian berkoordinasi dengan instansi berwenang dan terkait berdasarkan mekanisme, tata kerja dan prosedur yang jelas. Kemudian efektifitas dan efisiensi, yaitu kegiatan penanganan pengaduan harus dilaksanakan secara tepat sasaran, hemat tenaga, waktu dan biaya.
Paling lambat tiga hari kerja terhitung sejak pengaduan diterima, Pro Denpasar harus melaksanakan identifikasi dan klarifikasi atas pengaduan yang diterima serta menyampaikan atau mengumumkan hasilnya kepada pelapor.
Kemudian paling lambat tujuh hari kerja terhitung sejak pengaduan diterima, harus menyampaikan atau mengumumkan hasil penanganan pengaduan.
Prinsip dan aturannya pengaduan pelayanan publik tersebut sudah bagus di atas kertas. Tapi di lapangan bisa jadi berbeda. Anda sendiri punya pengalaman melaporkan ke sana? [b]