• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Tuesday, June 24, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Budaya

Bagi Industri, Nyepi Adalah Komoditas

Luh De Suriyani by Luh De Suriyani
18 March 2010
in Budaya, Kabar Baru, Sosial
0 0
8

Teks Anton Muhajir dan Luh De Suriyani, Foto Luh De Suriyani

Ada empat pantangan ketika umat Hindu Bali melaksanakan Nyepi yaitu menyalakan api (amati geni), bekerja (amati karya), bepergian (amati lelungan), dan bersenang-senang (amati lelanguan). Umat Hindu dilarang melakukan empat kegiatan tersebut selama 24 jam pada saat Nyepi. Tapi, bagi industri, Nyepi adalah peluang bisnis. Apalagi di Bali yang hidup dari pariwisata.

Circle K, jaringan waralaba minimarket menawarkan bonus pembelian satu kardus Bir Bintang. Tiap satu kardus bir akan mendapat tambahan satu botol. Promosinya dilakukan melalui spanduk ataupun poster yang ditempel kaca depan minimarket. Lewat promosi yang ditempel di semua waralaba jaringannya di Denpasar, Circle K menyatakan promo tersebut berlangsung dari 25 Februari hingga 15 Maret, persis sehari sebelum Nyepi .

“Happy serene Nyepi celebration with Circle K, buy one cartoon get one bottle,” tulis Circle K di spanduk dan poster tersebut.

“Belum ada yang beli bir promo itu di sini, mungkin belum banyak yang tahu,” ujar salah seorang pegawai gerai yang tak mau menyebutkan namanya ini, Senin, sehari sebelum Nyepi. Bir besar per satuannya dijual saat itu Rp 21.500. Jika membeli satu kardus berisi 12 botol besar, maka dapat gratis satu botol ukuran 650 ml, hanya untuk menyambut Nyepi.

Sementara bagi I Komang Ardana, ada bonus atau tidak, bir adalah menu utama jelang ritual agama atau adat. “Apalagi pas Nyepi, harus ada stok bir, tuak, dan soft drink,” ujarnya. Urusan mencampur minuman buat Ardana adalah sensasi sendiri. Ia sudah bereksperimen beberapa kali untuk mencampur tuak dengan softdrink. Campuran favoritnya adalah arak, bir, dan soda.

Bersama beberapa rekannya di Banjar Saraswati, Denpasar Timur, Ardana sendiri mengeluarkan uang Rp 350 ribu untuk pembelian bir dan makanan kecil. Pesta besar itu dimulai sejak malam pangerupukan dan berlanjut siang hari saat Nyepi sampai malam.

Promosi memanfaatkan Nyepi juga dilakukan berbagai hotel di Bali mulai dari Sanur, Kuta, Jimbaran, hingga Nusa Dua. Tiap hotel seperti berlomba menawarkan paket Nyepi untuk wisatawan. International Bali Resort, hotel di Jimbaran, misalnya menawarkan Nyepi Buffet Dinner, paket makan malam di Taman Gita Terrace. Paket ini dilakukan persis pada Hari Nyepi, 16 Maret 2010, dari pukul 6 sore hingga 10.30 malam.

Selain Nyepi Buffet Dinner itu tadi, turis juga ditawarkan paket Balinese Local Flavours dari pukul 11 siang hingga 6 sore. Paket ini berupa makan dengan menu ayam panggang atau babi guling ditemani bir Bintang.

Nyepi, yang bagi umat Hindu Bali adalah waktu untuk berefleksi, justru menjadi waktu untuk menawarkan promosi bagi pelaku industri.

“Pelaku industri memanfaatkan Nyepi sebagai demand bagi turis,” kata Prof Dr I Wayan Ardika, dosen Kajian Budaya, Fakultas Sastra Universitas Udayana (Unud) Bali.

Menurut Ardika, Nyepi sendiri memang memiliki keunikan (uniqueness) karena tradisi ini hanya ada di Bali. Karena keunikannya itu, Nyepi melahirkan adanya ketertarikan (curiousity) bagi orang lain. Karena ada keunikan dan ketertarikan tersebut, Nyepi pun menghasilkan permintaan (demand). “Dari situ, lahirlah komodifikasi Nyepi,” ujar Ardika.

Komodifikasi, secara sederhana adalah proses perubahan sesuatu menjadi komoditas, baik barang maupun jasa yang dijual pada konsumen. Perubahan ini terjadi ketika barang atau jasa tersebut dianggap bisa mendatangkan konsumen bagi produk yang dijual.

Ardika menambahkan terjadinya komodifikasi Nyepi adalah akibat pengaruh global di mana masyarakat semakin konsumtif. Budaya konsumtif itu yang dipakai industri saat menjelang Nyepi. “Orang-orang modern itu sangat konsumtif dan peduli citra. Mereka sibuk merayakan  konsumerisme. Begitu pula dengan orang-orang Bali,” katanya.

Ritual umat Hindu Bali pun, lanjut Ardika, tidak bebas dari pengaruh konsumerisme itu. Dekan Fakultas Sastra Unud ini memberikan contoh penggunaan buah impor pada pajegan, rangkaian buah yang disusun menjadi sesaji dan biasanya dibawa di atas kepala oleh wanita. Penggunaan buah impor pada banten pajegan, katanya, adalah untuk memenuhi kebutuhan membangun citra dan rasa konsumtif tersebut.

Upaya membangun citra tak bisa dilepaskan dari Bali sebagai tujuan wisata di mana citra berperang sangat penting. Karena itu pula, tak sedikit ritual yang mengalami pergeseran demi kepentingan pariwisata. Di Kuta, Ardika memberikan contoh lain, semula melasti diadakan pada pagi hari. Tapi untuk membangun citra sekaligus memenuhi ketertarikan turis maka melasti saat ini dilakukan menjelang matahari tenggelam. “Karena kalau saat sunset bisa menjadi tontonan turis juga,” katanya lalu tertawa.

Kalau ritual sudah menjadi tontonan, maka akan mendatangkan turis makin banyak. Ini adalah logika pasar di mana supply dan demand saling mempengaruhi. “Orang Bali sekarang menjadikan Dewi Pasar, Dewi Melanting sebagai raja. Semua UUD, ujung-ujungnya duit,” lanjutnya.

Meski demikian, lanjut Ardika, pergeseran tersebut masih bisa dimaklumi selama tidak menghilangkan esensi ritual itu sendiri. “Suka tidak suka, semua hal bisa mengalami komodifikasi. Melasti boleh saja dipindah dari pagi ke sore hari asal prosesinya tetap,” ujarnya.

Pada konteks Nyepi, Ardika mencontohkan, menjadi tidak wajar kalau komodifikasi itu justru menghilangkan esensi Nyepi. Menjadi tidak wajar kalau saat Nyepi, di mana umat Hindu seharusnya tidak bersenang-senang (amati lelanguan), justru minum-minuman.

“Sekarang tugas kita semua, termasuk media dan ilmuwan, untuk menjelaskan makna Nyepi yang seharusnya,” ujarnya. [b]

Tags: AgamaBaliBudayaCultural Studies
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
Luh De Suriyani

Luh De Suriyani

Ibu dua anak lelaki, tinggal di pinggiran Denpasar Utara. Anak dagang soto karangasem ini alumni Pers Mahasiswa Akademika dan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Pernah jadi pemimpin redaksi media advokasi HIV/AIDS dan narkoba Kulkul. Menulis lepas untuk Mongabay.

Related Posts

Budaya Ngayah Makin Langah

Budaya Ngayah Makin Langah

13 June 2025

Bali Hampir Habis, Semenjana dan Tergantikan

4 January 2025
Over Development Bali di UWRF 2024

Over Development Bali di UWRF 2024

23 October 2024
Yang Lalu Jangan Biarkan Berlalu, Tuturkan di Indonesia Bertutur

Yang Lalu Jangan Biarkan Berlalu, Tuturkan di Indonesia Bertutur

13 August 2024
Lebih dari Sekadar Wastra, Ragam Ekspresi di Roman Muka

Lebih dari Sekadar Wastra, Ragam Ekspresi di Roman Muka

22 July 2024
Menelaah Pembungkaman PWF 2024 dari Berbagai Perspektif Hukum

Menelaah Pembungkaman PWF 2024 dari Berbagai Perspektif Hukum

7 June 2024
Next Post

Stop Kaji Ulang Tol Serangan

Comments 8

  1. azim says:
    15 years ago

    iya tuuh.. ada kaitannya sama kasus si IBNU ga yaa???

    Reply
    • ngurah karyadi says:
      15 years ago

      Di pulau ini segalanya ‘pertunjukan’, atau bahasa gagahnya ‘society of spectakle’, yang sudah tentu dijual dan dipasarkan. Karena itu, kritik dari Ibnu,dan sejenisnya harus di beri ruang -jangan belum2 sudah ngajak ‘perang’ (mati2an) -padahal suasana nyepi (amati) belum berlalu!
      Ngurah K

      Reply
  2. Chris Budhi says:
    15 years ago

    Di dunia Tours & travel agent juga banyak yang menggarap dan menjual Nyepi sebagai sebuah paket tour yang unik, dengan rangkaian mulai dari Melasti, pengerupukan dan yang terakhir adalah neyepi itu sendiri di hotel sesuai pilihan mereka.

    Reply
  3. ngurah karyadi says:
    15 years ago

    Betul 1000% -segalanya pertunjukan (spetacle) dan diperdagangkan!
    Ungkapan Ibnu dan sejenisnya harus diakui -bukan belum2 kibarin bendera ‘perang’, lengkap dengan ‘mati2an’ padahal suasana nyepi (amati) belum berlalu tuh.

    Reply
  4. Cahya says:
    15 years ago

    Ketika orang hanya sekadar berjalan pada tradisi sebagai perayaan, hal-hal seperti ini akan sangat lumrah ditemukan.

    Reply
  5. Leak says:
    15 years ago

    Lets see…

    Selain Ritual budaya dan agama, apa yang bisa dijual di Bali ini?

    Jangan terlalu naif lah dengan mengatakan ritual itu terlalu dikomersialisasikan. Jika tidak menjual ritual, trus apa yang mau dijual?

    Manufaktur? Teknologi? Tenaga Kerja?

    Reply
  6. Simon says:
    15 years ago

    Lets see…

    Selain Ritual budaya dan agama, apa yang bisa dijual di Bali ini?

    Jangan terlalu naif lah dengan mengatakan ritual itu terlalu dikomersialisasikan. Jika tidak menjual ritual, trus apa yang mau dijual?

    Manufaktur? Teknologi? Tenaga Kerja?

    Reply
  7. bali gayatri tour says:
    14 years ago

    semua yang ada dibali untuk pariwisata .tapi jgn terlalu kebablasan.mana yang boleh dan mana yang tidak.agar bali masih ada sakralnya

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Sampah tak Terpilah, Subsidi Pupuk Organik bikin Jengah

Bali dan Aroma Asap Pembakaran Sampah

24 June 2025
Nikmat Suasana Ngopi di Teba Tengah Kota

Nikmat Suasana Ngopi di Teba Tengah Kota

23 June 2025
Feral Stripes – “Silicon Opera” Distopia dalam Tujuh Babak

Feral Stripes – “Silicon Opera” Distopia dalam Tujuh Babak

22 June 2025
Aksi Bali Mengkritisi Kebijakan Bias Gender dan Tolak RUU TNI

Gerakan Kesadaran Neurodiversitas untuk Keberagaman dan Melawan Stigma

21 June 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia