Tenun adalah teknik dalam pembuatan kain yang dibuat dengan prinsip yang sederhana, yaitu dengan menggabungkan benang secara memanjang dan melintang.
Di Karangasem tepatnya di Desa Adat Geriana Kauh memiliki ciri khas motif tenun tersendiri salah satunya yang dibuat oleh Ni Nengah Ari. “Motif yang dibuat biasanya motif Bulan kembar dan Paku ingkel,” ucap Ni Nengah Ari sebagai salah satu narasumber penenun songket di Geriana Kauh. Alat tenun gedogan yang dimiliki Ni Nengah Ari kurang lebih berumur 6 tahun.
Ukuran tenun yang sudah jadi kisaran 120 cm, dibuat selama 20 jam perhari. Untuk menghilangkan rasa penat sesekali dia istirahat ditemani secangkir kopi. Kegiatan menenun sehelai kain itu pun terus berlanjut sampai satu minggu lamannya. Setelah selesai dibawalah ke tempat distributor di Sidemen dan mendapatkan upah Rp 2 juta rupiah/lembar kain.
Dia mendapat bahan dan motif langsung dari distributor, lalu dia kerjakan di rumahnya. Proses ini dibuat berulang-ulang selama kurang lebih 10 tahun. Kain tenun songket Karangasem ini terlihat indah dengan warna keemasan. Songket biasanya digunakan untuk ritual khusus seperti pernikahan. Terlihat mewah dan gemerlap. Melihat cara pembuatannya, tak heran harganya mahal.
Inilah salah satu kerajinan yang dilestarikan dari Geriana Kauh, desa adat yang memiliki Museum Sanghyang Dedari. Ritus sakral oleh anak-anak perempuan belum akil balik yang diyakini bisa mencegah mala seperti hama pertanian, dan lainnya. Ada juga Sanghyang Jaran yang ditarikan laki-laki.
Kain tenun mulai berkembang di Bali sejak 1985 di Desa Gelgel, Kabupaten Klungkung. Awalnya, tekstil dipergunakan hanya untuk melindungi tubuh manusia dari cuaca panas dan dingin. Saat ini, nilai seni dan budaya dari kain tenun berkembang sekaligus memiliki ragam hias dan memiliki teknik pembuatan kain yang beragam.
situs mahjong