Setelah tiga hari merapat dan membuka kapalnya pada publik di Pelabuhan Benoa, Rainbow Warrior singgah di Celukan Bawang.
Lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang diprotes karena menambah unit baru yang dinilai makin berdampak pada warga dan lingkungan.
Berikut siaran pers Greenpeace Indonesia. Dalam artikel ini juga ada link laporan publik detail alasan protes dan penolakan ini.
Masyarakat Celukan Bawang menyambut kedatangan kapal Greenpeace, Rainbow Warrior di wilayah mereka. Puluhan kapal nelayan bergerak dan berlayar bersama Rainbow Warrior di perairan Celukan Bawang dalam aksi solidaritas mendukung perjuangan masyarakat dalam menentang rencana perluasan PLTU di wilayah tersebut.
Emisi dari pembangkit listrik Celukan Bawang yang sudah beroperasi di Kabupaten Buleleng, telah mencemari kawasan tersebut dan menyebabkan masalah kesehatan bagi masyarakat setempat. Rencana memperluas pembangkit dan menambah kapasitasnya sebesar 2×330 MW, hanya akan memperburuk polusi yang dihasilkan, dan menambah penderitaan masyarakat.
Begitu banyak mata pencaharian akan hilang ketika emisi dari PLTU ini tersebar di wilayah tersebut. Para petani dan nelayan pun terpaksa kehilangan mata pencaharian karena hasil tangkapan dan panen berkurang.
“Memperluas PLTU Celukan Bawang adalah pengkhianatan terhadap masyarakat Bali oleh Gubernur Bali yang telah mengeluarkan izin rencana perluasan tersebut”, kata Didit Haryo”, Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia.
“Terlebih lagi, rencana pengembangan PLTU ini tidak melibatkan partisipasi masyarakat, dan menyalahi prosedur-prosedur AMDAL sesuai dengan ketetapan hukum yang berlaku”, tegas Dewa Putu Adnyana, dari LBH Bali.
Bukan hanya pertanian lokal dan komunitas nelayan yang akan menderita jika rencana perluasan ini terus berlanjut. PLTU Celukan Bawang hanya berjarak 20 km dari Pantai Lovina, kawasan wisata populer yang terkenal karena pantai pasir hitam, terumbu karang, dan lumba-lumba. Lumba-lumba khususnya akan terpengaruh oleh peningkatan lalu lintas kapal pengangkut batubara dan kebisingan dari mesin kapal. Polusi meningkat akan mendorong wisatawan pergi, mempengaruhi mata pencaharian semua orang yang bekerja di sektor ini.
PLTU juga menimbulkan risiko bagi Taman Nasional Bali Barat, rumah bagi satwa langka dan dilindungi termasuk macan tutul Jawa, trenggiling, dan jalak Bali yang semuanya sangat terancam. Tidak dapat dipungkiri bahwa emisi dari PLTU akan mencemari daerah yang indah ini.
“Pengembangan energi terbarukan perlu adalah masa depan kita. Bali hanya akan bertahan hidup dan berkembang sebagai tujuan wisata jika memiliki energi yang bersih dan berkelanjutan, bukan dengan emisi polusi dari pembangkit batubara seperti di Celukan Bawang,” jelas Didit.
Laporan ‘Meracuni Pulau Dewata’ bisa diakses disini:
http://www.greenpeace.org/seasia/id/press/reports/PLTU-Celukan-Bawang-Meracuni-Pulau-Dewata/
Ternyata artikel kategori lingkungan terbaru mengenai energi terbarukan yang dikampanyekan oleh Greenpeace, kebetulan saya juga sempat berkunjung ke kapal Rainbow Warrior saat berlabuh di Benoa 🙂
Semoga instalasi pembangkit listrik tenaga matahari bakalan disupport oleh pemerintah supaya terjangkau oleh masyarakat.
I wrote about my visit to the open boat of Rainbow Warrior too. This article makes me have more understanding about “Bali Go Renewable” campaign against Coal Power Plan in Celukan Bawang