The Day After Tomorrow (2004) adalah film fiksi ilmiah yang mungkin tak asing bagi Anda.
Film ini berkisah tentang pembalikan keadaan yang begitu cepat karena perubahan iklim. Pada satu titik, puncak pemanasan global nyatanya dapat berubah atau berbalik dalam sekejap menjadi pendinginan global. Perubahan tetiba tersebutlah yang justru tidak menjadi perhatian utama atau diabaikan yang akhirnya timbul kekagetan.
Apa yang menjadi perhatian dari judul tulisan ini?
Bali, setelah hari esok adalah sebuah kondisi yang tengah Bali hadapi. Tahun 2020 mungkin menjadi tahun yang akan terus dikenang dalam sejarah Bali setelah tahun 1963 (Gunung Agung meletus), 1965-1966 (pembantaian massal simpatisan PKI), 2002 & 2005 (bom Bali). Sejatinya telah banyak kejadian yang terjadi di Bali semisal kerusuhan berbau politik (1998, 1999), bencana alam (2017), permasalahan lingkungan (2012-sekarang), dan lain-lain. Namun, apa yang lebih berbahaya dan menakutkan Bali dari terpuruknya pariwisata?
Sendi vital ini kini sedang “demam” parah terkena virus global (COVID-19).
Bali, sebuah citra pariwisata dunia. Kedekatan Bali dengan pariwisata telah terjalin sejak Indonesia masih dijajah oleh Belanda. Bahkan karena faktor ini, dapat dikatakan Bali menjadi salah satu tempat di Indonesia yang tidak dijajah secara langsung oleh Belanda. Pariwisata di Bali mengakar dari adat istiadat Bali yang begitu khas. Hal yang menjadi magnet wisatawan untuk selalu berkunjung bahkan menetap dalam tempo lama di surga terakhir dunia (Bali: The Last Paradise).
Beberapa tempat di Bali seperti Pantai Kuta, Uluwatu, Tanah Lot, Pantai Sanur, Ubud, Amed, dan Jatiluwih menjadi objek wisata unggulan yang setidaknya dikunjungi 3.000-5.Bali: The Last Paradise000 wisatawan domestik dan mancanegara dalam sehari bahkan meningkat pesat saat hari liburan tiba.
Perlu diingat, tidak ada yang namanya hari libur di Bali karena semua hari adalah hari libur bagi para pelaku wisata di Bali. Tidak mengenal weekday ataupun weekend. Seluruh objek wisata di Bali selalu dapat dikatakan ramai oleh pengunjung. Namun, seketika berbalik dalam sekejap pada Februari-Maret 2020.
Bali terpaksa beristirahat lebih lama dari tahun-tahun biasanya. Umumnya Pulau Bali akan menghilang dari hiruk pikuk dunia setahun sekali yakni pada Hari Raya Nyepi. Tahun 2020 membuktikan bahwa tidak ada yang tidak mungkin terjadi di dunia. Perubahan yang begitu cepat mungkin di luar bayangan warga Bali dan para pelaku wisata. Saat semua semakin cepat, Bali tersentak.
Angin Segar
Di saat kondisi seperti ini, urun daya masyarakat sangat terasa. Inisiatif-inisiatif positif menjadi gelombang angin segar mengisi keheningan. Gelombang-gelombang yang bergerak saat dan pasca pandemi ini mungkin menjadi gambaran seharusnya kedinamisan Bali. Tak hanya selalu tergantung dengan sektor pariwisata, beberapa sektor lain terkatrol ke permukaan.
Bali setelah hari ini, setelah pandemi corona berakhir atau setidaknya 2021 mungkin telah membentuk tatatan baru. Gerakan swasembada pangan dengan berbagi bibit sayur mayur gratis, gerakan usaha kecil mikro menengah (UMKM), gerakan solidaritas komunitas, dan gerakan-gerakan penghobi khusus akan menjadi cerita dan rujukan dalam melewati fase krisis ekonomi yang menuju resesi global.
Sangat dimungkinkan parisiwata Bali 2021 akan semakin pesat dan tumbuh lebih subur. Bahkan bukan hanya terpaku pada objek-objek wisata yang telah menjadi landmark Bali, objek wisata akan lebih ke daerahan atau mengacu desa tertentu. Desa menjadi pemain aktif dalam sektor pariwisata. Munculnya wisata baru seperti desa wisata, eko wisata, agro wisata, atau wisata kekinian menjadi produk utama desa yang akan semakin ramai variatifnya.
Lini ekonomi kreatif akan menjadi ladang usaha umum. Setiap warga dengan mudahnya dapat menjadi pelaku usaha dengan dukungan teknologi informasi seperti startup jasa (gojek, grab), dan startup marketplace (tokopedia, shopee, bukalapak). Selain media daring, kebiasaan yang terbentuk saat pandemi yakni usaha yang menjamur baik dijajakan di pinggir jalan atau berbasis rumahan akan semakin ramai dan lumrah.
Namun, perlu dicermati tentang lini jasa. Selain karena efek pandemi yakni gelombang PHK, dampak ini mengakibatkan masyarakat umum mencari alternatif lain untuk bertahan hidup dengan cara beralih ke lini ekonomi kreatif. Jika pada Bali 2020 efek pandemi yakni gelombang PHK, saat Bali 2021 setelah pendemi telah berakhir, akan timbul efek bounce dari pemutusan kerja yakni terbukanya lowongan kerja secara besar-besaran. Bali pasti semakin banyak didatangi para pencari pekerja dari luar pulau. Sesuai hukum ekonomi tentang penawaran dan permintaan.
Terlepas dari gerakan tersebut, prediksi Bali 2021 mungkin akan terjadi perubahan dan pembaharuan. Lini lainnya yang masih berdiaspora yakni tren-tren yang masih bersifat kemunitas namun menjadi primadona saat pandemi seperti pesepeda, petani rumahan, hobi layang-layang, dll. Apakah gelombang ini akan tetap menjadi kebiasaan masyarakat atau memuai begitu saja? [b]