Oleh I Nyoman Winata
Kejahatan yang semakin marak di Denpasar adalah konsekuensi dari semakin berkurangnya modal sosial (Social Capital) yang dimiliki masyarakat Bali. Banyak faktor yang menggerus modal sosial ini. Hal yang paling berpengaruh adalah rapuhnya ekonomi dan hubungan erat yang dibangun elite politik dengan jago-jago lokal. Jika tidak segera ditemukan solusi tepat, tidak tertutup kemungkinan Bali akan dilanda kekacauan sosial (Social disorder).
Francis Fukuyama dalam “The Great Disruption” (1999) menyakini bahwa modal sosial berperan sangat penting dalam menjaga kohesi antar warga dan menjadi alat kontrol sosial. Fukuyama mengistilahkan modal sosial seperti minyak pelumas dalam menjaga hubungan yang harmonis antar individu dalam masyarakat. Inti dari modal sosial adalah “trust” alias kepercayaan. Trust-lah memungkinkan masyarakat tersebut bekerja sama, baik itu dalam mencapai tujuan, atau menghadapi ancaman bersama yang datang dari luar atau dari dalam.
Modal sosial yang besar akan menjadi kekuatan utama dalam menekan tindakan-tindakan kejahatan dan kekerasan dalam masyarakat Masyarakat Bali sebelumnya telah memiliki modal sosial yang sangat besar dari kuatnya ikatan adat istiadat yang bekelindan dengan praktik-praktik ritual agama Hindu serta masih homogennya penduduk. Paling tidak hingga era tahun 1980-an modal sosial itu masih besar. Namun, booming pariwisata diera tahun 1990-an yang dibawa kekuatan modal tidak mampu diantisipasi dengan bijak. Kampanye-kampanye kaum kapitalis agar orang Bali jadi konsumtif melalui berbagai media relative berhasil. Sementara dari dalam diri masyarakat Bali sendiri, ego menggelar ritual yang megah juga semakin berkobar-kobar.
Untuk memenuhi syahwat konsumtif itu, tanah yang sesungguhnya menjadi pengikat jiwa manusia Bali dengan Tuhan dan leluhurnya kemudian menjadi barang dagangan yang diperjual belikan. Komodifikasi tanah leluhur ini sebenarnya berarti manusia-manusia Bali menjual jiwanya untuk mendapatkan kemewahan materi dan kemeriahan ritual. Sementara itu ikatan-ikatan antar manusia Bali semakin merenggang dan hal ini semakin diperparah dengan semakin banyaknya kaum urban yang menyerbu Bali karena tergiur kemajuan pariwisata. Ironisnya banyak orang Bali yang kalah dalam persaingan memperebutkan akses ekonmi dengan kaum urban.
Banyak yang kemudian terjebak dalam kemiskinan. Mereka berusaha survive dengan menggunakan sisa-sisa kekuatan yang ada. Kondisi inilah yang menjadi medium subur bagi lahir dan hidupnya jago-jago lokal (baca: preman) baru. Barisan jago-jago lokal pun menjadi semakin marak dan panjang. Kehidupan Jago-jago lokal ini semakin berjaya dengan diakomodirnya mereka dalam sistem politik kekuasaan tingkat lokal. Semua realitas ini mencabik-cabik dan memakan habis “trust” (kepercayaan) warga dengan warga lainnya dan warga dengan institusi-institusi negara. Ini berarti modal sosial masyarakat Balipun sudah jauh berkurang bahkan nyaris habis.
Jika Bali ingin kembali aman tentram, maka tiada kata lain, modal sosial haruslah kembali dipupuk. Untuk awal, musti ada itikad kuat dari kekuasaan politik lokal untuk “bercerai” dengan para jago lokal. Ada ketaatan terhadap hukum yang mesti dicontohkan kepada rakyat Bali, bukannya mengumbar perselingkuhan dengan jago-jago lokal demi bertahannya kekuasaan. Keteladanan lain adalah keteguhan jiwa dan hati, pemimpin yang rela hidup penuh kesederhanaan disemua aspek kehidupannya termasuk dalam menggelar aspek ritual agama.
Bangun kembali kehidupan Bali yang sagilik-saguluk, salulung sebayantaka sarpanaya di atas norma dan nilai-nilai moral serta kebersamaan. Bukan sekedar kebersamaan sebatas kelompok, klan, soroh dan desa adat. Lakukan semua ini sekarang, atau Bali akan mengalami Kekacauan Sosial (sosial Disorder) yang semakin hebat.
Sepertinya semua berawal dari kesombongan kita juga yang terlalu mengagungkan dan terlalu bangga karena modal sosial yang kita miliki, terbuai oleh gelimang kemewahan yang membuat kita jadi lupa diri tanpa adanya usaha untuk memelihara dan memperkuat akarnya.
swantiastu……………..
sebagai masyarakat bali yang berada di perantuan!!gw adalh salah satu yang merasa sedih dengan perkembangan bali saat ini,selain bom dan gejolak kekerasan yang timbul di masyarakat seakan menjadi hiasan dinding di pulau bali,mari kita bersama-sama sebagai generasi muda bali bisa melestarikan budaya bali dengan cara kita masing2,
baju boleh beda tapi hati tetap bali!!!!!!
oke!!!
jrotzzzzsz……………………..
http://www.erickningrat,wordpress.com
swantiastu……………..
sebagai masyarakat bali yang berada di perantuan!!gw adalh salah satu yang merasa sedih dengan perkembangan bali saat ini,selain bom dan gejolak kekerasan yang timbul di masyarakat seakan menjadi hiasan dinding di pulau bali,mari kita bersama-sama sebagai generasi muda bali bisa melestarikan budaya bali dengan cara kita masing2,
baju boleh beda tapi hati tetap bali!!!!!!
oke!!!
jrotzzzzsz……………………..
http://www.erickningrat.wordpress.com