Oleh Anton Muhajir
Berada di pusat pariwisata Kabupaten Karangasem adalah ironi bagi Ashram Gandhi Candi Dasa. Tidak hanya karena tempat kegiatan spiritual ini berada di tengah-tengah pusat pariwisata, sesuatu yang menjual kesenangan, tapi juga karena kesederhanaan mereka di tengah gegap gempita pariwisata.
Pada malam pergantian tahun lalu misalnya. Ketika bar, restoran, hotel, dan semua tempat hiburan tengah ingar bingar merayakan pergantian tahun, penghuni ashram di Desa Candi Dasa justru khusyuk melantunkan puja. Tiga belas penghuni ashram yang didirikan Gedong Bagoes Oka 32 tahun lalu ini duduk bersila mengucap mantram ketika suara petasan dan kembang api bersahutan memecah malam di tepi pantai tersebut.
Mereka merayakan tahun baru dengan cara mereka sendiri. Duduk bersila di lantai ubin kusam dengan lampu yang temaram. Usai sembahyang malam pukul 8 Wita, mereka lalu menyanyi bergantian. Suara mereka bersahutan dengan bunyi serangga malam dan debur ombak, sekitar 20 meter dari balai itu.
Gerimis belum usai. Air menggenang di sebagian halaman tempat belajar agama Hindu ini. Udara dari laut malam yang membawa sisa panas matahari seperti tidak cukup menghangatkan malam itu. Meski saling tertawa, sebagian di antara remaja-remaja usia belasan tahun itu menyilangkan tangan di dada. Sesekali mendekap lutut, menghangatkan badan.
Biskuit isi selai dan minuman instan menemani mereka melewati malam. Hingga tahun sudah berganti, dengan dentuman petasan dan gemerlap kembang api di udara dari hotel di sekitarnya, mereka masih duduk di lantai ubin dingin dengan dinding kusam berlumut.
Pukul 01 dini hari mereka beranjak satu per satu ke kamar. Tahun berganti. Tapi tidak dengan kondisi mereka, juga ashram tersebut.
Ashram Candi Dasa, berdiri sejak 1976, merupakan pusat dari dua ashram lain yaitu Ashram Gandhi Vidyapith Denpasar, berdiri sejak 1996, dan Ashram Gandhi Vidyapith Yogyakarta, berdiri sejak 1997. Tiga ashram ini didirikan Ibu Gedong Bagoes Oka, istri gubernur Bali dan Lombok pada 1961-1962, I Goesti Bagoes Oka. Bu Gedong adalah salah satu pendiri World on Religion and Peace serta aktif di berbagai organisasi yang mendorong dialog lintas iman.
Meski ashram identik sebagai tempat belajar agama Hindu, Ashram Gandhi Candi Dasa sebenarnya bisa jadi tempat belajar lintas iman. Orang Islam, Nasrani, Budha, bahkan tak beragama pun bisa belajar di sini. Sebab Ashram Gandhi mengajarkan hal universal. Tak hanya yoga tapi juga pertukangan, menganyam, mengobati, menjahit, pertanian, dan kebudayaan.
Ketika Bu Gedong masih hidup, banyak tokoh lintas-agama datang ke tempat ini. Mantan presiden Abdurrahman Wahid, akrab dipanggil Gus Dur, tokoh pluralisme Indonesia termasuk yang pernah diskusi di tempat ini. Bisa jadi karena Bu Gedong sendiri memang aktif di berbagai diskusi lintas agama di tingkat nasional maupun internasional.
Setelah Bu Gedong meninggal pada November 2002, I Nyoman Sadra memimpin ashram di Candi Dasa ini. Sebelumnya, teman dan murid Bu Gedong juga anggota Sarvodaya International Trust, organisasi internasional pengikut Gandhi yang berbasis di Bangalore India, itu sebelumnya lebih banyak mengurus kesehatan, pertanian, pendidikan, dan komunikasi dengan masyarakat.
Menurut Sadra, Ashram Gandhi didirikan untuk meneladani dan menerapkan apa yang sudah dilakukan tokoh anti-kekerasan kelahiran India Mahatma Gandhi. Tiga hal utama yang diajarkan Gandhi yaitu Sad (kebenaran), Ahimsa (emoh kekerasan), dan Karuna (cinta kasih). “Semua ini bersumber dari Weda. Tapi Gandhi menerapkan dalam hidup sehari-hari serta menyebarluaskannya,” kata Sadra.
Ajaran Gandhi, lanjut Sadra, masih terus layak diterapkan. Misalnya tentang kebenaran. Banyak orang yang tidak mau mengatakan bahwa ada yang tidak benar karena takut. “Padahal kalau kita tidak mengungkapkan ketidakbenaran berarti kita mendukungnya,” ujar bapak tiga anak ini.
Namun, saat ini, mereka yang belajar di sini justru lebih banyak karena alasan ekonomi. Ketut Darma Suputra, 15 tahun, salah satunya. Anak petani di desa Tegal Linggah, kecamatan Blahbatuh, Gianyar ini belajar di ashram sejak enam bulan lalu. Darma mengaku belajar di Ashram Gandhi karena orang tuanya tidak mampu membiayai sekolah. Oleh keluarganya, dia kemudian disuruh tinggal di Ashram Gandhi Candi Dasa.
Ashram Gandhi memang memberikan beasiswa pada semua murid di ashram ini. Selain berupa biaya sekolah di tempat lain juga untuk tinggal di ashram. “Kami memberikan beasiswa pada siswa SMP, SMA, hingga kuliah,” kata Sadra. Ada pula TK sejak 1982 dengan 30 murid saat ini. Kalau di sekolah murid-murid itu belajar pelajaran umum, maka di ashram mereka harus belajar nilai-nilai yang diajarkan Gandhi.
Begitu pula Darma dan murid-murid lain di sini. Mereka tidak hanya belajar nilai tapi juga mempraktikkannya. Yoga, puja, agni hotra, sesuatu yang mungkin asing bagi anak-anak seusianya biasa mereka lakukan. “Awalnya susah juga. Tapi lama-lama terbiasa,” kata Darma.
Bagi anak di usia mereka, hidup di Ashram Gandhi memang hal yang mungkin dianggap aneh. Tidak ada TV, tidak ada radio, apalagi playstation. Menu makan sehari-hari pun tak kalah asingnya. Tahu, tempe, ikan laut. Tidak ada daging di sini. Sebab, Gandhi memang mengajarkan vegetarian, tidak makan daging hewan.
“Kalau pulang baru bisa makan daging sepuasnya,” kata Darma diikuti tawa teman-temannya.
Toh, meski hidup sederhana, operasional tiap bulan di ashram termasuk besar. Menurut Sadra, tiap bulan Ashram Gandhi memerlukan biaya Rp 15 juta hingga Rp 17 juta. Biaya itu diperlukan untuk makan, biaya sekolah, hingga perawatan ashram. Sekadar contoh, untuk transportasi sekolah Darma butuh Rp 4000 tiap hari. “Tidak ada uang jajan. Masak sudah dibiayai sekolah masih minta uang jajan,” kata Darma.
Hingga saat ini, menurut Sadra, sumber pembiayaan diperoleh dari tabungan yang dulu ditinggalkan Bu Gedong. “Sejauh ini masih cukup untuk kebutuhan kami,” lanjutnya.
Menggantungkan sepenuhnya pada tabungan jelas bukan pilihan mudah. Tapi sama tidak mudahnya untuk mencari pemasukan dari sumber lain. Kalau toh ada, kata Sadra, hanya dari sumbangan personal dari beberapa donatur, termasuk dari anak Bu Gedong. Sadra mengaku tidak berani mencari dukungan dari lembaga donor. “Karena Ibu Gedong tidak pernah melakukan itu,” katanya.
Untuk menggantungkan pada pendapatan dari ashram sebagai tempat berwisata juga susah. Dari delapan cottages di Ashram Gandhi, hanya dua yang layak dipakai. Harga per cottages per malam US $ 20. Cottages lain terlihat tidak terawat. Atap rusak, meja kursi kusam, dan dinding berlumut. Kamar mandi dengan gagang pintu berkarat, entah karena kurang dirawat atau terlalu banyak air garam mengendap di sana. Tamu di sini pun sangat jarang. “Mungkin karena ashram memang bukan tempat untuk bersenang-senang seperti tempat lain di Bali,” kata Sadra. Sepinya tamu ini terlihat pada malam pergantian tahun lalu. Hanya ada satu tamu dari Australia.
Pilihannya kemudian kembali pada salah satu prinsip yang diajarkan Gandhi, Swadeshi atau pemenuhan kebutuhan dengan kemampuan sendiri. Tidak perlu tambahan tenaga kerja untuk membersihkan perpustakaan, ruang puja, sekolah, cottages, dan semua yang ada di areal seluas 65 are ini. Tiap penghuni punya tugas sendiri dari memasak, menyapu halaman, membersihkan kamar, mengurus sapi, serta menyiapkan canang dan sarana agni hotra.
I Wayan Sutiya Wijaya, misalnya, bertugas mengurus kotoran sapi. Tiap pukul 9 hingga 10 pagi dia mengumpulkan kotoran dari dua ekor sapi milik ashram. Kotoran sapi itu lalu dicampur air, dicetak, dan dikeringkan menjadi cow dung. Tiap petang dan dini hari, cow dung ini dibakar sebagai sarana upacara agni hotra. Lalu, asap cow dung itu mereka usap-usapkan pada wajah. Inilah salah satu cara menemukan kedamaian di sini. [b]
Om Swastyastu,
Mohon dicantumkan rekening bank Ashram Gandhi ini dan juga alamatnya. Dari sekian pembaca tentunya banyak umat yang ingin berbaik hati untuk membantu anak-anak yang tinggal di Ashram Gandhi.
Dear Anton,
Hari ini saya melihat artikel yang Anda tulis mengenai Ashram kami di website Bale Bengong. Pada bagian akhir artikel tersebut ada tanggapan dari Bapak Krisna tentang perlunya dicantumkan nomor rekening Ashram.
Berikut adalah nomor rekening kami:
Bank BRI Unit Amlapura
Nama : I Nyoman Sadra
Nomor rekening : 33-22-3053
Mohon dicantumkan dalam artikel tersebut. Atas bantuan dan kerjasamanya saya ucapkan terimakasih!
Santih,
I Nyoman Sadra
Gedong Gandhi Ashram
Email> gandhiashram@yahoo.com
Web> http://www.ashramgandhi.com
Tel and Fax> +62 363 41108
Postal Address>
Gedong Gandhi Ashram, Candidasa, Karangasem, 80851, Bali, Indonesia
Om Swastyastu
Sungguh kekayaan rohani yang utama, saya tertarik sekali untuk belajar disiplin rohani di asram bu Gedong, apakah kiranya syaratnya ?
om santih
matur suksma
Saya salah satu murid dari Ashram Gandhi yang telah banyak menimba ilmu di Ashram…Berkat Ashram Saya sekarang menjadi Pegawai Negri di Lingkungan DEBUDPAR, dan perlu diketahui semua lulusan khususnya di Gandhi VIdyapith Ashram Jogja cukum beruntung nasibnya, Ada yang jd Ir di Pertamina, di Badan Tenaga Nuklir, di SUCCFINDO Kaltim Lembaga survey BUMN untuk Batubara, Menjadi Arsitek di salah satu KOnsultan di Jogja,Jadi Perwat, PNS di Bali, PNS di BPK, PNS di DEKHUMHAM, di WWF, Guru,Dosen di Unud, dll. Saya yakin mereka smua sayang ashram…mungkin tulisan ini akan membuat kita berkumpul kembali untuk membangun ashram…karena kita jadi seperti ini juga karena ashram
Assalamu alaikum Wr.Wb
Sy prihatin membaca kondisi ashram. Sy yakin, tmpt itu sdh memberi byk manfaat bg byk org. Apa tidak mngkn melakukan self financing? lwt pertanian, peternakan atau pariwisata dg sumber daya yg ada? sy sgt berharap hal ini bs dilakukan shg ashram bs tetap menjadi tmpt bg org2 yg membutuhkan. Sy akan senang skali jika bs membantu scr sukarela.
Wassalam.
Membaca artikel ini, saya sangat prihatin. Namun dari artikel tersebut saya merasakan suasana di ashram yang sangat damai. Saya sangat menyukai suasana ashram. Jika ada kesempatan saya akan berkunjung ke sana.
Kepada yth
pengurus ashram
Saya ingin sekali mengirim anak saya setelah lulus SMA ini untuk melatih jiwa spiritual disana. Mohon info bagaimana caranya bergabung disana untuk bulan Juli 2013 mendatang.
namaste.
Aryani
Selamat Malam, Salam Sejahtera untuk semuanya.
Seperti yg sudah lama tiang impikan,tiang akan hadir di sini.
Tiang sdr Rantauan dari Bali yg lama menetap di luar Bali.
Pesan tiang, Tuhan telah memberikan kekuatanNya ,potensiNya yg begitu tak terbatas, tinggal kita menyadarinya.
Sabar….tiang akan hadir di sini. Tidak lama lagi.