Posmodern – kontemporer – “green”, merupakan tiga genre arsitektur paling populer saat ini. Namun, belum banyak orang yang benar-benar menggali dan memahami arti ketiga genre tersebut. Posmodern seringkali diasosiasikan dengan “wajah karut-marut”. Genre ini didominasi penggunaan elemen-elemen runcing bersudut sempit atau sebaliknya, lengkungan-lengkungan masif yang tampil dinamis. Demikian halnya dengan penempelan ornamen tradisional pada kontemporer, dan “penghijauan” pada “green”.
Apapun itu, arsitektur seringkali dipahami hanya sebagai bentuk kulit luarnya. Sebagai pencitraan. Sebagai ikonisasi.
Ikon-ikon yang dulu kontras dengan sekitarnya, kini sudah menjadi komoditas utama, menjadi tren yang sudah mulai basi. Yang ada hanyalah narsisme arsitektur. Kini para arsitek memperkenalkan produk lama berbungkus baru: “green”.
Para arsitek berlomba-lomba menjadi seperti para arsitek pencipta ikon-ikon terdahulu. Biar bagaimanapun manusia bukanlah pencipta. Arsitektur bukan hanya bentuk bangunan, namun juga nuansa ruang dan suasana.
Dalam AUB3 #23 di Maret 2012 ini Eka akan bercerita tentang jalan arsitektur pilihannya. Semuanya melalui media kompetisi arsitektur baik dari dalam (nasional) maupun luar negeri (internasional); melalui metode reaktif (RE/ARCH/TION). Yang lebih esensial, Eka juga akan menjelaskan landasan-landasan Trialektika pemikiran ‘politik-ekonomi-budaya’ dibalik perancangan-perancangan tersebut.
Eka akan mengajak siapa pun yang hadir belajar posmodern tidak dari Gehry atau Libeskind tapi melalui Heidegger dan Derrida menuju Nietzsche; membongkar peta imperialisme Frampton dan Rudofsky, mendekonstruksi pola tata ruang Howard dan trio Wright-Corbusier-Mata, kemudian menggunduli semak-semak “green”.
Eka Swadiansa, menyelesaikan studi arsitekturnya dari Universitas Brawijaya pada tahun 2008. Pada tahun 2008 juga, Eka mendirikan OSA sebagai studio inkubasi desain dengan fokus pekerjaan kompetisi. Pada tahun 2009 ia melakukan kerja praktik di Takenaka Corporation Osaka International Headquarter melalui dana Tadao Ando Foundation. Kini ia aktif memberi kuliah tamu di Universitas Brawijaya, menulis di beberapa jurnal dan menjadi pembicara di beberapa seminar baik nasional maupun internasional.
Dia akan membagi pengalaman dan gagasannya di AUB3 #23. AUB3 diselenggarakan pada hari Jumat pertama tiap bulan yang dibawakan oleh arsitek muda usia di bawah 30 tahun. Dalam kegiatan ini arsitek muda diberi kesempatan untuk mempresentasikan karya arsitektur beserta pemikiran mereka pada publik melalui presentasi non formal yang diteruskan dengan diskusi santai.
Bertempat di Danes Art Veranda, peserta diberi kebebasan untuk memilih ruangnya sendiri, di halaman, dek, rooftop, galeri, di manapun tempat di mana mereka rasa paling nyaman untuk berbagi cerita dengan pendengarnya. Melalui pendekatan ini, arsitek muda beserta ide dan karya arsitekturnya berkesempatan untuk mendapatkan ruang berkomunikasi dengan khalayak lebih luas, baik khalayak awam arsitektur maupun khalayak arsitektur. [b]